Maksimalkan Produk Lokal
A
A
A
Tidak dapat disangkal lagi bahwa belakangan ini masyarakat khususnya kalangan pelaku bisnis sedang mengalami kegelisahan sangat mendalam akibat ekonomi yang lesu.
Dampak lain atas kejadian ini adalah melemahnya daya beli masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam kuartal I 2015 pertumbuhan ekonomi Indonesia lesu, hanya mampu tumbuh sekitar 4,71%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal I 2014 yang mencapai 5,17%.
Rilis pada kuartal II tahun ini bahkan menunjukkan, itu mengalami sedikit penurunan yakni hanya 4, 67%. Anggaran Belanja Negara (APBN) 2015 secara nyata ”gagal” menjadi motor penggerak pertumbuhan. Sekali lagi, masyarakat tidak menerima argumentasi dari yang bersangkutan karena salah satu alasan rendahnya penyerapan anggaran terseok- seok karena nomenklatur kementerian dan lembaga tidak juga dibereskan dengan segera.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan, sepanjang semester pertama, penyerapan belanja APBN-P 2015 oleh pemerintah pusat baru sebesar Rp436,1 triliun atau 33,1% dari pagu Rp1.319,5 triliun. Angka itu lebih rendah dibandingkan realisasi penyerapan anggarannya mencapai Rp468,7 triliun, 36,6% dari pagu Rp1.280,4 triliun (SP, 7/8).
Dengan demikian, sedikitnya ada Rp270 triliun dana pembangunan daerah yang mangkrak di bank. Sebuah angka yang lebih dari cukup untuk merangsang pertumbuhan ekonomi nasional, bukan begitu? Melihat situasi amat genting ini, langkah konkret pemerintah guna menyelesaikan bidang perekonomian, minimal sesuai target awal tidak bisa ditawar lagi.
Untuk itu, pemerintah harus segera mengambil langkah. Pertama, membenahi mekanisme penyerapan anggaran. APBN menjadi faktor dominan bagi kemajuan perekonomian nasional. Kedua, memaksimalkan produk lokal. Harus diakui bahwa Indonesia sampai detik ini masih bergantung pada impor seperti bahan pokok.
Terkait hal ini, ahli statistik ITS Surabaya, Kresnayana Yahya, mengungkapkan bahwa sekarang ini impor gandum sudah 8 juta ton, impor kedelai 4 juta ton, impor gula hampir 2,1 juta ton, belum lagi bawang merah dan bawang putih dan lainnya (Koran Jakarta, 7/8/2015). Jika yang terjadi demikian, kondisi Indonesia akan kesulitan saat ekonomi global tidak membaik.
Selain itu, impor juga mematikan produk lokal. Solusi atas persoalan ini adalah pemerintah harus meningkatkan daya saing produk lokal. Lebih lanjut lagi, pemerintah harus benar-benar memaksimalkan produk lokal. Impor barang atau jasa jangan lagi dijadikan sebagai alternatif utama dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Indonesia pelan-pelan harus melepaskan ketergantungan dari pihak luar. Caranya, terus benahi dan maksimalkan produk lokal. Lebih dari itu, pemerintah juga harus menyelamatkan industri lokal seperti industri tekstil yang diserbu produk impor. Wallahu alam bi al-shawab.
MUHAMMAD NAJIB
Mahasiswa Fakultas Ushuluddinm, Peneliti di Monash Institute UIN Walisongo Semarang
Dampak lain atas kejadian ini adalah melemahnya daya beli masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam kuartal I 2015 pertumbuhan ekonomi Indonesia lesu, hanya mampu tumbuh sekitar 4,71%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal I 2014 yang mencapai 5,17%.
Rilis pada kuartal II tahun ini bahkan menunjukkan, itu mengalami sedikit penurunan yakni hanya 4, 67%. Anggaran Belanja Negara (APBN) 2015 secara nyata ”gagal” menjadi motor penggerak pertumbuhan. Sekali lagi, masyarakat tidak menerima argumentasi dari yang bersangkutan karena salah satu alasan rendahnya penyerapan anggaran terseok- seok karena nomenklatur kementerian dan lembaga tidak juga dibereskan dengan segera.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan, sepanjang semester pertama, penyerapan belanja APBN-P 2015 oleh pemerintah pusat baru sebesar Rp436,1 triliun atau 33,1% dari pagu Rp1.319,5 triliun. Angka itu lebih rendah dibandingkan realisasi penyerapan anggarannya mencapai Rp468,7 triliun, 36,6% dari pagu Rp1.280,4 triliun (SP, 7/8).
Dengan demikian, sedikitnya ada Rp270 triliun dana pembangunan daerah yang mangkrak di bank. Sebuah angka yang lebih dari cukup untuk merangsang pertumbuhan ekonomi nasional, bukan begitu? Melihat situasi amat genting ini, langkah konkret pemerintah guna menyelesaikan bidang perekonomian, minimal sesuai target awal tidak bisa ditawar lagi.
Untuk itu, pemerintah harus segera mengambil langkah. Pertama, membenahi mekanisme penyerapan anggaran. APBN menjadi faktor dominan bagi kemajuan perekonomian nasional. Kedua, memaksimalkan produk lokal. Harus diakui bahwa Indonesia sampai detik ini masih bergantung pada impor seperti bahan pokok.
Terkait hal ini, ahli statistik ITS Surabaya, Kresnayana Yahya, mengungkapkan bahwa sekarang ini impor gandum sudah 8 juta ton, impor kedelai 4 juta ton, impor gula hampir 2,1 juta ton, belum lagi bawang merah dan bawang putih dan lainnya (Koran Jakarta, 7/8/2015). Jika yang terjadi demikian, kondisi Indonesia akan kesulitan saat ekonomi global tidak membaik.
Selain itu, impor juga mematikan produk lokal. Solusi atas persoalan ini adalah pemerintah harus meningkatkan daya saing produk lokal. Lebih lanjut lagi, pemerintah harus benar-benar memaksimalkan produk lokal. Impor barang atau jasa jangan lagi dijadikan sebagai alternatif utama dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Indonesia pelan-pelan harus melepaskan ketergantungan dari pihak luar. Caranya, terus benahi dan maksimalkan produk lokal. Lebih dari itu, pemerintah juga harus menyelamatkan industri lokal seperti industri tekstil yang diserbu produk impor. Wallahu alam bi al-shawab.
MUHAMMAD NAJIB
Mahasiswa Fakultas Ushuluddinm, Peneliti di Monash Institute UIN Walisongo Semarang
(ftr)