Verifikasi Honorer Harus Diperketat
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta memperketat verifikasi tenaga honorer yang akan diangkat menjadi PNS. Sebab dicurigai banyak oknum pejabat yang melakukan nepotisme sehingga data tenaga honorer terus membengkak.
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy meminta Menteri Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi agar jeli dalam memverifikasi tenaga honorer untuk menghindari munculnya nama-nama yang sebelumnya tidak memenuhi persyaratan untuk diangkat.
”Tentang syarat verifikasi kami setuju untuk menghindari nama baru yang sebenarnya tidak masuk dalam sisa K1 dan K2 yang jumlahnya 440.000 orang,” katanya kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Komisi II DPR juga tidak setuju dengan adanya syarat persetujuan dari pemerintah daerah (pemda).
Sebab banyak kepala daerah yang memberikan persetujuan secara subjektif dan berpihak dengan mendasarkan persetujuan pada suka dan tidak suka secara personal. Menpan-RB diharapkan memilikimekanismeyangpada intinya kepala daerah tidak diberi peluang untuk menolak atau mengusulkan nama baru. Menurut dia, sumber masalah selama ini salah satunya adalah kepala daerah yang aneh-aneh.
Lukman menegaskan tidak setuju dengan adanya ide untuk dilakukan seleksi kembali para tenaga honorer itu kecuali dilakukan untuk tujuan internal guna melihat prioritas dalam tahapan pemenuhan pengangkatan. ”Misalnya seleksi hanya pada unsur umur dan masa pengabdian,” imbuhnya.
Selain itu, DPR menyetujui pengangkatan tenaga honorer inidilakukansecara bertahapkarena disadari kemampuan keuangan negara memang tidak memadai. Namun hal ini harus ada klarifikasi dahulu dari Menteri Keuangan (Menkeu).
Komisi II DPR mengusulkan adanya forum segitiga antara Komisi II, Menpan-RB, dan Menkeu guna membahas tenaga honorer. ”Jika kemampuan keuangan negara hanya bisa empat tahap, DPR tidak keberatan. Tapi kalau kemampuan keuangan ternyata cukup, diharapkan pada 2016 masalah tenaga honorer sudah selesai semuanya,” pungkas dia.
Hal senada dikatakan anggota Komisi II DPR Luthfy Andi Mutty. Menurut dia, Dewan sudah berkali-kali menawarkan solusinya harus diverifikasi secara ketat. ”Kalau yang bersangkutan memang tenaga honorer yang ditetapkan oleh pemerintah sebelum tahun 2005, oke kita angkat dia,” katanya.
Permintaan untuk memperketat proses verifikasi tenaga honorer bukan tanpa alasan. Dia melihat ada banyak tenaga honorer yang tercecer dan tidak diangkat menjadi PNS. Karena itu, dia mencurigai ada oknum pejabat di pemda dan kementerian/ lembaga yang melihat ini sebagai peluang untuk mengangkat kerabat, keluarga, dan kroninya menjadi PNS dengan cara mudah. ”Jangan sampai ada tenaga honorer karena dibuatkan SK (surat keputusan) siluman. Yang betul-betul berhak dan memenuhi syarat harus diangkat,” tegasnya.
Menurut Luthfy, persoalan tenaga honorer itu sudah ada sejaklama, tapi tidak pernah terjadi gonjang-ganjing seriuh kali ini. Ini terjadi akibat inkonsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan yang dibuat sendiri.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (15/9), Menpan- RB Yuddy Chrisnandi mengatakan pengangkatan tenaga honorer K2 baru bisa dilakukan secara bertahap mulai 2016 hingga 2019. Sebab pada tahun ini ada moratorium pengangkatan CPNS.
Kiswondari/ Rahmat sahid
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy meminta Menteri Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi agar jeli dalam memverifikasi tenaga honorer untuk menghindari munculnya nama-nama yang sebelumnya tidak memenuhi persyaratan untuk diangkat.
”Tentang syarat verifikasi kami setuju untuk menghindari nama baru yang sebenarnya tidak masuk dalam sisa K1 dan K2 yang jumlahnya 440.000 orang,” katanya kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Komisi II DPR juga tidak setuju dengan adanya syarat persetujuan dari pemerintah daerah (pemda).
Sebab banyak kepala daerah yang memberikan persetujuan secara subjektif dan berpihak dengan mendasarkan persetujuan pada suka dan tidak suka secara personal. Menpan-RB diharapkan memilikimekanismeyangpada intinya kepala daerah tidak diberi peluang untuk menolak atau mengusulkan nama baru. Menurut dia, sumber masalah selama ini salah satunya adalah kepala daerah yang aneh-aneh.
Lukman menegaskan tidak setuju dengan adanya ide untuk dilakukan seleksi kembali para tenaga honorer itu kecuali dilakukan untuk tujuan internal guna melihat prioritas dalam tahapan pemenuhan pengangkatan. ”Misalnya seleksi hanya pada unsur umur dan masa pengabdian,” imbuhnya.
Selain itu, DPR menyetujui pengangkatan tenaga honorer inidilakukansecara bertahapkarena disadari kemampuan keuangan negara memang tidak memadai. Namun hal ini harus ada klarifikasi dahulu dari Menteri Keuangan (Menkeu).
Komisi II DPR mengusulkan adanya forum segitiga antara Komisi II, Menpan-RB, dan Menkeu guna membahas tenaga honorer. ”Jika kemampuan keuangan negara hanya bisa empat tahap, DPR tidak keberatan. Tapi kalau kemampuan keuangan ternyata cukup, diharapkan pada 2016 masalah tenaga honorer sudah selesai semuanya,” pungkas dia.
Hal senada dikatakan anggota Komisi II DPR Luthfy Andi Mutty. Menurut dia, Dewan sudah berkali-kali menawarkan solusinya harus diverifikasi secara ketat. ”Kalau yang bersangkutan memang tenaga honorer yang ditetapkan oleh pemerintah sebelum tahun 2005, oke kita angkat dia,” katanya.
Permintaan untuk memperketat proses verifikasi tenaga honorer bukan tanpa alasan. Dia melihat ada banyak tenaga honorer yang tercecer dan tidak diangkat menjadi PNS. Karena itu, dia mencurigai ada oknum pejabat di pemda dan kementerian/ lembaga yang melihat ini sebagai peluang untuk mengangkat kerabat, keluarga, dan kroninya menjadi PNS dengan cara mudah. ”Jangan sampai ada tenaga honorer karena dibuatkan SK (surat keputusan) siluman. Yang betul-betul berhak dan memenuhi syarat harus diangkat,” tegasnya.
Menurut Luthfy, persoalan tenaga honorer itu sudah ada sejaklama, tapi tidak pernah terjadi gonjang-ganjing seriuh kali ini. Ini terjadi akibat inkonsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan yang dibuat sendiri.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (15/9), Menpan- RB Yuddy Chrisnandi mengatakan pengangkatan tenaga honorer K2 baru bisa dilakukan secara bertahap mulai 2016 hingga 2019. Sebab pada tahun ini ada moratorium pengangkatan CPNS.
Kiswondari/ Rahmat sahid
(ftr)