WNI Korban Crane di Mekkah Jadi 11 Orang
A
A
A
MEKKAH - Jamaah haji Indonesia yang menjadi korban meninggal dunia musibah crane ambruk di Masjidilharam, Mekkah, bertambah.
Korban ke -11 adalah Darwis Rahim Cogge asal kloter 18 Embarkasi Ujungpandang (UPG) yang mengembuskan napas terakhir pada pukul 11.00 waktu Arab Saudi (WAS) kemarin. Darwis merupakan warga Desa Sallassae, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah Arsyad Hidayat menjelaskan, kepastian kematian Darwis diperoleh setelah pihaknya mengajak keluarga almarhum melakukan pengecekan secara bersama-sama ke tempat penyimpanan jenazah di Al-Muasyim. Selanjutnya keluarga melaku kan pengecekan ciri-ciri fisik dan wajahnya.
Ternyata memang benar jenazah tersebut Darwis Rahim Cogge. ”Setelah keluarga memastikan jenazah itu adalah kerabatnya, kementerian baru berani merilisnya ke umum,” ujar Arsyad. Dia menambahkan, Darwis merupakan salah satu jamaah yang dilaporkan hilang sejak peristiwa crane roboh di Masjidilharam pada Jumat (11/9) sore.
Arsyad mengakui, banyak korban jiwa dari musibah crane ambruk tersebut tidak bisa dikenali lagi, termasuk sejumlah korban dari Indonesia. Karena itu, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi melibatkan keluarga korban untuk mengenali jenazah kerabatnya yang diduga meninggal. ”Kejadian tersebut adalah crane jatuh dengan ukuran yang besar sekali, karena itu ada jenazah yang sebagian tidak utuh lagi,” urai Arsyad.
Untuk jenazah yang tidak utuh, PPIH akan melakukan komunikasi dengan pihak keluarga untuk pengambilan sampel DNA. Pencocokan ini guna memastikan nama korban yang meninggal untuk pembuatan surat kematian atau certificate of death (COD). ”Ini salah satu upaya kami karena tidak tertutup kemungkinan ada jenazah( jamaah Indonesia) lainnya yang sudah tidak utuh,” ujar Arsyad.
Almarhum Darwis diketahui berangkat ke Tanah Suci bersama istrinya, Erniaty, dan beberapa keluarga lainnya dari Desa Salassae. Mereka tergabung dalam kloter 18 Bulukumba dan Kabupaten Luwu. Bahkan, Muh Darwis adalah ketua regu 2 rombongan 7.
Adik ipar korban, Aditya, menceritakan awal peristiwa ini terjadi saat Darwis dan istri serta beberapa jamaah baru saja melaksanakan ibadah salat asar di Masjidilharam. Saat mereka masih memanjatkan doa, tibatiba crane roboh akibat badai sehingga mengenai bagian kepalanya. Istri korban dan jamaah lain juga sempat terkena, hanya masih selamat. ”Ada beberapa orang bersama Pak Darwis, termasuk istri dan jamaah lain, tapi masih selamat,” jelasnya.
Kepala Tata Usaha (KTU) Kemenag Bulukumba Muh Yunus menambahkan, tim pencari jenazah Darwis melibatkan istri korban, Erniaty. Mereka menyisir semua rumah sakit yang terdapat korban jatuhnya alat berat rekonstruksi. Dari lima korban yang belum teridentifikasi, Darwis salah satu di antaranya. ”Tidak ada identitas lain seperti tas dan gelang yang ada pada jasadnya. Tapi ini dikuatkan dengan pengakuan istrinya yang mengenali korban,” katanya.
Dia menyebutkan, korban pertama kali ditemukan petugas maktab, kemudian dilaporkan ke Daker Mekkah lalu disampaikan ke kloter 18. Kejadian ini merupakan duka nasional, bukan hanya keluarga yang bersedih, tetapi masyarakat Indonesia juga turut merasakan kehilangan jamaah. ”Kita merasa kehilangan dan ini duka nasional,” tandasnya.
