Pakar Hukum: Penanganan Kasus Ongen Bentuk Abuse of Power Penguasa

Sabtu, 13 Februari 2016 - 05:05 WIB
Pakar Hukum: Penanganan...
Pakar Hukum: Penanganan Kasus Ongen Bentuk Abuse of Power Penguasa
A A A
JAKARTA - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Tandulako Palu Zainuddin Ali menilai telah terjadi abuse of power dalam kasus yang dialami oleh pemilik akun Twitter @ypaonganan, Yulianus Paonganan alias Ongen yang dilakukan oleh penguasa.

Hal itu terlihat dari lamanya proses pengusutan kasus yang dilakukan oleh pihak penyidik Bareskrim Mabes Polri terhadap Ongen yang sudah 60 hari, tapi belum juga dilimpahkan ke kejaksaan. Bahkan, pihak kejaksaan juga terkesan berhati-hati dalam menerima pelimpahan berkas perkara dokter maritim lulusan IPB Bogor tersebut.

"Jika memang tak cukup bukti, polisi harus dengan legowo membebaskan Ongen," ujar Zainuddin dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (13/2/2016).

Menurutnya, sudah selayaknya Ongen dilepaskan dari segala sangkaan. Zainuddin menilai apa yang dilakukan oleh penyidik sebagai bentuk kesewenangan terhadap warga negara yang memiliki hak secara hukum.

"Kekuasaan yang tak didasari hukum adalah kesewenangan-wenangan, arogan, otoriter, dan hukum diintervensi kekuasaan adalah angan-angan dan khayalan," ujar dia.

Sementara Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis berharap, agar penyidik kepolisian menghentikan pengusutan kasus Ongen jika memang dirasakan kurang bukti. "Jika memang tak cukup bukti bebaskan saja Ongen supaya dia bisa berkarya menciptakan drone (pesawat tanpa awak-red) bagi kepentingan bangsa dan negara," terang dia.

Dia menambahkan, seharusnya penguasa bersikap adil dalam kasus Ongen. Meskipun polisi sudah bekerja secara profesional dalam mengungkap kasus ini, namun Margarito berharap jangan sampai sikap itu menimbulkan kesewenang-wenangan dalam menangani kasus tersebut.

"Jika pengusutan kasus ini berlarut-larut, kita khawatir akan muncul kesewenang-wenangan terhadap penangananan kasus Ongen ini," pungkasnya.

Pengacara Ongen, Yusril Ihza Mahendra mengatakan pihaknya sudah meminta polisi untuk tangguhkan penahanan Ongen setelah melewati waktu 60 hari dan berkas perkara dikembalikan oleh jaksa.

"Hakim rupanya memberi izin perpanjangan penahanan selama 30 hari lagi untuk melengkapi alat bukti yang menurut jaksa belum cukup," ujar Yusril.

Disebutkan Yusril, ketika mengembalikan berkas, jaksa memberi catatan agar polisi meminta keterangan Jokowi yang fotonya ada dalam berkas. "Keterangan Pak Jokowi sebagai korban penghinaan adalah alat bukti yang penting dalam perkara ini, maka alat bukti tersebut harus dilengkapi dulu," tegasnya.

Yusril optimis jika polisi akan kesulitan untuk melimpahkan kasus Ongen ke pengadilan. Karena menurutnya, tanpa alat bukti keterangan Jokowi berat bagi jaksa untuk melimpahkan perkara Ongen ke pengadilan.

"Kemungkinan besar dakwaan akan ditolak oleh hakim. Kami sebagai penasihat hukum menunggu saja dalam waktu 30 hari ini agar polisi dapat melengkapi alat bukti yang diminta JPU," ujarnya.

Dia menilai di tengah menunggu alat bukti, dirinya tidak akan tinggal diam. Perpanjangan penahanan Ongen atas izin hakim PN Jaksel akaan kami lawan ke Pengadilan Tinggi Jakarta.

"Jalan perlawanan itu diberikan Pasal 35 Ayat 7 KUHAP, jika kami berpendapat bahwa perpanjangan penahanan itu tidak punya alasan yang cukup. Mudah-mudahan pengadilan tinggi akan mendengar alasan dan argumentasi kami, sehingga perpanjangan penahanan Ongen dapat dibatalkan," tandasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5846 seconds (0.1#10.140)