Persahabatan Sejati Abadi di Tanah Suci
A
A
A
Muhammad Tayeb menghela napas panjang. Sesekali dia menurunkan tempo kata-katanya, lirih, sarat rona sedih. Lelaki 60 tahun asal Jalan Mangaan V Lingkungan 13 Nomor 58, Mabar, Medan Deli, ini terus menguatkan hati, menguntai kenangan tentang istrinya.
”Sejak kami berdomisili di sini pada 1980-an, istri saya dan Bu Saparini berteman akrab. Ke mana-mana mereka sering berdua,” kata Tayeb. Sesaat dia mengusap bulir air di pipinya. ”Pergi ke pengajian berdua, ikut wirid berdua, mendaftar haji pun berdua, sampai ke Tanah Suci pun berdua,” ujarnya. Tayeb adalah suami Painem Dalio binti Abdullah, 57, jamaah haji kloter 8 Embarkasi Medan yang turut menjadi korban meninggal tragedi jatuhnya crane di Masjidilharam, Mekkah.
Saparini yang disebut Tayeb tak lain adalah Saparini binti Baharuddin Abdullah, 50. Saparini juga dikabarkan meninggal dunia dalam kejadian itu. Painem dan Saparini bukan sekadar tetangga. Mereka sahabat dekat yang seolah merasakan manis getir kehidupan bersama. Begitu dekatnya perkawanan itu, mereka bak saudara. ”Istri saya itu mendaftar haji pada 2010. Itu juga bareng Bu Saparini,” tutur Tayeb.
Berdasarkan informasi dari Ilyas Halim, Kepala KBIH Raudhah, langsung dari Mekkah, Painem dan Saparini sedang khusyuk berzikir seusai salat magrib ketika crane di Masjidilharam tumbang disapu angin kencang. ”Allah SWT sangat mencintai mereka berdua dan tidak ingin memisahkan persahabatan mereka,” katanya.
Firasat Aneh
Kesedihan juga menyayat hati anak-anak Masnauli Hasibuan, 58, warga Desa Sisoma, Kecamatan Sosa, Kabupaten Padanglawas, Sumut. Isak tangis berderai ketika satu demi satu pelayat datang ke rumah mereka. Salmaidah Nasution, 25, salah satu putri Masnauli, tak henti mengusap air mata. Mukanya sembab. Dia shock mendapat kabar ibunya menjadi korban tragedi crane jatuh di Masjidilharam.
Kabar itu mengingatkannya pada firasat beberapa hari sebelumnya. ”Saya bermimpi aneh-aneh, mulai dari melihat angin kencang menderu hingga gigi copot,” katanya. Sejak mimpi itu, pikiran Salmaidah gelisah. Di Lembang, Bandung, keluarga Iti Rasti Darmini menggelar doa bersama di rumah duka dan Masjid Al-Falah. Mereka khidmat memanjatkan doa untuk Rasti Darmini yang dipanggil menghadap Sang Kuasa dalam tragedi Masjidilharam.
Santi, 25, menantu, mengatakan, sebelum berangkat ke Mekkah, mertuanya berpesan kepada semua anaknya. ”Beliau bilang ‘Kita harus saling memaafkan kalau ada kesalahan. Soal mati semua sudah ada yang mengatur’,” tuturnya.
Dicky Irawan/ Zia ul Haq/Nur Azis
Medan
”Sejak kami berdomisili di sini pada 1980-an, istri saya dan Bu Saparini berteman akrab. Ke mana-mana mereka sering berdua,” kata Tayeb. Sesaat dia mengusap bulir air di pipinya. ”Pergi ke pengajian berdua, ikut wirid berdua, mendaftar haji pun berdua, sampai ke Tanah Suci pun berdua,” ujarnya. Tayeb adalah suami Painem Dalio binti Abdullah, 57, jamaah haji kloter 8 Embarkasi Medan yang turut menjadi korban meninggal tragedi jatuhnya crane di Masjidilharam, Mekkah.
Saparini yang disebut Tayeb tak lain adalah Saparini binti Baharuddin Abdullah, 50. Saparini juga dikabarkan meninggal dunia dalam kejadian itu. Painem dan Saparini bukan sekadar tetangga. Mereka sahabat dekat yang seolah merasakan manis getir kehidupan bersama. Begitu dekatnya perkawanan itu, mereka bak saudara. ”Istri saya itu mendaftar haji pada 2010. Itu juga bareng Bu Saparini,” tutur Tayeb.
Berdasarkan informasi dari Ilyas Halim, Kepala KBIH Raudhah, langsung dari Mekkah, Painem dan Saparini sedang khusyuk berzikir seusai salat magrib ketika crane di Masjidilharam tumbang disapu angin kencang. ”Allah SWT sangat mencintai mereka berdua dan tidak ingin memisahkan persahabatan mereka,” katanya.
Firasat Aneh
Kesedihan juga menyayat hati anak-anak Masnauli Hasibuan, 58, warga Desa Sisoma, Kecamatan Sosa, Kabupaten Padanglawas, Sumut. Isak tangis berderai ketika satu demi satu pelayat datang ke rumah mereka. Salmaidah Nasution, 25, salah satu putri Masnauli, tak henti mengusap air mata. Mukanya sembab. Dia shock mendapat kabar ibunya menjadi korban tragedi crane jatuh di Masjidilharam.
Kabar itu mengingatkannya pada firasat beberapa hari sebelumnya. ”Saya bermimpi aneh-aneh, mulai dari melihat angin kencang menderu hingga gigi copot,” katanya. Sejak mimpi itu, pikiran Salmaidah gelisah. Di Lembang, Bandung, keluarga Iti Rasti Darmini menggelar doa bersama di rumah duka dan Masjid Al-Falah. Mereka khidmat memanjatkan doa untuk Rasti Darmini yang dipanggil menghadap Sang Kuasa dalam tragedi Masjidilharam.
Santi, 25, menantu, mengatakan, sebelum berangkat ke Mekkah, mertuanya berpesan kepada semua anaknya. ”Beliau bilang ‘Kita harus saling memaafkan kalau ada kesalahan. Soal mati semua sudah ada yang mengatur’,” tuturnya.
Dicky Irawan/ Zia ul Haq/Nur Azis
Medan
(ars)