Pemerintah Pertimbangkan Gugat Binladin Group
A
A
A
MEKKAH - Pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk melakukan gugatan kepada kontraktor proyek perluasan Masjidilharam, Binladin Group yang dinilai bertanggung jawab terhadap musibah ambruknya crane pada Jumat (11/9/2015).
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, peluang untuk mengajukan tuntutan atau gugatan dalam kasus ini sesuai dengan peraturan yang berlaku di Arab Saudi. Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa perusahaan atau pihak tertentu yang melakukan keteledoran dan mengakibatkan korban luka atau korban jiwa dapat dituntut secara khusus.
"Ini bagian yang harus didalami terkait dengan peraturan yang berlaku di Arab Saudi," katanya kepada wartawan di Mekkah, Kamis (17/9/2015) malam.
Pemerintah Arab Saudi sendiri telah menangguhkan perusahaan konstruksi Binladin Grup dari kontrak baru karena musibah ambruknya crane raksasa yang menewaskan 107 orang dan ratusan orang terluka. Dari jumlah tersebut, tercacat 11 jamaah haji Indonesia meninggal dunia dan 42 lainnya mengalami luka-luka.
Sementara itu, Menag akhirnya memastikan seluruh jamaah haji Indonesia yang menjadi korban crane ambruk akan mendapatkan santunan dari Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia.
"Raja Salman sebagai Khadim al Haramain (pelayan dua Tanah Suci) telah memerintahkan agar keluarga korban jiwa dan korban luka mendapatkan santunan," kata Lukman, Kamis (17/9/2015) malam.
Dia menjelaskan, bantuan yang telah terkonfirmasi yaitu kepada ahli waris korban jiwa akan mendapatkan 1 juta riyal (sekitar Rp3,8 miliar), korban luka yang mengalami cacat fisik mendapatkan santunan 1 juta riyal.
"Sedangkan korban lainnya diberi santunan 500.000 riyal (sekitar Rp 1,9 miliar," ungkapnya.
Sedangkan mengenai bantuan dalam bentuk lainnya, Lukman menyatakan belum bisa memastikannya. Sebelumnya, dikabarkan bahwa dua anggota keluarga korban yang meninggal akan diundang untuk naik haji pada tahun depan. Sedangkan korban luka yang tak bisa melaksanakan ibadah haji bakal kembali diundang naik haji.
"Yang sudah bisa dikonfirmasi melalui kantor perwakilan adalah santunan sebagaimana yang saya sebutkan," jelasnya.
Untuk mengawal proses pencairannya, Kemenag dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Arab Saudi terus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dan Kantor Diwan Malaki untuk memproses realisasi santunan tersebut.
"Kita berharap dalam waktu tidak terlalu lama, santunan itu dapat direalisasikan. Saya pikir ini perkembangan yang memberikan kejelasan bagi ahli waris korban jiwa dan korban luka," tandas Lukman.
Guna memastikan santunan sampai ke tangan ahli waris, Kemenag sedang menginventarisir keseluruhan jumlah korban untuk selanjutnya diajukan ke Pemerintah Arab Saudi. Keluarga korban pun sudah dihubungi.
"Saya berharap keluarga ahli waris korban dalam waktu ke depan bisa menahan diri dan menyerahkan seluruhnya ke Pemerintah Indonesia," pintanya.
Menag mengimbau agar ahli waris dan keluarga korban tidak melayani siapa pun yang mencoba memanfaatkan bantuan atau santunan dengan mengatasnamakan pihak-pihak tertentu. Karena itu, informasi dan komunikasi terkait proses pencairan santunan ini hanya bisa dilakukan oleh Kemenag dan Kemenlu.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, peluang untuk mengajukan tuntutan atau gugatan dalam kasus ini sesuai dengan peraturan yang berlaku di Arab Saudi. Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa perusahaan atau pihak tertentu yang melakukan keteledoran dan mengakibatkan korban luka atau korban jiwa dapat dituntut secara khusus.
"Ini bagian yang harus didalami terkait dengan peraturan yang berlaku di Arab Saudi," katanya kepada wartawan di Mekkah, Kamis (17/9/2015) malam.
Pemerintah Arab Saudi sendiri telah menangguhkan perusahaan konstruksi Binladin Grup dari kontrak baru karena musibah ambruknya crane raksasa yang menewaskan 107 orang dan ratusan orang terluka. Dari jumlah tersebut, tercacat 11 jamaah haji Indonesia meninggal dunia dan 42 lainnya mengalami luka-luka.
Sementara itu, Menag akhirnya memastikan seluruh jamaah haji Indonesia yang menjadi korban crane ambruk akan mendapatkan santunan dari Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia.
"Raja Salman sebagai Khadim al Haramain (pelayan dua Tanah Suci) telah memerintahkan agar keluarga korban jiwa dan korban luka mendapatkan santunan," kata Lukman, Kamis (17/9/2015) malam.
Dia menjelaskan, bantuan yang telah terkonfirmasi yaitu kepada ahli waris korban jiwa akan mendapatkan 1 juta riyal (sekitar Rp3,8 miliar), korban luka yang mengalami cacat fisik mendapatkan santunan 1 juta riyal.
"Sedangkan korban lainnya diberi santunan 500.000 riyal (sekitar Rp 1,9 miliar," ungkapnya.
Sedangkan mengenai bantuan dalam bentuk lainnya, Lukman menyatakan belum bisa memastikannya. Sebelumnya, dikabarkan bahwa dua anggota keluarga korban yang meninggal akan diundang untuk naik haji pada tahun depan. Sedangkan korban luka yang tak bisa melaksanakan ibadah haji bakal kembali diundang naik haji.
"Yang sudah bisa dikonfirmasi melalui kantor perwakilan adalah santunan sebagaimana yang saya sebutkan," jelasnya.
Untuk mengawal proses pencairannya, Kemenag dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Arab Saudi terus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dan Kantor Diwan Malaki untuk memproses realisasi santunan tersebut.
"Kita berharap dalam waktu tidak terlalu lama, santunan itu dapat direalisasikan. Saya pikir ini perkembangan yang memberikan kejelasan bagi ahli waris korban jiwa dan korban luka," tandas Lukman.
Guna memastikan santunan sampai ke tangan ahli waris, Kemenag sedang menginventarisir keseluruhan jumlah korban untuk selanjutnya diajukan ke Pemerintah Arab Saudi. Keluarga korban pun sudah dihubungi.
"Saya berharap keluarga ahli waris korban dalam waktu ke depan bisa menahan diri dan menyerahkan seluruhnya ke Pemerintah Indonesia," pintanya.
Menag mengimbau agar ahli waris dan keluarga korban tidak melayani siapa pun yang mencoba memanfaatkan bantuan atau santunan dengan mengatasnamakan pihak-pihak tertentu. Karena itu, informasi dan komunikasi terkait proses pencairan santunan ini hanya bisa dilakukan oleh Kemenag dan Kemenlu.
(zik)