Syamsir
Korban ke -11 adalah Darwis Rahim Cogge asal kloter 18 Embarkasi Ujungpandang (UPG) yang mengembuskan napas terakhir pada pukul 11.00 waktu Arab Saudi (WAS) kemarin. Darwis merupakan warga Desa Sallassae, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah Arsyad Hidayat menjelaskan, kepastian kematian Darwis diperoleh setelah pihaknya mengajak keluarga almarhum melakukan pengecekan secara bersama-sama ke tempat penyimpanan jenazah di Al-Muasyim. Selanjutnya keluarga melaku kan pengecekan ciri-ciri fisik dan wajahnya.
Ternyata memang benar jenazah tersebut Darwis Rahim Cogge. ”Setelah keluarga memastikan jenazah itu adalah kerabatnya, kementerian baru berani merilisnya ke umum,” ujar Arsyad. Dia menambahkan, Darwis merupakan salah satu jamaah yang dilaporkan hilang sejak peristiwa crane roboh di Masjidilharam pada Jumat (11/9) sore.
Arsyad mengakui, banyak korban jiwa dari musibah crane ambruk tersebut tidak bisa dikenali lagi, termasuk sejumlah korban dari Indonesia. Karena itu, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi melibatkan keluarga korban untuk mengenali jenazah kerabatnya yang diduga meninggal. ”Kejadian tersebut adalah crane jatuh dengan ukuran yang besar sekali, karena itu ada jenazah yang sebagian tidak utuh lagi,” urai Arsyad.
Untuk jenazah yang tidak utuh, PPIH akan melakukan komunikasi dengan pihak keluarga untuk pengambilan sampel DNA. Pencocokan ini guna memastikan nama korban yang meninggal untuk pembuatan surat kematian atau certificate of death (COD). ”Ini salah satu upaya kami karena tidak tertutup kemungkinan ada jenazah( jamaah Indonesia) lainnya yang sudah tidak utuh,” ujar Arsyad.
Almarhum Darwis diketahui berangkat ke Tanah Suci bersama istrinya, Erniaty, dan beberapa keluarga lainnya dari Desa Salassae. Mereka tergabung dalam kloter 18 Bulukumba dan Kabupaten Luwu. Bahkan, Muh Darwis adalah ketua regu 2 rombongan 7.
Adik ipar korban, Aditya, menceritakan awal peristiwa ini terjadi saat Darwis dan istri serta beberapa jamaah baru saja melaksanakan ibadah salat asar di Masjidilharam. Saat mereka masih memanjatkan doa, tibatiba crane roboh akibat badai sehingga mengenai bagian kepalanya. Istri korban dan jamaah lain juga sempat terkena, hanya masih selamat. ”Ada beberapa orang bersama Pak Darwis, termasuk istri dan jamaah lain, tapi masih selamat,” jelasnya.
Kepala Tata Usaha (KTU) Kemenag Bulukumba Muh Yunus menambahkan, tim pencari jenazah Darwis melibatkan istri korban, Erniaty. Mereka menyisir semua rumah sakit yang terdapat korban jatuhnya alat berat rekonstruksi. Dari lima korban yang belum teridentifikasi, Darwis salah satu di antaranya. ”Tidak ada identitas lain seperti tas dan gelang yang ada pada jasadnya. Tapi ini dikuatkan dengan pengakuan istrinya yang mengenali korban,” katanya.
Dia menyebutkan, korban pertama kali ditemukan petugas maktab, kemudian dilaporkan ke Daker Mekkah lalu disampaikan ke kloter 18. Kejadian ini merupakan duka nasional, bukan hanya keluarga yang bersedih, tetapi masyarakat Indonesia juga turut merasakan kehilangan jamaah. ”Kita merasa kehilangan dan ini duka nasional,” tandasnya.
Syamsir
(ftr)