KPK Bidik Tersangka Baru Kasus Sumut
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyelidikan kasus dugaan suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan dengan tersangka Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti.
Kini KPK mulai menyelidiki kasus baru, yakni dugaan suap hak interpelasi yang sempat diajukan DPRD Sumut pada Maret 2015. Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi SP mengatakan, ada laporan keterkaitan dugaan ketidakberesan dalam hak interpelasi di Pemprov Sumut tersebut. Namun KPK baru memulai tahap penyelidikan.
Hal itu untuk mengumpulkan bahan dan keterangan (pulbaket) dari sejumlah anggota DPRD Sumut mengenai sejauh mana keterkaitan hak interpelasi yang urung terlaksana itu. ”Kini masih pada tahap pengumpulan bahan dan keterangan. Ini penyelidikan,” ungkap Johan Budi di Jakarta kemarin.
Meski telah memulai pulbaket terhadap pihak-pihak terkait, di antaranya anggota DPRD Sumatera Utara, KPK belum menentukan pihak yang bertanggung jawab atau tersangka atas kasus ini. Pengumpulan bahan dan keterangan ini berlangsung sejak beberapa hari lalu dan akan terus berlangsung hingga dipastikan adanya dugaan tindak pidana korupsi.
Pekan lalu, KPK sempat memanggil Ketua DPRD Sumut Ajib Shah. Kehadiran Ajih merupakan yang kedua kalinya. Pada kehadiran pertama, Ajib membantah diperiksa. Dia mengaku hanya diundang KPK. Namun dia mengakui bahwa dalam pertemuan dengan KPK itu sempat dibicarakan soal hak interpelasi DPRD atas Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
Sementara itu, kuasa hukum Gatot, Yanuar Wasesa, mengatakan dirinya menjadi kuasa hukum Gatot hanya untuk kasus operasi tangkap tangan (OTT) hakim dan panitera PTUN Medan. ”Saya belum tahu soal interpelasi, hanya menangani soal PTUN,” ungkap Yanuar dalam pesan singkatnya yang diterima KORAN SINDO .
Diketahui pada Maret 2015, DPRD Sumut sempat akan mengajukan hak interpelasi kepada Gatot Pujo Nugroho atas hasil pemeriksaan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sumut tahun 2013. Namun rencana itu akhirnya gagal karena tidak mendapatkan persetujuan secara penuh dari anggota DPRD.
Hak interpelasi tersebut diajukan menyangkut empat hal, yaitu pengelolaan keuangan daerah, penerbitan Peraturan GubernurSumut Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penjabaran APBD 2015, kebijakan pembangunan Pemprov Sumut, dan etika Gubernur Sumut Gatot sebagai kepala daerah. Namun DPRD Sumut batal menggunakan hak tersebut.
Keputusan atas hak interpelasi dilakukan melalui pemungutan suara di dalam rapat paripurna DPRD Sumut. Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, sisanya 35 orang menyatakan setuju dan 1 orang abstain.
Dugaan ketidakberesan atas hak interpelasi ini pun langsung ditindaklanjuti KPK dengan menggeledah kantor gubernur, dinas, dan DPRD Sumatera Utara. Dari hasil penggeledahan, penyidik mengamankan beberapa dokumen, salah satunya terkait hak interpelasi yang akan diajukan oleh DPRD Sumut tersebut.
Pada Senin (8/9), penyidik KPK kembali memeriksa Gatot Pujo Nugroho. Seusai diperiksa, Gatot mengaku diperiksa penyidik sebagai saksi untuk kasus interpelasi yang diajukan DPRD Sumut. Gatot pun mengaku ditanyai tentang beberapa masalah mengenai hak interpelasi tersebut. ”Saya dimintai keterangan sebagai saksi. Nanti bisa ditanyakan kepada penyidik,” ungkap Gatot.
Sedangkan pada Jumat (11/9), KPK memeriksa Evy Susanti, istri Gatot Pujo Nugroho. Dia adalah salah satu tersangka dari delapan yang ditetapkan KPK pada kasus OTT hakim dan panitera PTUN Medan. Ketika ditanya soal hak interpelasi, Evy mengaku suaminya pernah bercerita soal hak interpelasi DPRD Sumut. Salah satu poin interpelasi tersebut menyinggung etika Gatot selaku kepala daerah Sumut. ”Iya, pernah cerita. Tapi enggak banyak,” ungkap Evy.
Evy pun enggan menjelaskan lebih jauh perihal kasus hak interpelasi tersebut. ”Jangan soal interpelasi, tidak mau saya. Interpelasi itu tanya ke bapak saja,” kata Evy. Untuk kasus suap PTUN Medan, dua tersangka lainnya telah masuk ke pengadilan, yakni pengacara senior Otto Cornelis Kaligis dan Panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan.
