Dicopot, Eks Kajati Maluku Ngaku Jadi Korban Kesewenangan Kejaksaan
A
A
A
JAKARTA - Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Chuck Suryosumpeno menuding pencopotan dirinya merupakan bentuk ketidaksukaan pemimpin Kejaksaan Agung. Chuck dicopot dari kedudukannya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku pada Desember 2015 karena dituduh menggelapkan uang negara Rp1,9 triliun dari obligor BLBI Hendra Raharja.
Dalam tuduhan tersebut, Chuck melakukan penggelapan saat menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Khusus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi.
"Banyak petinggi kejaksaan saat ini menuduh saya menggelapkan Rp1,9 triliun uang obligor BLBI Hendra Raharja dan hanya menyetor Rp20 miliar. Salah besar saya katakan. Rp1,9 triliun itu adalah uang pengganti yang harus dibayarkan oleh Hendra, atau ahli warisnya berdasarkan putusan pidana,” terang Chuck, Sabtu (2/1/2016).
Chuck berharap, pencopotan dirinya menjadi titik balik reformasi birokrasi di tubuh kejaksaan. Karena menurutnya, banyak jaksa di Korps Adhyaksa ingin memperbaiki sistem dan bekerja secara bersih.
"Dulu jaksa-jaksa tidak bersih karena dipaksa sistem. Sekarang justru saat banyak jaksa ingin bersih-bersih dan memperbaiki sistem, malah ditumpas. Saya berharap kasus yang menimpa saya ini merupakan titik balik reformasi birokrasi yang sesungguhnya di tubuh kejaksaan," tambahnya.
Saat ini, tuding Chuck, sedang terjadi kriminalisasi terhadap jaksa di Indonesia. Selain dirinya, pencopotan juga dialami Jaksa Murtiningsih dan Jaksa Ngalimun.
"Setelah ini saya harap tidak akan ada lagi jaksa yang dihukum karena faktor like and dislike atau kesewenangan pimpinan kejaksaan. Karena sejatinya tuan dari para jaksa adalah rakyat, dan para pimpinan adalah mentornya,” tegasnya.
Chuck merupakan Kepala Satuan Petugas Khusus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi di Kejaksaan Agung. Dia mengusulkan pembentukan Satgassus pada 2010, karena melihat penanganan aset hasil kejahatan yang sangat buruk bahkan hingga saat ini.
"Terkait dengan penanganan aset hasil kejahatan di kejaksaan ini penanganannya sangat buruk. SDM juga tidak begitu memahami, sehingga akibatnya hanyak aset yang cepat selesai itu mangkrak," pungkasnya.
Dalam tuduhan tersebut, Chuck melakukan penggelapan saat menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Khusus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi.
"Banyak petinggi kejaksaan saat ini menuduh saya menggelapkan Rp1,9 triliun uang obligor BLBI Hendra Raharja dan hanya menyetor Rp20 miliar. Salah besar saya katakan. Rp1,9 triliun itu adalah uang pengganti yang harus dibayarkan oleh Hendra, atau ahli warisnya berdasarkan putusan pidana,” terang Chuck, Sabtu (2/1/2016).
Chuck berharap, pencopotan dirinya menjadi titik balik reformasi birokrasi di tubuh kejaksaan. Karena menurutnya, banyak jaksa di Korps Adhyaksa ingin memperbaiki sistem dan bekerja secara bersih.
"Dulu jaksa-jaksa tidak bersih karena dipaksa sistem. Sekarang justru saat banyak jaksa ingin bersih-bersih dan memperbaiki sistem, malah ditumpas. Saya berharap kasus yang menimpa saya ini merupakan titik balik reformasi birokrasi yang sesungguhnya di tubuh kejaksaan," tambahnya.
Saat ini, tuding Chuck, sedang terjadi kriminalisasi terhadap jaksa di Indonesia. Selain dirinya, pencopotan juga dialami Jaksa Murtiningsih dan Jaksa Ngalimun.
"Setelah ini saya harap tidak akan ada lagi jaksa yang dihukum karena faktor like and dislike atau kesewenangan pimpinan kejaksaan. Karena sejatinya tuan dari para jaksa adalah rakyat, dan para pimpinan adalah mentornya,” tegasnya.
Chuck merupakan Kepala Satuan Petugas Khusus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi di Kejaksaan Agung. Dia mengusulkan pembentukan Satgassus pada 2010, karena melihat penanganan aset hasil kejahatan yang sangat buruk bahkan hingga saat ini.
"Terkait dengan penanganan aset hasil kejahatan di kejaksaan ini penanganannya sangat buruk. SDM juga tidak begitu memahami, sehingga akibatnya hanyak aset yang cepat selesai itu mangkrak," pungkasnya.
(hyk)