Adnan Buyung Nasution Masuk 100 Tokoh Paling Berpengaruh
A
A
A
ADNAN BUYUNG NASUTION merupakan segelintir praktisi hukum Indonesia yang masuk 100 tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia abad 20, karena kepeduliannya terhadap rakyat kecil.
Dalam buku 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia Abad 20, Adnan Buyung Nasution masuk dalam urutan ke-5 tokoh paling berpengaruh di bawah Adam Malik dan di atas Agus Salim.
Adnan Buyung Nasution lahir di Jakarta, pada 20 Juli 1934, saat Pemerintah Kolonial Hindia Belanda masih bercokol di Indonesia. Ayahnya adalah pejuang kemerdekaan Indonesia yang bernama R Rachmad Nasution, wartawan yang pernah memimpin LKBN Antara, dan Direktur Times of Indonesia, serta pernah menjadi Ketua Umum Serikat Pekerja Suratkabar (SPS).
Ibunya bernama Ramlah Dongur Lubis. Pada masa Agresi Militer Belanda II, tahun 1947, seluruh harta keluarganya dirampok tentara Belanda hingga tidak ada yang tersisa. Untuk bertahan hidup, Ramlah menjual cendol di Pasar Kranggan, Yogyakarta.
Saat duduk di bangku SMP, Adnan Buyung Nasution sudah aktif berpolitik. Darah pejuang ayahnya telah mengalir pada dirinya. Dia pernah bergabung dengan gerakan pelajar dalam menentang pembukaan sekolah NICA di Yogyakarta.
Adnan Buyung Nasution pernah sekolah di Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta. Di Bandung, dia kuliah mengambil jurusan Teknik Sipil ITB. Di sini, dia hanya bertahan setahun dan keluar dengan alasan bosan disuruh menggambar batu saat kuliah.
Keluar dari ITB, Adnan Buyung Nasution pindah ke Yogyakarta. Dia kuliah di UGM mengambil jurusan Hukum, Ekonomi, dan Sosial Politik. Sama dengan di ITB, kuliah Adnan Buyung Nasution tidak sampai tamat di UGM. Namun, ilmu hukum telah mempengaruhi hidupnya. Keluar dari ITB, dia meneruskan pendidikan tingginya di Universitas Indonesia (UI).
Saat kuliah di UI, Nasution sempat menyambi kerja sebagai jaksa dan Kepala Hubungan Masyarakat Kejaksaan Negeri Istimewa Jakarta. Pengalamannya sebagai jaksa ternyata membekas dalam kehidupan Nasution kemudian hari.
Dia berhenti menjadi jaksa, pada tahun 1968, dan sejak itu mulai intens dalam misi advokasi rakyat. Dia lalu mendirikan Adnan Buyung Nasution dan Associates pada tahun 1969. Sebelumnya, dia pernah mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar dibentuk Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI). Namun, usul itu ditolak karena dinilai terlalu liberal dan anti-Manipol.
Meski dilarang, Adnan Buyung Nasution jalan terus. Karena aktivitasnya inilah, dia akhirnya ditahan Orde Lama, dan Orde Baru di kemudian hari, pada tahun 1974. Izin advokatnya dicabut, dan kantornya gulung tikar gara-gara membela HR Dharsono.
Akibat kasus HR Dharsono itu lahir SKB Ketua Mahkamah Agung RI No KMA/005/SKB/VII/1987, No M.03-PR.08.95 tahun 1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan, dan Pembelaan Diri Penasehat Hukum yang secara signifikan mereduksi kemandirian advokat dengan mensubordinatkan advokat berikut organisasinya terhadap pengadilan dan pemerintah.
Menjadi tahanan Orde Lama dan Orde Baru tidak membuatnya kapok berkarir di LBH. Setelah menuntaskan program doktornya di Universitas Utrecht Belanda, pada tahun 1992, dia kembali melanjutkan aktivitasnya di LBH. Tetapi, dia malah disingkirkan dari YLBHI karena bersikeras menjadi anggota Tim Advokasi Perwira TNI yang sedang diperiksa oleh KPP-HAM.
Bisa dibilang, sejak itu arah politik hukum Adnan Buyung Nasution telah berubah dan banyak tidak sejalan dengan teman-temannya. Namun begitu, dia tetap dikenang sebagai peletak dasar kesetaraan hukum bagi rakyat miskin.
Atas prakarsanya LBH di Indonesia bisa terbentuk, melalui Kongres Peradin III tahun 1969. Pembentukan LBH itu mendapat sambutan hangat praktisi hukum di Indonesia, dan diikuti dengan didirikannya LBH-LBH di seluruh Indonesia. Banyaknya LBH memaksa pendirikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang bertujuan untuk mengorganisir LBH-LBH yang ada.
Kini, Adnan Buyung Nasution tutup usia. Dia meninggal sekira pukul 10.15 WIB, di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan. Adnan wafat setelah mengalami gangguan jantung. Selamat jalan Bung!
Sumber tulisan:
100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Biografi Singkat 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia di Abad 20, Disusun oleh Floriberta Aning S, Penerbit Narasi, September 2007.
Gunawan S, Sejarah Singkat Kedudukan Advokat di Indonesia, Studi tentang Kajian Historis Yuridis, dikutip dalam laman: http://dokumen.tips.
