KPK Ingin Jokowi Tolak Revisi UU Bukan Menunda
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata bersuara keras tentang keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menunda revisi UU Nomor 30/2002 tentang KPK.
Alexander berharap Jokowi mengambil sikap menolak revisi UU tersebut. "Kan ditunda bisa satu, dua, tiga, empat, lima tahun, itu juga ditunda. Juga kalau (kalau ditunda bisa) dibahas 2020," tutur Alexander setelah bersama empat pimpinan lain mendampingi puluhan rombongan Komisi III DPR meninjau Gedung baru KPK, Jalan Kuningan Persada, Kavling 4, Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin 22 Februari 2016 sore.
Alex tidak mengerti apa alasan Presiden Jokowi menunda revisi bukan menolak revisi. Dia menuturkan, KPK tidak mengerti kapan batas waktu penundaan tersebut.
"Kan (Presiden) tidak mengatakan menunda sampai kapan. Kita enggak mengerti sampai kapannya. Bisa dua, lima, (atau) 10 tahun ya, harapan kami sesuai harapan kami juga," tutur Alex.
Mantan hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta ini berpandangan harusnya Presiden Jokowi melihat suara masyarakat. Sebab, selama ini masyarakat menyuarakan penolakan terhadap revisi UU KPK, bukan penundaan.
"Ya kalau harapan masyarakat seperti itu, saya kira nanti juga (KPK ikut)," ucapnya.
Menurut Alexander, revisi UU KPK bisa dilakukan pemerintah dan DPR kalau indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia sudah bagus, meningkat, dan sejajar dengan negara di kawasan Asia Tenggara. Misalnya yang menjadi patokannya adalah Malaysia.
"Baru oke lah kita bicara revisi," ucapnya.
Alexander menggariskan, keputusan Jokowi menunda revisi bukan karena ada kesepakatan antara Jokowi dan KPK untuk mengamankan kasus.
"Pak Jokowi support 1.000% apa yang dikerjakan KPK, tidak ada deal. Tidak ada sama sekali kita bikin deal. Kita menangani kasus tergantung penyidikan," ujarnya.
Alexander membenarkan, sebelum Jokowi mengambil keputusan, pimpinan KPK lebih dulu bertemu dan diskusi dengan Presiden di Istana Negara, Senin siang.
Dalam pertemuan dengan Presiden, kata Alexander, pimpinan KPK memberikan masukan sesuai kesepakatan pemerintah dengan pimpinan KPK sebelumnya dibawa pelaksana tugas ketua KPK Taufiequrachman Ruki.
Masukannya antara lain penyadapan KPK sudah sesuai prosedur, sudah diaudit, dan sesuai dengan ketentuan UU KPK sendiri. Masalah SP3 nanti dilihat terkait dengan kondisi tertentu tersangka seperti sakit berat dan meninggal bisa.
Menurut dia, SP3 bisa dilakukan dengan meminta penetapan hakim atau pada saat penuntutan kita bisa limpahkan ke kejaksaan untuk mengeluarkan SP3."Masih ada cara untuk mengeluarkan SP3 tapi tidak oleh KPK," ucapnya.
PILIHAN:
Partai yang Ngotot Revisi UU KPK Akan Ditinggal Rakyat
Alexander berharap Jokowi mengambil sikap menolak revisi UU tersebut. "Kan ditunda bisa satu, dua, tiga, empat, lima tahun, itu juga ditunda. Juga kalau (kalau ditunda bisa) dibahas 2020," tutur Alexander setelah bersama empat pimpinan lain mendampingi puluhan rombongan Komisi III DPR meninjau Gedung baru KPK, Jalan Kuningan Persada, Kavling 4, Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin 22 Februari 2016 sore.
Alex tidak mengerti apa alasan Presiden Jokowi menunda revisi bukan menolak revisi. Dia menuturkan, KPK tidak mengerti kapan batas waktu penundaan tersebut.
"Kan (Presiden) tidak mengatakan menunda sampai kapan. Kita enggak mengerti sampai kapannya. Bisa dua, lima, (atau) 10 tahun ya, harapan kami sesuai harapan kami juga," tutur Alex.
Mantan hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta ini berpandangan harusnya Presiden Jokowi melihat suara masyarakat. Sebab, selama ini masyarakat menyuarakan penolakan terhadap revisi UU KPK, bukan penundaan.
"Ya kalau harapan masyarakat seperti itu, saya kira nanti juga (KPK ikut)," ucapnya.
Menurut Alexander, revisi UU KPK bisa dilakukan pemerintah dan DPR kalau indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia sudah bagus, meningkat, dan sejajar dengan negara di kawasan Asia Tenggara. Misalnya yang menjadi patokannya adalah Malaysia.
"Baru oke lah kita bicara revisi," ucapnya.
Alexander menggariskan, keputusan Jokowi menunda revisi bukan karena ada kesepakatan antara Jokowi dan KPK untuk mengamankan kasus.
"Pak Jokowi support 1.000% apa yang dikerjakan KPK, tidak ada deal. Tidak ada sama sekali kita bikin deal. Kita menangani kasus tergantung penyidikan," ujarnya.
Alexander membenarkan, sebelum Jokowi mengambil keputusan, pimpinan KPK lebih dulu bertemu dan diskusi dengan Presiden di Istana Negara, Senin siang.
Dalam pertemuan dengan Presiden, kata Alexander, pimpinan KPK memberikan masukan sesuai kesepakatan pemerintah dengan pimpinan KPK sebelumnya dibawa pelaksana tugas ketua KPK Taufiequrachman Ruki.
Masukannya antara lain penyadapan KPK sudah sesuai prosedur, sudah diaudit, dan sesuai dengan ketentuan UU KPK sendiri. Masalah SP3 nanti dilihat terkait dengan kondisi tertentu tersangka seperti sakit berat dan meninggal bisa.
Menurut dia, SP3 bisa dilakukan dengan meminta penetapan hakim atau pada saat penuntutan kita bisa limpahkan ke kejaksaan untuk mengeluarkan SP3."Masih ada cara untuk mengeluarkan SP3 tapi tidak oleh KPK," ucapnya.
PILIHAN:
Partai yang Ngotot Revisi UU KPK Akan Ditinggal Rakyat
(dam)