DPR Kritisi Kebijakan Bebas Visa 84 Negara
A
A
A
JAKARTA - Komisi I DPR mengkritisi kebijakan bebas visa kunjungan (BVK) yang diberikan Pemerintah Indonesia kepada 84 negara. Pasalnya, pemberian BVK itu hanya didasari pada pertimbangan ekonomi semata tanpa memertimbangkan faktor lainnya yang dapat mengancam ideologi dan pertahanan dalam negeri.
"Kami bukannya tidak sepakat dengan pemberlakuan bebas visa bagi negara-negara yang potensial mendatangkan wisatawan. Tapi ini tidak boleh dijadikan alasan untuk semua negara," tandas Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya saat dihubungi Koran SINDO di Jakarta, kemarin.
Menurut Tantowi, Komisi I mencermati betul pemberian bebas visa yang dilakukan Pemerintah. Visa itu bagian dari proses awal seseorang boleh memasuki suatu negara, dan hak dari negara tersebut untuk menerima atau menolak permohonan visa tersebut.
"Di tengah kekhawatiran kita akan masuknya faham dan ideologi yang tidak sesuai dengn kita, visa bisa menjadi penangkal awal," ujar Ketua DPP Partai Golkar itu.
Karena itu Tantowi menegaskan, pemberian bebas visa oleh pemerintah Indonesia tidak boleh dilakukan atas dasar ekonomi semata. Karena ibarat rumah, dengan pemberian bebas visa maka pintu masuk ke Indonesia menjadi terbuka lebar bagi siapa saja yang mau masuk tanpa adanya penyaringan.
"Kesannya kita terlalu mudah memberikan visa. Sementara negara-negara tersebut belum tentu memberlakukan treatment yang sama ke kita," sesalnya.
Tantowi menjelaskan, sebelumnya Komisi I pernah mengigatkan pemerintah sewaktu membuat kebijakan bebas visa pada Oktober lalu. Tapi sayangnya, pemerintah tidak menggubris kritikan tersebut dan justru kembali membuat kebijakan serupa bahkan untuk 84 negara sekaligus.
"Ya begitu tanggapannya (pemerintah)," tutupnya.
Sebelumnya, pemerintah memberikan fasilitas bebas visa kunjungan (BVK) kepada 84 negara. Dengan demikian, sudah 174 negara yang mendapat fasilitas bebas visa dalam tempo tiga bulan terakhir ini. Menteri Koordinator Kemaritiman (Menko Maritim) Rizal Ramli mengatakan, penambahan jumlah negara yang memperoleh fasilitas BVK itu mulai berlaku pekan ini.
"Dengan tambahan fasilitas ini, diharapkan target kunjungan wisatawan sebesar 20 juta orang sampai 2019 dapat tercapai," ujar Rizal usai memimpin rakor di Kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta.
Rizal mengklaim, pemerintah Indonesia tetap berhati-hati dalam pemberian fasilitas bebas visa. Dengan target untuk menarik kunjungan 20 juta wisatawan dan meraih devisa US$ 20 miliar, tidak membuat pemerintah mengobral fasilitas tersebut.
Sehingga, sejumlah negara yang selama ini dikenal aktif dalam lalau lintas perdagangan narkoba dicoret dari daftar dan juga dengan negara-negara pengekspor ideologi kekerasan dan radikal.
"Pemerintah juga memberi catatan khusus bagi Australia, Brazil, dan Cina. Australia terkait kebijakan negara tersebut yang undang-undangnya melarang pemerintahnya memberikan bebas visa. Pemerintah akan mengundang Dubes Australia untuk membicarakannya secara khusus," jelasnya.
"Kami bukannya tidak sepakat dengan pemberlakuan bebas visa bagi negara-negara yang potensial mendatangkan wisatawan. Tapi ini tidak boleh dijadikan alasan untuk semua negara," tandas Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya saat dihubungi Koran SINDO di Jakarta, kemarin.
Menurut Tantowi, Komisi I mencermati betul pemberian bebas visa yang dilakukan Pemerintah. Visa itu bagian dari proses awal seseorang boleh memasuki suatu negara, dan hak dari negara tersebut untuk menerima atau menolak permohonan visa tersebut.
"Di tengah kekhawatiran kita akan masuknya faham dan ideologi yang tidak sesuai dengn kita, visa bisa menjadi penangkal awal," ujar Ketua DPP Partai Golkar itu.
Karena itu Tantowi menegaskan, pemberian bebas visa oleh pemerintah Indonesia tidak boleh dilakukan atas dasar ekonomi semata. Karena ibarat rumah, dengan pemberian bebas visa maka pintu masuk ke Indonesia menjadi terbuka lebar bagi siapa saja yang mau masuk tanpa adanya penyaringan.
"Kesannya kita terlalu mudah memberikan visa. Sementara negara-negara tersebut belum tentu memberlakukan treatment yang sama ke kita," sesalnya.
Tantowi menjelaskan, sebelumnya Komisi I pernah mengigatkan pemerintah sewaktu membuat kebijakan bebas visa pada Oktober lalu. Tapi sayangnya, pemerintah tidak menggubris kritikan tersebut dan justru kembali membuat kebijakan serupa bahkan untuk 84 negara sekaligus.
"Ya begitu tanggapannya (pemerintah)," tutupnya.
Sebelumnya, pemerintah memberikan fasilitas bebas visa kunjungan (BVK) kepada 84 negara. Dengan demikian, sudah 174 negara yang mendapat fasilitas bebas visa dalam tempo tiga bulan terakhir ini. Menteri Koordinator Kemaritiman (Menko Maritim) Rizal Ramli mengatakan, penambahan jumlah negara yang memperoleh fasilitas BVK itu mulai berlaku pekan ini.
"Dengan tambahan fasilitas ini, diharapkan target kunjungan wisatawan sebesar 20 juta orang sampai 2019 dapat tercapai," ujar Rizal usai memimpin rakor di Kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta.
Rizal mengklaim, pemerintah Indonesia tetap berhati-hati dalam pemberian fasilitas bebas visa. Dengan target untuk menarik kunjungan 20 juta wisatawan dan meraih devisa US$ 20 miliar, tidak membuat pemerintah mengobral fasilitas tersebut.
Sehingga, sejumlah negara yang selama ini dikenal aktif dalam lalau lintas perdagangan narkoba dicoret dari daftar dan juga dengan negara-negara pengekspor ideologi kekerasan dan radikal.
"Pemerintah juga memberi catatan khusus bagi Australia, Brazil, dan Cina. Australia terkait kebijakan negara tersebut yang undang-undangnya melarang pemerintahnya memberikan bebas visa. Pemerintah akan mengundang Dubes Australia untuk membicarakannya secara khusus," jelasnya.
(maf)