Sejarah Lembaga Bantuan Hukum, dikutip dalam laman:www.advosolo.wordpress.com.
Dalam buku 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia Abad 20, Adnan Buyung Nasution masuk dalam urutan ke-5 tokoh paling berpengaruh di bawah Adam Malik dan di atas Agus Salim.
Adnan Buyung Nasution lahir di Jakarta, pada 20 Juli 1934, saat Pemerintah Kolonial Hindia Belanda masih bercokol di Indonesia. Ayahnya adalah pejuang kemerdekaan Indonesia yang bernama R Rachmad Nasution, wartawan yang pernah memimpin LKBN Antara, dan Direktur Times of Indonesia, serta pernah menjadi Ketua Umum Serikat Pekerja Suratkabar (SPS).
Ibunya bernama Ramlah Dongur Lubis. Pada masa Agresi Militer Belanda II, tahun 1947, seluruh harta keluarganya dirampok tentara Belanda hingga tidak ada yang tersisa. Untuk bertahan hidup, Ramlah menjual cendol di Pasar Kranggan, Yogyakarta.
Saat duduk di bangku SMP, Adnan Buyung Nasution sudah aktif berpolitik. Darah pejuang ayahnya telah mengalir pada dirinya. Dia pernah bergabung dengan gerakan pelajar dalam menentang pembukaan sekolah NICA di Yogyakarta.
Adnan Buyung Nasution pernah sekolah di Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta. Di Bandung, dia kuliah mengambil jurusan Teknik Sipil ITB. Di sini, dia hanya bertahan setahun dan keluar dengan alasan bosan disuruh menggambar batu saat kuliah.
Keluar dari ITB, Adnan Buyung Nasution pindah ke Yogyakarta. Dia kuliah di UGM mengambil jurusan Hukum, Ekonomi, dan Sosial Politik. Sama dengan di ITB, kuliah Adnan Buyung Nasution tidak sampai tamat di UGM. Namun, ilmu hukum telah mempengaruhi hidupnya. Keluar dari ITB, dia meneruskan pendidikan tingginya di Universitas Indonesia (UI).
Saat kuliah di UI, Nasution sempat menyambi kerja sebagai jaksa dan Kepala Hubungan Masyarakat Kejaksaan Negeri Istimewa Jakarta. Pengalamannya sebagai jaksa ternyata membekas dalam kehidupan Nasution kemudian hari.
Dia berhenti menjadi jaksa, pada tahun 1968, dan sejak itu mulai intens dalam misi advokasi rakyat. Dia lalu mendirikan Adnan Buyung Nasution dan Associates pada tahun 1969. Sebelumnya, dia pernah mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar dibentuk Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI). Namun, usul itu ditolak karena dinilai terlalu liberal dan anti-Manipol.
Meski dilarang, Adnan Buyung Nasution jalan terus. Karena aktivitasnya inilah, dia akhirnya ditahan Orde Lama, dan Orde Baru di kemudian hari, pada tahun 1974. Izin advokatnya dicabut, dan kantornya gulung tikar gara-gara membela HR Dharsono.
Akibat kasus HR Dharsono itu lahir SKB Ketua Mahkamah Agung RI No KMA/005/SKB/VII/1987, No M.03-PR.08.95 tahun 1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan, dan Pembelaan Diri Penasehat Hukum yang secara signifikan mereduksi kemandirian advokat dengan mensubordinatkan advokat berikut organisasinya terhadap pengadilan dan pemerintah.
Menjadi tahanan Orde Lama dan Orde Baru tidak membuatnya kapok berkarir di LBH. Setelah menuntaskan program doktornya di Universitas Utrecht Belanda, pada tahun 1992, dia kembali melanjutkan aktivitasnya di LBH. Tetapi, dia malah disingkirkan dari YLBHI karena bersikeras menjadi anggota Tim Advokasi Perwira TNI yang sedang diperiksa oleh KPP-HAM.
Bisa dibilang, sejak itu arah politik hukum Adnan Buyung Nasution telah berubah dan banyak tidak sejalan dengan teman-temannya. Namun begitu, dia tetap dikenang sebagai peletak dasar kesetaraan hukum bagi rakyat miskin.
Atas prakarsanya LBH di Indonesia bisa terbentuk, melalui Kongres Peradin III tahun 1969. Pembentukan LBH itu mendapat sambutan hangat praktisi hukum di Indonesia, dan diikuti dengan didirikannya LBH-LBH di seluruh Indonesia. Banyaknya LBH memaksa pendirikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang bertujuan untuk mengorganisir LBH-LBH yang ada.
Kini, Adnan Buyung Nasution tutup usia. Dia meninggal sekira pukul 10.15 WIB, di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan. Adnan wafat setelah mengalami gangguan jantung. Selamat jalan Bung!
Sumber tulisan:
100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Biografi Singkat 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia di Abad 20, Disusun oleh Floriberta Aning S, Penerbit Narasi, September 2007.
Gunawan S, Sejarah Singkat Kedudukan Advokat di Indonesia, Studi tentang Kajian Historis Yuridis, dikutip dalam laman: http://dokumen.tips.
Sejarah Lembaga Bantuan Hukum, dikutip dalam laman:www.advosolo.wordpress.com.
(san)