PDIP Bahas RUU Pengampunan Nasional Jadi Pengampunan Pajak
A
A
A
JAKARTA - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menggelar rapat sebelum masa sidang di DPR berakhir pada 31 Oktober 2015.
Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan, rapat tersebut membahas banyak hal, salah satunya penugasan para Anggota DPR dari Fraksi PDIP di setiap komisi.
Hendrawan mengatakan, dalam rapat tersebut juga disinggung Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Nasional. Menurutnya, setelah mendapat masukan dari banyak pihak RUU tersebut akan diganti menjadi Pengampunan Pajak.
"Setelah dapat masukan dari banyak pihak itu jadi pengampunan pajak," ujar Hendrawan usai rapat di ruang Fraksi PDIP, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR itu menuturkan, semua pasal dalam RUU Pengampunan Nasional yang mengindikasikan atau menimbulkan salah tafsir, maka akan diperbaiki.
"Pasal 10 beri indikasi semua tindak pidana dapat pengampuanan kecuali tiga. Itu diubah. Termasuk penjelasannya," ucap Hendrawan.
Menurut Anggota Komisi XI itu, draf RUU Pengampunan masih dalam perbaikan, lantaran fraksi-fraksi masih melakukan koordinasi dan menerima masukan dari banyak pihak. Sehingga draf tersebut belum dipresentasdikan namun sudah tersebar.
Ketua DPP PDIP itu juga membantah RUU Pengampunan Nasional adalah perintah dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristianto. Hendrawan mengatakan, sebagai Anggota Baleg, draf pengampuanan nasional punya banyak kelemahan dan Baleg memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki.
"Tidak (perintah Hasto). Proses perancangan undang-undang terjadi di parlemen. Boleh DPP beri arahan instruksi, tapi proses terjadi di parlemen," ucap Hendrawan.
Dalam rancangan RUU Pengampunan Nasional terdapat pasal yang dinilai akan memberikan pengampunan kepada koruptor yakni di Pasal 9 dan Pasal 10.
Pasal itu menjabarkan fasilitas apa yang akan didapat oleh orang pribadi atau badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan Nasional.
Berikut bunyinya
Pasal 9
Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (4) huruf a, memperoleh fasilitas di bidang perpajakan berupa:
a. Penghapusan Pajak Terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum undang-undang ini diundangkan yang belum diterbitkan ketetapan pajak.
b. Tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak sebelum undang-undang ini diundangkan.
c. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan sedang dilakukan pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan untuk kewajiban perpajakan sebelum undang-undang ini diundangkan, atas pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan tersebut dihentikan.
Selain fasilitas-fasilitas di bidang perpajakan, mereka juga akan diberi 'kemewahan' dalam bentuk pengampunan pidana terkait perolehan kekayaan. Aturan itu hanya tidak berlaku bagi pelaku tindak pidana teroris, narkoba, dan perdagangan manusia.
Berikut bunyi aturannya:
Pasal 10
Selain memperoleh fasilitas dibidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Orang Pribadi atau Badan juga memperoleh pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan manusia.
Di bagian Penjelasan kemudian dijabarkan bahwa banyak pelaku kejahatan yang cenderung membawa lari hasil tindak pidana ke luar negeri sebagai bentuk pencucian uang atau menjadi bagian dari kegiatan ekonomi bawah tanah di dalam negeri. Hal itu dilakukan untuk menghindari kewajiban perpajakan.
Berikut bunyi penjelasannya:
Terdapat berbagai kejahatan masa lampau yang berkaitan dengan uang/dana hasil tindak pidana, yang diduga belum selesai ditangani oleh instansi penegak hukum. Hal ini diduga karena sulitnya instansi penegak hukum membuktikan asal dan aliran dana hasil tindak pidana tersebut.
Tindak pidana tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana pembalakan liar, tindak pidana di bidang perikanan dan kelautan, tindak pidana di bidang pertambangan, tindak pidana di bidang perbankan, tindak pidana kepabeanan dan cukai, tindak pidana perjudian serta tindak pidana di bidang penanaman modal.
Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya. Sebelumnya Hendrawan Supratikno mengungkapkan, bahwa RUU tersebut tak memandang dari mana asal-usul kejahatan uang tersebut. Namun demikian yang menjadi tujuan utama adalah agar uang tersebut bisa kembali ke negara.
"Yang hasil korupsi, pelarian modal, pengemplang pajak, uangnya dilaporkan kepada otoritas keuangan dan otoritas fiskal dan dimasukkan ke Indonesia. Maka nanti diampuni," ujar Hendrawan ketika berbincang, Rabu 7 Oktober 2015.
