Dipertanyakan Hasrat Kementerian ESDM Terkait Kilang Blok Masela

Senin, 25 Januari 2016 - 21:55 WIB
Dipertanyakan Hasrat...
Dipertanyakan Hasrat Kementerian ESDM Terkait Kilang Blok Masela
A A A
JAKARTA - Semua komponen masyarakat Maluku di berbagai tempat, termasuk setingkat Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman mendukung pembangunan kilang Blok Masela di darat.

Kini hanya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri yang menginginkan kilang terapung di laut. Pengamat lingkungan Universitas Pattimura (Unpatti) Abraham Tulalessy mengatakan, sikap Kementerian ESDM ini mengundang tanda tanya.

“Dalam FGD (Forum Group Discussion) ini, semua pembicara 100 persen ingin di darat," kata Abraham Tulalessy ketika dihubungi wartawan, Senin 25 Januari 2016.

"Semua orang Maluku di Maluku, Jakarta, dan luar negeri, termasuk pejabat pemerintah di Jakarta mau di darat. Ini hanya tinggal (Kementerian) ESDM sendiri. Kita tidak tahu ada apa dengan sikap ini,” imbuhnya.

Baca: Soal Blok Masela, Pemerintah Lebih Untung Bangun Kilang di Laut

Menurut Abraham, semestinya ESDM perlu mendengarkan suara dari berbagai pihak. Sebab, Maluku tidak dapat apa-apa kalau kilang itu di laut. Musyawarah Besar Rakyat Maluku juga memutuskan agar kilang di darat.

Pihaknya, meminta ESDM jangan memicu ketidakpuasan bagi Maluku. “Kami heran, dari 16 kilang yang ada di Indonesia dan di darat memiliki harga yang tidak sebesar di Masela," ucapnya.

"Ini seolah didesain agar kilang dibangun di laut. Masa, harga kilang di darat untuk Masela jauh lebih mahal dibandingkan dengan kilang lain di darat di tempat lain,” tegasnya.

Koordinator Intelektual Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) Watloly mengatakan, kilang Blok Gas Abadi Masela di darat telah menjadi harga mati bagi Maluku.

Apapun yang terjadi, masyarakat Maluku menginginkan agar pengelolaan blok migas yang terletak di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) ini harus dilakukan sesuai dengan amanat konstitusi UUD 45 Pasal 33, yakni sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Itu berarti tidak ada pilihan lain, onshore harus diputuskan pemerintah dalam menjawab persoalan kemiskinan di Maluku.

“Maluku miskin akibat pembangunan yang tidak prorakyat dan tidak prokonstitusi. Kepiluan sudah lama dialami Maluku sejak masa kemerdekaan, dan kini Tuhan memberikan kekayaan alam yang melimpah, untuk kesejahteraan Maluku. Janganlah kesalahan kembali diulang pemerintah,” ucap Watloly.

Guru Besar Unpatti ini berpendapat, keberadaan kilang di darat akan memberikan dampak ekonomis yang sangat luar biasa bagi Maluku, khususnya wilayah MBD, yang selama ini memang terisolir dan dipandang sebelah mata.

Menurutnya, beberapa kegiatan dalam bentuk FGD yang melibatkan beberapa tokoh masyarakat maupun akademisi oleh Inpex maupun SKK Migas terkait Blok Masela, ternyata bukan untuk mengakomodir dan mendengarkan apa yang menjadi keinginan Maluku, namun sebaliknya masyarakat harus mendengar apa yang menjadi keinginan dari para investor.

Menyikapi kondisi tersebut, pihaknya telah menyurati Presiden, agar pengelolaan Blok Masela harus mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat Maluku, bukan investor saja. Demikian juga hak adat dan konstitusi masyarakat jangan sampai dirampas.

Sementara Akademisi Universitas Hasanudin dan tokoh masyarakat Maluku Tenggara Barat (MTB), Ishack Ngeljaratan mengatakan, Blok Masela diharapkan membuat Maluku lepas dari predikat provinsi termiskin keempat di Indonesia setelah Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kehadiran Blok Masela harus bisa membawa dampak kesejahteraan bagi masyarakat, namun lingkungan harus tetap terjaga, untuk kepentingan generasi mendatang. Onshore juga akan memberikan dampak positif.

"Karena akan dibutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar, sehingga sumber daya manusia di Maluku, sudah harus dipersiapkan sejak dini," tandasnya.

Pilihan:

Tiga Tokoh Ini Raih Penghargaan Gus Dur Award

Nama-nama Kader Muda yang Diisukan Jadi Caketum Golkar
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0591 seconds (0.1#10.140)