Saksi Ungkap Suap dalam Sengketa Pilkada Morotai
A
A
A
JAKARTA - Bupati Pulau Morotai, Rusli Sibua menjalani sidang lanjutan kasus dugaan suap terkait pengurusan sengketa Pemilihan Bupati Pulau Morotai, Maluku Utara tahun 2011.
Dalam sidang tersebut, jaksa menghadirkan mantan kuasa hukum Rusli Sibua, Sahrin Hamid sebagai saksi. Sahrin menyebutkan kliennya menyanggupi untuk memberikan uang sebesar Rp3 miliar dari total Rp6 miliar yang diminta Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat itu, Akil Mochtar.
Dalam persidangan terungkap, keputusan Rusli memberikan uang sebesar Rp3 miliar setelah Sahrin menyampaikan permintaan dari Akil soal 'ongkos' penanganan perkara sengketa pilkada di MK.
Dia menyampaikan permintaan Akil itu di hadapan Rusli dan Muchlis di Hotel Borobudur saat persidangan sengketa. "Pada saat komuniaksi itu (soal permintaan Akil Mochtar), memang susah menanggapi verbal. Ya intinya, kalau tidak salah ingat bahwa muncul angka Rp3 miliar (dari Rusli Sibua)," tutur Sahrin menjawab pertanyaan Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/9/2015).
Dalam keterangannya, Sahrin mengklaim tidak sependapat dengan rencana pemberian uang tersebut. Sahrin meyakini kliennya yang berpasangan dengan Weni R. Paraisu itu memang akan memenangi pilkada secara mutlak.
Mantan anggota DPR periode 2004-2009 itu mengatakan setelah Rusli setuju untuk memberikan uang sebesar Rp3 miliar tersebut, Sahrin langsung menghubungi Akil yang merupakan teman di Komisi III saat menjadi legislator.
Setelah memberikan informasi ke Akil, dia mengaku diminta untuk mengantar langsung ke MK. "Saya sampaikan langsung ke Akil Mochtar. Waktu itu minta diantar ke kantornya (MK), tapi saya tidak mau, akhirnya lewat rekening CV Ratu Samagat (milik istri Akil Mochtar)," ucapnya.
KPK menetapkan Rusli sebagai tersangka kasus suap sengketa Pilkada Kepulauan Morotai Maluku Utara di MK tahun 2011. Dia resmi menjadi tersangka pada 25 Juni 2015 pasca penyidik KPK menemukan dua bukti permulaan yang cukup terhadapnya.
Nama Rusli Sibua disebut dalam surat dakwaan Akil. Diketahui, bahwa Rusli menyuap Akil Mochtar sebesar Rp2,989 miliar dari total Rp6 miliar yang dimintanya.
Uang itu diberikan sebagai maksud agar MK menolak permohonan keberatan hasil Pilkada Kepulauan Morotai, Maluku Utara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Rusli diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
PILIHAN:
Petinggi Lembaga Negara dan Parpol Hadiri Munas PKS
Dalam sidang tersebut, jaksa menghadirkan mantan kuasa hukum Rusli Sibua, Sahrin Hamid sebagai saksi. Sahrin menyebutkan kliennya menyanggupi untuk memberikan uang sebesar Rp3 miliar dari total Rp6 miliar yang diminta Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat itu, Akil Mochtar.
Dalam persidangan terungkap, keputusan Rusli memberikan uang sebesar Rp3 miliar setelah Sahrin menyampaikan permintaan dari Akil soal 'ongkos' penanganan perkara sengketa pilkada di MK.
Dia menyampaikan permintaan Akil itu di hadapan Rusli dan Muchlis di Hotel Borobudur saat persidangan sengketa. "Pada saat komuniaksi itu (soal permintaan Akil Mochtar), memang susah menanggapi verbal. Ya intinya, kalau tidak salah ingat bahwa muncul angka Rp3 miliar (dari Rusli Sibua)," tutur Sahrin menjawab pertanyaan Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/9/2015).
Dalam keterangannya, Sahrin mengklaim tidak sependapat dengan rencana pemberian uang tersebut. Sahrin meyakini kliennya yang berpasangan dengan Weni R. Paraisu itu memang akan memenangi pilkada secara mutlak.
Mantan anggota DPR periode 2004-2009 itu mengatakan setelah Rusli setuju untuk memberikan uang sebesar Rp3 miliar tersebut, Sahrin langsung menghubungi Akil yang merupakan teman di Komisi III saat menjadi legislator.
Setelah memberikan informasi ke Akil, dia mengaku diminta untuk mengantar langsung ke MK. "Saya sampaikan langsung ke Akil Mochtar. Waktu itu minta diantar ke kantornya (MK), tapi saya tidak mau, akhirnya lewat rekening CV Ratu Samagat (milik istri Akil Mochtar)," ucapnya.
KPK menetapkan Rusli sebagai tersangka kasus suap sengketa Pilkada Kepulauan Morotai Maluku Utara di MK tahun 2011. Dia resmi menjadi tersangka pada 25 Juni 2015 pasca penyidik KPK menemukan dua bukti permulaan yang cukup terhadapnya.
Nama Rusli Sibua disebut dalam surat dakwaan Akil. Diketahui, bahwa Rusli menyuap Akil Mochtar sebesar Rp2,989 miliar dari total Rp6 miliar yang dimintanya.
Uang itu diberikan sebagai maksud agar MK menolak permohonan keberatan hasil Pilkada Kepulauan Morotai, Maluku Utara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Rusli diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
PILIHAN:
Petinggi Lembaga Negara dan Parpol Hadiri Munas PKS
(dam)