BNPT: 330 Orang Berpotensi Jadi Teroris

Selasa, 15 September 2015 - 11:13 WIB
BNPT: 330 Orang Berpotensi...
BNPT: 330 Orang Berpotensi Jadi Teroris
A A A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merilis ada 330 orang yang berpotensi menjadi teroris baru. Datanya sudah disampaikan BNPT kepada kementerian/ lembaga terkait untuk diarahkan secara simultan agar mengubah mindset radikal orang-orang tersebut.

Selain itu, ada pula 220 orang yang berstatus terduga dan terpidana teroris di 18 lembaga pemasyarakatan (lapas) di 10 provinsi yang disampaikan ke pengamat fungsi intelijen. Mereka harus dimonitor dan diambil langkah-langkah tertentu agar bisa kembali ke pangkuan NKRI.

”Umar Patek di Lapas Porong dan lima teroris asal Ambon sudah menyatakan kembali ke NKRI. Umar Patek sudah menyatakan pada 23 Mei 2015. Baik TNI, Polri, intelijen, maupun BAIS kami arahkan untuk memonitor ke-220 orang itu,” kata Kepala BNPT Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Saud Usman Nasution dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.

Saat ini ada sekitar 680-an orang bekas teroris yang sudah menjalani hukuman dan berada di luar penjara. Data ini sudah disampaikan ke pengembang fungsi intelijen, agar orang-orang tersebut dipantau apakah masih radikal atau sudah lebih baik. Pengembang fungsi intelijen bisa berupaya agar bagaimana mantan terpidana teroris bisa menjadi warga negara yang baik.

Keseluruhan data tersebut diserahkan ke bagian Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), berkaitan dengan pemberian paspor maupun visa ke luar negeri. Data itu bisa dijadikan bahan pertimbangan sebelum dua dokumen tersebut dikeluarkan.

Bagi Kementerian Luar Negeri, data tersebut berguna untuk mengantisipasi modus warga negara yang bergabung dengan kelompok radikal di luar negeri. Mantan kepala Polda Sumatera Selatan ini mengungkapkan, dalam penanganan dan penanggulangan terorisme BNPT melakukan lima langkah.

Pencegahan, penindakan, perlindungan, deradikalisasi, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional. ”Misalnya, dalam lembaga pemasyarakatan kita punya kegiatan terhadap teroris dan juga kepada yang potensi menjadi teroris, yaitu di luar lembaga pemasyarakatan. Ada yang potensial menjadi teroris, keluarga (dari terduga teroris) kemudian juga anak-anaknya, pendukungnya, dan simpatisannya. Kami data ada sekitar 330 orang,” imbuhnya.

Rapat ini sebenarnya membahas terkait penggunaan anggaran BNPT 2015 dan rencana pagu anggaran BNPT serta penambahannya pada 2016. Dalam rapat ini seluruh fraksi menyimpulkan dan menyepakati untuk memberikan rekomendasi dukungan ke Badan Anggaran (Banggar) agar menambah anggaran BNPT dari Rp311,780 miliar di 2015 menjadi Rp331,914 miliar pada 2016.

Bila ditambah dengan anggaran pembangunan gedung BNPT, totalnya menjadi Rp986 miliar. ”Kami minta surat resmi dari Kepala BNPT yang menyebutkan kebutuhan dana secara riil. Nanti surat itu kami rujukkan kepada fraksi-fraksi untuk bisa menjadi prioritas dalam penempatan dan alokasi anggaran,” kata Ketua Komisi III M Azis Syamsuddin selaku pimpinan rapat.

Anggota Komisi III Fraksi Partai NasDem, T Taufiqulhadi, mengatakan, fraksinya tidak keberatan bila anggaran BNPT ditambah, tapi ada yang masih perlu dipertanyakan. Pertama, kenapa sampai sekarang masalah Poso selalu terjadi, padahal polisi dan TNI menurunkan pasukan yang cukup besar di sana.

Pertanyaan itu perlu diutarakannya karena ada kecurigaan masyarakat bahwa ketidakberhasilan adalah kesengajaan. Dengan kata lain, penanganan terorisme di Poso adalah sebuah proyek. ”Jadi ini mohon penjelasan, apakah benar Santoso itu tokoh nyata atau sekadar tokoh fiktif? Ini masyarakat (bertanya),” ucapnya.

Saud menjawab, berdasarkan rapat koordinasi dengan Menko Polhukam beberapa waktu lalu, BNPT merupakan koordinator penanganan terorisme di Poso. Tapi, sampai sekarang anggaran yang diusulkan belum terealisasi sehingga BNPT tidak melakukan operasi itu dan dikembalikan ke Polri dan TNI selaku institusi penegak hukum dan lembaga pertahanan. ”Kami hanya memberikan koordinasi kebijakan dan melakukan sinkronisasi pelaksanaannya,” kata Saud.

BNPT sudah menerima peringatan dari luar negeri bahwa terduga teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) sudah atau akan masuk ke Poso. Kalau dulu Indonesia menjadi negara pengirim anggota ISIS, kini negara kita sudah menjadi penerima.

Jadi, kata Saud, informasi ini tidak bisa disepelekan karena merupakan ancaman nyata dan jelas. Dalam menangkal laju keberadaan ISIS di Indonesia, BNPT memperbanyak kegiatan dengan soft approach . Sebab, dalam pendekatan BNPT selama ini terdapat problem yang sangat mendasar.

”Dari aspek hukum kami tidak bisa memproses siapa pun perorangan ataupun kelompok yang menyatakan diri bergabung dengan ISIS. Karena ISIS bukan suatu negara, tapi hanya kelompok dari pada orang-orang yang sepaham, sedangkan KUHP hanya mengatur makar,” keluhnya.

Sabir laluhu
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0772 seconds (0.1#10.140)