Ilham safutra
Kini KPK mulai menyelidiki kasus baru, yakni dugaan suap hak interpelasi yang sempat diajukan DPRD Sumut pada Maret 2015. Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi SP mengatakan, ada laporan keterkaitan dugaan ketidakberesan dalam hak interpelasi di Pemprov Sumut tersebut. Namun KPK baru memulai tahap penyelidikan.
Hal itu untuk mengumpulkan bahan dan keterangan (pulbaket) dari sejumlah anggota DPRD Sumut mengenai sejauh mana keterkaitan hak interpelasi yang urung terlaksana itu. ”Kini masih pada tahap pengumpulan bahan dan keterangan. Ini penyelidikan,” ungkap Johan Budi di Jakarta kemarin.
Meski telah memulai pulbaket terhadap pihak-pihak terkait, di antaranya anggota DPRD Sumatera Utara, KPK belum menentukan pihak yang bertanggung jawab atau tersangka atas kasus ini. Pengumpulan bahan dan keterangan ini berlangsung sejak beberapa hari lalu dan akan terus berlangsung hingga dipastikan adanya dugaan tindak pidana korupsi.
Pekan lalu, KPK sempat memanggil Ketua DPRD Sumut Ajib Shah. Kehadiran Ajih merupakan yang kedua kalinya. Pada kehadiran pertama, Ajib membantah diperiksa. Dia mengaku hanya diundang KPK. Namun dia mengakui bahwa dalam pertemuan dengan KPK itu sempat dibicarakan soal hak interpelasi DPRD atas Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
Sementara itu, kuasa hukum Gatot, Yanuar Wasesa, mengatakan dirinya menjadi kuasa hukum Gatot hanya untuk kasus operasi tangkap tangan (OTT) hakim dan panitera PTUN Medan. ”Saya belum tahu soal interpelasi, hanya menangani soal PTUN,” ungkap Yanuar dalam pesan singkatnya yang diterima KORAN SINDO .
Diketahui pada Maret 2015, DPRD Sumut sempat akan mengajukan hak interpelasi kepada Gatot Pujo Nugroho atas hasil pemeriksaan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sumut tahun 2013. Namun rencana itu akhirnya gagal karena tidak mendapatkan persetujuan secara penuh dari anggota DPRD.
Hak interpelasi tersebut diajukan menyangkut empat hal, yaitu pengelolaan keuangan daerah, penerbitan Peraturan GubernurSumut Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penjabaran APBD 2015, kebijakan pembangunan Pemprov Sumut, dan etika Gubernur Sumut Gatot sebagai kepala daerah. Namun DPRD Sumut batal menggunakan hak tersebut.
Keputusan atas hak interpelasi dilakukan melalui pemungutan suara di dalam rapat paripurna DPRD Sumut. Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, sisanya 35 orang menyatakan setuju dan 1 orang abstain.
Dugaan ketidakberesan atas hak interpelasi ini pun langsung ditindaklanjuti KPK dengan menggeledah kantor gubernur, dinas, dan DPRD Sumatera Utara. Dari hasil penggeledahan, penyidik mengamankan beberapa dokumen, salah satunya terkait hak interpelasi yang akan diajukan oleh DPRD Sumut tersebut.
Pada Senin (8/9), penyidik KPK kembali memeriksa Gatot Pujo Nugroho. Seusai diperiksa, Gatot mengaku diperiksa penyidik sebagai saksi untuk kasus interpelasi yang diajukan DPRD Sumut. Gatot pun mengaku ditanyai tentang beberapa masalah mengenai hak interpelasi tersebut. ”Saya dimintai keterangan sebagai saksi. Nanti bisa ditanyakan kepada penyidik,” ungkap Gatot.
Sedangkan pada Jumat (11/9), KPK memeriksa Evy Susanti, istri Gatot Pujo Nugroho. Dia adalah salah satu tersangka dari delapan yang ditetapkan KPK pada kasus OTT hakim dan panitera PTUN Medan. Ketika ditanya soal hak interpelasi, Evy mengaku suaminya pernah bercerita soal hak interpelasi DPRD Sumut. Salah satu poin interpelasi tersebut menyinggung etika Gatot selaku kepala daerah Sumut. ”Iya, pernah cerita. Tapi enggak banyak,” ungkap Evy.
Evy pun enggan menjelaskan lebih jauh perihal kasus hak interpelasi tersebut. ”Jangan soal interpelasi, tidak mau saya. Interpelasi itu tanya ke bapak saja,” kata Evy. Untuk kasus suap PTUN Medan, dua tersangka lainnya telah masuk ke pengadilan, yakni pengacara senior Otto Cornelis Kaligis dan Panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan.
Ilham safutra
(ftr)