Pilihan:
Panglima TNI Siap Kurangi 30% Jumlah Prajurit Asal Ada UU Komcad
Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan, rapat tersebut membahas banyak hal, salah satunya penugasan para Anggota DPR dari Fraksi PDIP di setiap komisi.
Hendrawan mengatakan, dalam rapat tersebut juga disinggung Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Nasional. Menurutnya, setelah mendapat masukan dari banyak pihak RUU tersebut akan diganti menjadi Pengampunan Pajak.
"Setelah dapat masukan dari banyak pihak itu jadi pengampunan pajak," ujar Hendrawan usai rapat di ruang Fraksi PDIP, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR itu menuturkan, semua pasal dalam RUU Pengampunan Nasional yang mengindikasikan atau menimbulkan salah tafsir, maka akan diperbaiki.
"Pasal 10 beri indikasi semua tindak pidana dapat pengampuanan kecuali tiga. Itu diubah. Termasuk penjelasannya," ucap Hendrawan.
Menurut Anggota Komisi XI itu, draf RUU Pengampunan masih dalam perbaikan, lantaran fraksi-fraksi masih melakukan koordinasi dan menerima masukan dari banyak pihak. Sehingga draf tersebut belum dipresentasdikan namun sudah tersebar.
Ketua DPP PDIP itu juga membantah RUU Pengampunan Nasional adalah perintah dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristianto. Hendrawan mengatakan, sebagai Anggota Baleg, draf pengampuanan nasional punya banyak kelemahan dan Baleg memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki.
"Tidak (perintah Hasto). Proses perancangan undang-undang terjadi di parlemen. Boleh DPP beri arahan instruksi, tapi proses terjadi di parlemen," ucap Hendrawan.
Dalam rancangan RUU Pengampunan Nasional terdapat pasal yang dinilai akan memberikan pengampunan kepada koruptor yakni di Pasal 9 dan Pasal 10.
Pasal itu menjabarkan fasilitas apa yang akan didapat oleh orang pribadi atau badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan Nasional.
Berikut bunyinya
Pasal 9
Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (4) huruf a, memperoleh fasilitas di bidang perpajakan berupa:
a. Penghapusan Pajak Terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum undang-undang ini diundangkan yang belum diterbitkan ketetapan pajak.
b. Tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak sebelum undang-undang ini diundangkan.
c. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan sedang dilakukan pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan untuk kewajiban perpajakan sebelum undang-undang ini diundangkan, atas pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan tersebut dihentikan.
Selain fasilitas-fasilitas di bidang perpajakan, mereka juga akan diberi 'kemewahan' dalam bentuk pengampunan pidana terkait perolehan kekayaan. Aturan itu hanya tidak berlaku bagi pelaku tindak pidana teroris, narkoba, dan perdagangan manusia.
Berikut bunyi aturannya:
Pasal 10
Selain memperoleh fasilitas dibidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Orang Pribadi atau Badan juga memperoleh pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan manusia.
Di bagian Penjelasan kemudian dijabarkan bahwa banyak pelaku kejahatan yang cenderung membawa lari hasil tindak pidana ke luar negeri sebagai bentuk pencucian uang atau menjadi bagian dari kegiatan ekonomi bawah tanah di dalam negeri. Hal itu dilakukan untuk menghindari kewajiban perpajakan.
Berikut bunyi penjelasannya:
Terdapat berbagai kejahatan masa lampau yang berkaitan dengan uang/dana hasil tindak pidana, yang diduga belum selesai ditangani oleh instansi penegak hukum. Hal ini diduga karena sulitnya instansi penegak hukum membuktikan asal dan aliran dana hasil tindak pidana tersebut.
Tindak pidana tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana pembalakan liar, tindak pidana di bidang perikanan dan kelautan, tindak pidana di bidang pertambangan, tindak pidana di bidang perbankan, tindak pidana kepabeanan dan cukai, tindak pidana perjudian serta tindak pidana di bidang penanaman modal.
Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya. Sebelumnya Hendrawan Supratikno mengungkapkan, bahwa RUU tersebut tak memandang dari mana asal-usul kejahatan uang tersebut. Namun demikian yang menjadi tujuan utama adalah agar uang tersebut bisa kembali ke negara.
"Yang hasil korupsi, pelarian modal, pengemplang pajak, uangnya dilaporkan kepada otoritas keuangan dan otoritas fiskal dan dimasukkan ke Indonesia. Maka nanti diampuni," ujar Hendrawan ketika berbincang, Rabu 7 Oktober 2015.
Pilihan:
Panglima TNI Siap Kurangi 30% Jumlah Prajurit Asal Ada UU Komcad
(maf)