Artikel Broker Jokowi-Obama Dinilai Ngawur

Senin, 09 November 2015 - 00:27 WIB
Artikel Broker Jokowi-Obama Dinilai Ngawur
Artikel Broker Jokowi-Obama Dinilai Ngawur
A A A
JAKARTA - Artikel berita berjudul "Waiting in the White House Lobby" yang didasarkan pada dokumen Services Agreement antara Pareira International Pte Ltd dan R&R Partners dinilai mengada-ada. Karena dokumen yang tersebar di dunia maya itu tidak merujuk kepada Pemerintah Indonesia.

"Banyak yang tidak tepat (dalam) informasi disampaikan yang digabung dengan ilmu mencocokkan. Pertama, dalam dokumen itu tidak ada satu katapun yang merujuk pada Pemerintah Indonesia," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana dalam keterangan yang disampaikan kepada Koran Sindo dan Sindonews, Minggu (8/11/2015).

Kedua dalam dokumen itu juga, kata Hikmahanto, tidak menyebutkan adanya hubungan antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan konsultan AS yang diduga bisa melobi pemerintah AS agar bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu. Namun, Michael Buehler sebagai penulis artikel telah menyimpulkan dokumen ini seolah atas permintaan pemerintah Indonesia.

"Padahal bisa saja Pareira International Pte Ltd disewa oleh pebisnis Indonesia," pungkas Hikmahanto. (Baca: Inikah Dokumen Perjanjian Broker Pertemuan Jokowi-Obama?)

Ketidaktepatan yang ketiga mengenai rujukan terkait ruang lingkup kerja dari lobbyist (yang disebut dalam perjanjian sebagai konsultan) tidak merujuk pada pertemuan Presiden RI dengan Presiden AS.

Menurut Hikmahanto, dalam ruang lingkup perjanjian tersebut ada tiga hal, yaitu mengatur pertemuan dengan para pejabat baik di legislatif maupun pemerintah, menyampaikan isu-isu saat legislatif dan pemerintah (joint sessions) bertemu, serta mengidentifikasi dan bekerja dengan tokoh berpengaruh di AS.

"Ruang lingkup pekerjaan ini seolah berkaitan dengan kunjungan Presiden Jokowi ke AS," tuturnya.

Dia menduga, dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies (Michael Buehler) itu merangkai artikel itu dari berbagai pihak di Indonesia. "Atas dasar ini argumentasi yang hendak disampaikan adalah Presiden Jokowi tidak memegang kendali terhadap pemerintahan," ujarnya.

Sehingga yang disampaikan oleh Michael banyak spekulasi dan bertentangan dengan norma diplomasi antarnegara.

Norma diplomasi antarnegara sendiri, menurut Hikmahanto, tidak mengenal broker untuk mempertemukan kepala pemerintahan dan kepala negara. "Semua diatur melalui channel-channel diplomatik dan pemerintahan," ujarnya.

"Kedua, cerita tentang ketidakharmonisan antara Menkopolhukam dan Menlu tidak didasarkan pada analisis ilmiah melainkan gosip-gosip politik yang mungkin didapat oleh Michael dari media dan teman-temannya di Indonesia," tuturnya.

Ketiga, kata Hikmahanto, sangat prematur bila Michael mengaitkan Pareira sebagai seorang warga Singapura yang mempunyai koneksi dengan para pejabat di Indonesia, disewa oleh Pemerintah Indonesia. Karena bila melihat Services Agreement tidak ada rujukan kata Pemerintah Indonesia.

"Untuk itu Pemerintah Indonesia melalui Kedubes Indonesia di Inggris dapat meminta klarifikasi dari Michael. Klarifikasi ini bisa diminta melalui universitas dimana Michael bekerja. Ini perlu dilakukan karena dapat mempengaruhi kredibilitas universitas tersebut meski Michael mempunyai kebebasan akademik," paparnya lebih jauh.

PILIHAN:

Riset: Lima Menteri Ini Paling Dikenal Publik
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7747 seconds (0.1#10.140)