Hak Politik Bonaran Situmeang Dicabut Selama 5 Tahun
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman bagi Raja Bonaran Situmeang, bupati nonaktif Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, dengan menambah hukuman pencabutan hak politik selama lima tahun.
Ketetapan itu berdasarkan putusan PT DKI Jakarta Nomor 25/PID/TPK/2015/PT.DKI yang diputuskan pada 19 Agustus 2015. Amar putusan yang diketuai oleh hakim Elang Prakoso Wibowo itu menyebutkan, menghukum Raja Bonaran Situmeang dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut aturan-aturan umum selama lima tahun setelah menjalani pidana yang dijatuhkan dan berkekuatan hukum tetap.
Putusan lainnya, menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang telah dijatuhkan dan terdakwa tetap dalam tahanan. Putusan itu mengubah amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor Nomor 11/Pid.- Sus/ TPK/2015/PN.Jkt.Pst tertanggal 11 Mei 2015. Humas PT DKI Jakarta Muhammad Hatta mengatakan, hukuman penjara dan denda kepada Bonaran tidak mengalami perubahan.
”Hakim hanya mengabulkan tuntutan jaksa untuk mencabut hak politik Bonaran. Pencabutan hak memilih dan dipilih selama 5 tahun,” ungkap Hatta kepada wartawan di Jakarta kemarin. Kuasa hukum Bonaran Situmeang, Charles Hutagalung, menyayangkan putusan hakim PT DKI tersebut. Sebab, kliennya sudah menjalani hukumannya sebagaimana yang diputuskan majelis di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dengan menjalani hukuman itu saja berarti telah menunjukkan bahwa Bonaran sudah mempertanggungjawabkan perbuatannya.
” Kalau dicabut hak politiknya berarti sangat memberatkan sekali bagi klien saya,” ujar Charles. Untuk itu, Charles akan mendiskusikan putusan ini dengan Bonaran, apa langkah yang terbaik untuk ditempuh. Sebab, putusan hakim PT DKI itu tidak melewati sidang, hanya dibacakan. Tentu pihaknya tidak dapat berbuat banyak. ”Kami tentu siap fight, tapi keputusan langkah itu ada di tangan Pak Bonaran. Kami harus menemui dia di rutan untuk mendiskusikan ini,” katanya.
Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Moch Muchlis menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara serta denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan kepada Bonaran Situmeang atas tindakannya memberikan uang suap sebesar Rp1,8 miliar kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Pemberian uang itu dengan maksud memengaruhi putusan sengketa Pilkada Tapanuli Tengah yang tengah disidangkan di MK. Majelis hakim pun menyatakan Bonaran terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada 20 Agustus 2014 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bonaran Situmeang sebagai tersangka pemberi suap Rp1,8 miliar kepada mantan Ketua MK M Akil Mochtar. Pada 6 Oktober 2014 penyidik KPK menahan Bonaran Situmeang di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang terletak di Pomdam Jaya Guntur.
Ilham safutra
Ketetapan itu berdasarkan putusan PT DKI Jakarta Nomor 25/PID/TPK/2015/PT.DKI yang diputuskan pada 19 Agustus 2015. Amar putusan yang diketuai oleh hakim Elang Prakoso Wibowo itu menyebutkan, menghukum Raja Bonaran Situmeang dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut aturan-aturan umum selama lima tahun setelah menjalani pidana yang dijatuhkan dan berkekuatan hukum tetap.
Putusan lainnya, menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang telah dijatuhkan dan terdakwa tetap dalam tahanan. Putusan itu mengubah amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor Nomor 11/Pid.- Sus/ TPK/2015/PN.Jkt.Pst tertanggal 11 Mei 2015. Humas PT DKI Jakarta Muhammad Hatta mengatakan, hukuman penjara dan denda kepada Bonaran tidak mengalami perubahan.
”Hakim hanya mengabulkan tuntutan jaksa untuk mencabut hak politik Bonaran. Pencabutan hak memilih dan dipilih selama 5 tahun,” ungkap Hatta kepada wartawan di Jakarta kemarin. Kuasa hukum Bonaran Situmeang, Charles Hutagalung, menyayangkan putusan hakim PT DKI tersebut. Sebab, kliennya sudah menjalani hukumannya sebagaimana yang diputuskan majelis di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dengan menjalani hukuman itu saja berarti telah menunjukkan bahwa Bonaran sudah mempertanggungjawabkan perbuatannya.
” Kalau dicabut hak politiknya berarti sangat memberatkan sekali bagi klien saya,” ujar Charles. Untuk itu, Charles akan mendiskusikan putusan ini dengan Bonaran, apa langkah yang terbaik untuk ditempuh. Sebab, putusan hakim PT DKI itu tidak melewati sidang, hanya dibacakan. Tentu pihaknya tidak dapat berbuat banyak. ”Kami tentu siap fight, tapi keputusan langkah itu ada di tangan Pak Bonaran. Kami harus menemui dia di rutan untuk mendiskusikan ini,” katanya.
Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Moch Muchlis menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara serta denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan kepada Bonaran Situmeang atas tindakannya memberikan uang suap sebesar Rp1,8 miliar kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Pemberian uang itu dengan maksud memengaruhi putusan sengketa Pilkada Tapanuli Tengah yang tengah disidangkan di MK. Majelis hakim pun menyatakan Bonaran terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada 20 Agustus 2014 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bonaran Situmeang sebagai tersangka pemberi suap Rp1,8 miliar kepada mantan Ketua MK M Akil Mochtar. Pada 6 Oktober 2014 penyidik KPK menahan Bonaran Situmeang di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang terletak di Pomdam Jaya Guntur.
Ilham safutra
(ars)