Pimpinan Tarwiyah Harus Tanggung Jawab

Selasa, 15 September 2015 - 10:40 WIB
Pimpinan Tarwiyah Harus...
Pimpinan Tarwiyah Harus Tanggung Jawab
A A A
MEKKAH - Pimpinan rombongan jamaah haji yang memilih melaksanakan tarwiyah atau bermalam di Mina sebelum wukuf di Arafah bertanggung jawab terhadap rombongannya.

Tarwiyah bukan merupakan prosesi resmi yang dilaksanakan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi. ”Bagi yang ingin memisahkan diri dari ketentuan yang sudah diatur oleh pemerintah (tarwiyah), kami persilakan dengan catatan harus benarbenar bertanggung jawab. Ketua regunya, ketua rombongannya harus mencatat betul-betul setiap jamaah yang memisahkan diri dari rombongan resmi kelompok terbang (kloter).

Harus dicari pula siapa pimpinannya, serta harus bertanggung jawab terhadap transportasi dan konsumsi jamaahnya ketika melakukan tanazul itu,” kata Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin di Mekkah kemarin. Menag juga meminta peserta tarwiyah jangan sampai kelelahan, tersesat, dan mengancam keselamatan jiwa karena lebih mengutamakan hal yang sunah daripada yang wajib.

Petugas haji akan berada di titiktitik tertentu untuk memonitor jamaah tarwiyah . Tim terdiri atas petugas kesehatan, perlindungan jamaah, dan pembimbing ibadah. ”Kami tidak lepas tangan, tapi terus memantau meskipun dengan keterbatasan petugas haji,” imbuhnya. Lantaran bukan merupakan prosesi resmi, pemerintah tidak memfasilitasi pelayanan tarwiyah.

Kepala Bidang Bimbingan Ibadah dan Pengawasan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) PPIH Arab Saudi, Ali Rokhmad mengatakan, tarwiyah merupakan ritual sunah dalam prosesi ibadah haji. Karena itu, pemerintah lebih mengutamakan persiapan kondisi fisik jamaah untuk melakukan wukuf di Arafah. ”Sesungguhnya puncak haji itu di Arafah,” tegasnya.

Konsekuensi dari tidak ada layanan tarwiyah , pesertanya harus menanggung transportasi dan konsumsi. Layanan katering baru mulai diberikan di Arafah pada 8 Zulhijah malam. Sedangkan jamaah tarwiyah baru ke Arafah 9 Zulhijah. Menurut Ali, jamaah tarwiyah biasanya berkelompok yang patungan untuk biaya transportasi, tenda, dan katering mereka selama menginap di Mina sebelum prosesi Arafah.

Jamaah tarwiyah harus mengajukan surat pernyataan kepada kloter dan kepala sektor. ”Hal ini agar tidak menuntut hak transportasi dan katering,” jelasnya. Terpisah, Ketua Kloter 3 Jakarta-Bekasi (JKS) Sumirat mengungkapkan, 137 jamaah di kloternya yang tergabung dalam salah satu KBIH akan mengikuti tarwiyah.

KBIH tersebut akan bertanggung jawab terhadap penyediaan fasilitas bagi jamaah yang melakukan tarwiyah seperti transportasi, tenda, dan katering. Ketua rombongan yang tergabung sudah menghubungi kloter untuk berkoordinasi dengan maktab.

Maktab yaitu pelaksana lapangan untuk penyediaan pemondokan atau tenda bagi jamaah haji di Mekkah. ”Karena untuk tenda harus ada perizinan dari maktab. Saya hanya akan mendampingi untuk penyelesaian proses administrasinya,” ujar Sumirat.

Dalam penyelenggaraan haji yang dilaksanakan pemerintah, jamaah berangkat ke Padang Arafah pada 8 Zulhijah untuk selanjutnya melaksanakan wukuf pada 9 Zulhijah. Selepas magrib, jamaah bergerak ke Muzdalifah dan bermalam (mabit ), selanjutnya bergeser ke Mina guna melempar jumrah.

Bagi jamaah haji yang tarwiyah akan bermalam terlebih dahulu di Mina pada 8 Zulhijah atau sebelum ke Arafah. Besoknya mereka baru berangkat ke Arafah.

Laporan Wartawan KORAN SINDO SUNU HASTORO F MEKKAH
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6657 seconds (0.1#10.140)