PPP Jangan Ikut Permainan Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - PPP disarankan mengedepankan penyelesaian konflik partai secara internal, dan tidak mengikuti permainan pemerintah. Karena sudah menjadi rahasia umum perpecahan PPP akibat faktor eksternal, yakni pemerintah.
Saran itu dikemukakan Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Konstituen Indonesia Yusuf Warsin. Menurutnya PPP harus berkaca dari konflik kepengurusan Partai Golkar. Yakni, Menkumham memperpanjang kepengurusan Golkar hasil Munas Riau dengan tujuan agar dualisme di partai pohon beringin ini berakhir di Munas luar biasa.
"Begitu juga PPP. Jangan berharap pada negara tetapi internal. Perpecahan dari internal, tapi ada campur tangan pemerintah," ujar Yusuf Warsin, Kamis (18/2/2016).
Menurut Yusuf, pemerintah saat ini tidak memerlukan kekuatan PPP lagi, karena PPP partai yang relatif kecil di parlemen. Namun adanya campur tangan pemerintah terhadap PPP merupakan rencana jangka panjang. Seperti Pilkada serentak 2017 dan Pemilu 2019 di mana PPP bisa tidak ikut serta. "Banyak kerugian yang dialami PPP kalau tidak bisa selesaikan konfliknya," ungkapnya.
Karena itu, Yusuf meminta agar PPP jangan terjebak oleh masalah politik dan hukum yang tidak dapat menyelesaikan konflik. Seperti PPP hasil Muktamar Jakarta yang ingin menggugat keputusan Menkumham memberlakukan kembali kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung.
"Jangan terjebak politik hukum dari rezim pemerintah, sudah ada regulasi yang mengatur parpol. Apa yang terjadi di PPP yang senior, tidak boleh tidak ada. Harusnya PPP jadi soko guru demokrasi di Indonesia, rumah besar umat Islam," harap Yusuf.
Saran itu dikemukakan Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Konstituen Indonesia Yusuf Warsin. Menurutnya PPP harus berkaca dari konflik kepengurusan Partai Golkar. Yakni, Menkumham memperpanjang kepengurusan Golkar hasil Munas Riau dengan tujuan agar dualisme di partai pohon beringin ini berakhir di Munas luar biasa.
"Begitu juga PPP. Jangan berharap pada negara tetapi internal. Perpecahan dari internal, tapi ada campur tangan pemerintah," ujar Yusuf Warsin, Kamis (18/2/2016).
Menurut Yusuf, pemerintah saat ini tidak memerlukan kekuatan PPP lagi, karena PPP partai yang relatif kecil di parlemen. Namun adanya campur tangan pemerintah terhadap PPP merupakan rencana jangka panjang. Seperti Pilkada serentak 2017 dan Pemilu 2019 di mana PPP bisa tidak ikut serta. "Banyak kerugian yang dialami PPP kalau tidak bisa selesaikan konfliknya," ungkapnya.
Karena itu, Yusuf meminta agar PPP jangan terjebak oleh masalah politik dan hukum yang tidak dapat menyelesaikan konflik. Seperti PPP hasil Muktamar Jakarta yang ingin menggugat keputusan Menkumham memberlakukan kembali kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung.
"Jangan terjebak politik hukum dari rezim pemerintah, sudah ada regulasi yang mengatur parpol. Apa yang terjadi di PPP yang senior, tidak boleh tidak ada. Harusnya PPP jadi soko guru demokrasi di Indonesia, rumah besar umat Islam," harap Yusuf.
(hyk)