Penanganan Terorisme Butuh Keadilan
A
A
A
VANCOUVER - Anggota DPR RI Hanafi Rais, mewakili Indonesia mengajak Parlemen se-Asia Pasifik membuat peraturan yang tak hanya mendorong penindakan hukum bagi para pelaku terorisme. Menurut dia, agar dunia damai dari teror, dibutuhkan juga aturan-aturan bijaksana yang mempromosikan keadilan sosial, deradikaliasi, dan demokratisasi.
Usulan itu disampaikan Hanafi Rais dalam sidang Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF) ke-24, di Vancouver, Kanada, Senin (18/1) waktu setempat atau Selasa (19/1/2016) WIB. "Sebagai anggota dewan, kita semua di sini memiliki peran yang besar dalam perang melawan terorisme. Diharapkan kita bisa sepakat bahwa ada kebutuhan untuk mendorong penegakan hukum bekerja lebih efektif dalam melawan organisasi serta jaringan teroris," tegas politikus dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini.
Hanafi kemudian menceritakan, bagaimana Indonesia baru saja menghadapi musibah serangan teror di kawasan Thamrin, Jakarta yang menyebabkan sejumlah korban meninggal dan puluhan luka. Dengan kesigapan aparat kepolisian, pelaku akhirnya berhasil dilumpuhkan. Dimana, dia menyebut ISIS sudah menyatakan bertanggung jawab atas teror bom ini.
"Darah yang tertumpah di insiden itu menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa tak ada masyarakat yang aman seratus persen dari terorisme,’’ ungkapnya. Pada setiap saat dan setiap tempat di bumi ini, teroris dapat menyerang dan menyebabkan kerugian, bahkan mengancam nyawa manusia.
Menurut Hanafi, aset terbesar dalam melawan terorisme adalah justru dengan menjalankan sistem demokrasi, yang menyediakan ruang cukup bagi masyarakat mengekspresikan aspirasinya. Di sisi lain, demokrasi juga menyediakan peluang bagi Pemerintah dan Parlemen RI untuk membuat sejumlah aturan yang mencegah dan menindak terorisme.
Hanafi mengharapkan ke depan perlu dipikirkan sebuah cara mencegah kelompok teroris merekrut anak-anak muda untuk menjadi anggotanya. Hal ini penting, sehingga anak-anak muda tidak dimanfaatkan untuk melakukan serangan teror kepada warga masyarakatnya sendiri.
Dia juga mengusulkan, diperlukan penguatan pada dialog yang terbuka di antara komunitas di masyarakat. Tujuannya agar tak ada yang merasa dipinggirkan dan tak didengarkan. Karena kalau dibiarkan akan berpotensi subur terkena radikalisasi.Hal itu terutama penting bagi negara yang banyak didatangi oleh imigran dari negara lain.
Usulan Indonesia itu akan dibahas lebih lanjut di komite khusus yang menyusun Deklarasi Bersama Sidang APPF ke-24.
Sidang APPF ke-24 berlangsung di Vancouver sejak 17-22 Januari 2016. Pada pertemuan tahun ini, dibahas tiga sektor isu: Politik dan Keamanan, Ekonomi dan Perdagangan, serta Kerjasama Kawasan Asia Pasifik.
APPF adalah forum Parlemen negara-negara Asia Pasifik yang dibentuk pada 1991 oleh 9 negara, dimana Indonesia adalah salah satu negara pendiri. Pada pertemuan ini hadir 20 delegasi negara, seperti Jepang, Australia, Malaysia, Rusia, Korea Selatan, China, Australia, dan Selandia Baru.
Usulan itu disampaikan Hanafi Rais dalam sidang Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF) ke-24, di Vancouver, Kanada, Senin (18/1) waktu setempat atau Selasa (19/1/2016) WIB. "Sebagai anggota dewan, kita semua di sini memiliki peran yang besar dalam perang melawan terorisme. Diharapkan kita bisa sepakat bahwa ada kebutuhan untuk mendorong penegakan hukum bekerja lebih efektif dalam melawan organisasi serta jaringan teroris," tegas politikus dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini.
Hanafi kemudian menceritakan, bagaimana Indonesia baru saja menghadapi musibah serangan teror di kawasan Thamrin, Jakarta yang menyebabkan sejumlah korban meninggal dan puluhan luka. Dengan kesigapan aparat kepolisian, pelaku akhirnya berhasil dilumpuhkan. Dimana, dia menyebut ISIS sudah menyatakan bertanggung jawab atas teror bom ini.
"Darah yang tertumpah di insiden itu menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa tak ada masyarakat yang aman seratus persen dari terorisme,’’ ungkapnya. Pada setiap saat dan setiap tempat di bumi ini, teroris dapat menyerang dan menyebabkan kerugian, bahkan mengancam nyawa manusia.
Menurut Hanafi, aset terbesar dalam melawan terorisme adalah justru dengan menjalankan sistem demokrasi, yang menyediakan ruang cukup bagi masyarakat mengekspresikan aspirasinya. Di sisi lain, demokrasi juga menyediakan peluang bagi Pemerintah dan Parlemen RI untuk membuat sejumlah aturan yang mencegah dan menindak terorisme.
Hanafi mengharapkan ke depan perlu dipikirkan sebuah cara mencegah kelompok teroris merekrut anak-anak muda untuk menjadi anggotanya. Hal ini penting, sehingga anak-anak muda tidak dimanfaatkan untuk melakukan serangan teror kepada warga masyarakatnya sendiri.
Dia juga mengusulkan, diperlukan penguatan pada dialog yang terbuka di antara komunitas di masyarakat. Tujuannya agar tak ada yang merasa dipinggirkan dan tak didengarkan. Karena kalau dibiarkan akan berpotensi subur terkena radikalisasi.Hal itu terutama penting bagi negara yang banyak didatangi oleh imigran dari negara lain.
Usulan Indonesia itu akan dibahas lebih lanjut di komite khusus yang menyusun Deklarasi Bersama Sidang APPF ke-24.
Sidang APPF ke-24 berlangsung di Vancouver sejak 17-22 Januari 2016. Pada pertemuan tahun ini, dibahas tiga sektor isu: Politik dan Keamanan, Ekonomi dan Perdagangan, serta Kerjasama Kawasan Asia Pasifik.
APPF adalah forum Parlemen negara-negara Asia Pasifik yang dibentuk pada 1991 oleh 9 negara, dimana Indonesia adalah salah satu negara pendiri. Pada pertemuan ini hadir 20 delegasi negara, seperti Jepang, Australia, Malaysia, Rusia, Korea Selatan, China, Australia, dan Selandia Baru.
(hyk)