Predator Anak Tak Hanya Dikebiri, Tapi Hukum Mati
A
A
A
JAKARTA - Komisi VIII DPR mendukung adanya pemberatan hukuman terhadap predator anak atau para pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak. Tapi, opsinya tidak terbatas pada pengebirian pelaku semata. Pemberatan hukuman dinilai perlu mengingat kondisi kejahatan terhadap anak sudah sangat darurat dan memprihatinkan.
"Secara prinsip kami (Komisi VIII) setuju perlu ada pemberatan hukuman terhadap penjahat anak (pelaku kejahatan terhadap anak). Kalau kemudian Jokowi menyetujui kebiri satu hal yang kami bisa menerimanya, tapi mengapa juga tidak dipertimbangakan lebih berat," kata Anggota Komisi VIII DPR Hidayat Nur Wahid (HNW) kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 22 Oktober kemarin.
Pemberatan hukuman ini sudah berkali-kali disampaikan oleh Menteri Sosial (Mensos), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Men PPPA), dan Komnas HAM soal pemberatan hukuman itu. Dalam UU Perlindungan Anak terdapat hukuman mati bagi pelaku kejahatan terhadap anak, dan juga melibatkan anak dalam kejahatan narkoba. "Apalagi itu langsung perbuatan pencabulan, lebih dahsyat (hukumannya)," imbuh Wakil Ketua MPR itu.
Adanya alternatif hukuman yang lebih keras penting diambil kalau ternyata pemberatan hukuman dianggap belum efektif. Pemerintah dan DPR bisa melakukan segala yang memungkinkan dilakukan untuk menyelamatkan dan memberi rasa aman kepada seluruh anak Indonesia.
"Itulah kewajiban negara, sekali lagi terhadap hukuman mati itu. Kenapa itu tidak diambil?" sarannya.
Karena itu, pihaknya menyampaikan kepada Mensos dan Men PPPA untuk merevisi UU Perlindungan Anak. Agar, menghadirkan koreksi hukum terhadap kejahatan anak daripada tindakan responsif dengan membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai hukuman kebiri tapi tidak menolong selamanya.
"Saya kira peluang terbuka untuk mengajukan revisi perlindungan anak, kami mendukung. Dalam revisi ada pemberatan hukuman, tata peran KPAI yang dulu diberi peran sosialisasi maka sekarang kok hilang, tidak jelas," tutupnya.
"Secara prinsip kami (Komisi VIII) setuju perlu ada pemberatan hukuman terhadap penjahat anak (pelaku kejahatan terhadap anak). Kalau kemudian Jokowi menyetujui kebiri satu hal yang kami bisa menerimanya, tapi mengapa juga tidak dipertimbangakan lebih berat," kata Anggota Komisi VIII DPR Hidayat Nur Wahid (HNW) kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 22 Oktober kemarin.
Pemberatan hukuman ini sudah berkali-kali disampaikan oleh Menteri Sosial (Mensos), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Men PPPA), dan Komnas HAM soal pemberatan hukuman itu. Dalam UU Perlindungan Anak terdapat hukuman mati bagi pelaku kejahatan terhadap anak, dan juga melibatkan anak dalam kejahatan narkoba. "Apalagi itu langsung perbuatan pencabulan, lebih dahsyat (hukumannya)," imbuh Wakil Ketua MPR itu.
Adanya alternatif hukuman yang lebih keras penting diambil kalau ternyata pemberatan hukuman dianggap belum efektif. Pemerintah dan DPR bisa melakukan segala yang memungkinkan dilakukan untuk menyelamatkan dan memberi rasa aman kepada seluruh anak Indonesia.
"Itulah kewajiban negara, sekali lagi terhadap hukuman mati itu. Kenapa itu tidak diambil?" sarannya.
Karena itu, pihaknya menyampaikan kepada Mensos dan Men PPPA untuk merevisi UU Perlindungan Anak. Agar, menghadirkan koreksi hukum terhadap kejahatan anak daripada tindakan responsif dengan membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai hukuman kebiri tapi tidak menolong selamanya.
"Saya kira peluang terbuka untuk mengajukan revisi perlindungan anak, kami mendukung. Dalam revisi ada pemberatan hukuman, tata peran KPAI yang dulu diberi peran sosialisasi maka sekarang kok hilang, tidak jelas," tutupnya.
(hyk)