Puan Maharani Diminta Taat Aturan Tak Rangkap Jabatan
A
A
A
JAKARTA - Guru besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Jamal Wiwoho menilai, seharusnya Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani menaati aturan Pasal 23 Undang-undang (UU) Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara.
Pandangan itu disampaikan Jamal menyoroti Puan yang belum mundur dari posisi anggota DPR 2014-2019 meski sudah menjabat Menko PMK.
Menurut Jamal, sebaiknya Puan mengikut langkah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dan Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung yang sudah mengajukan surat pengunduran diri saat menjabat di kabinet, seperti disampaikan Kepala Bagian Administrasi Keanggotaan Dewan dan Fraksi DPR Suratna.
"Apa yang terjadi pada Puan Maharani memang agak lain. Mestinya beliau menyikapi fenomena ini tetap dengan berpedoman (pada) Undang-undang 39 Tahun 2008 khususnya Pasal 23 tersebut," kata Jamal kepada SINDO, Rabu (9/9/2015).
Diakuinya, apa yang dilakukan oleh Tjahjo dan Pramono yang mundur sebagai 'pelaku' standar ganda yakni aktif pada partai politik dalam posisi anggota DPR sekaligus sebagai pejabat publik (menteri) sudah tepat. Baik dari segi legal maupun akuntabilitas publik.
Karenanya Jamal berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa mengambil langkah kongkret dengan menegur Puan. Penyampaian teguran pun bisa dilakukan secara elegan. Apalagi dari satu partai.
"Secara kedinasan mestinya Pak jokowi tetap memberikan penyejuk suasana itu. Namun secara kekeluargaan bisa disampaikan dengan baik," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Bagian Administrasi Keanggotaan Dewan dan Fraksi DPR Suratna menyatakan, Tjahjo Kumolo dan Pramono sudah menyampaikan surat penguduran diri sebagai anggota DPR 2014-2019, sedangkan Puan hingga Selasa 8 September 2015 belum.
Tjahjo menyampaikan surat pada 28 Oktober 2014 dan Pramono 14 Agustus 2015. Tapi surat Tjahjo dan Pramono belum bisa diproses Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR untuk Pergantian Antarwaktu (PAW) sebelum ada surat dari PDIP.
Pilihan:
Reaksi Golkar Terkait Setya Novanto dan Donald Trump
Pandangan itu disampaikan Jamal menyoroti Puan yang belum mundur dari posisi anggota DPR 2014-2019 meski sudah menjabat Menko PMK.
Menurut Jamal, sebaiknya Puan mengikut langkah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dan Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung yang sudah mengajukan surat pengunduran diri saat menjabat di kabinet, seperti disampaikan Kepala Bagian Administrasi Keanggotaan Dewan dan Fraksi DPR Suratna.
"Apa yang terjadi pada Puan Maharani memang agak lain. Mestinya beliau menyikapi fenomena ini tetap dengan berpedoman (pada) Undang-undang 39 Tahun 2008 khususnya Pasal 23 tersebut," kata Jamal kepada SINDO, Rabu (9/9/2015).
Diakuinya, apa yang dilakukan oleh Tjahjo dan Pramono yang mundur sebagai 'pelaku' standar ganda yakni aktif pada partai politik dalam posisi anggota DPR sekaligus sebagai pejabat publik (menteri) sudah tepat. Baik dari segi legal maupun akuntabilitas publik.
Karenanya Jamal berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa mengambil langkah kongkret dengan menegur Puan. Penyampaian teguran pun bisa dilakukan secara elegan. Apalagi dari satu partai.
"Secara kedinasan mestinya Pak jokowi tetap memberikan penyejuk suasana itu. Namun secara kekeluargaan bisa disampaikan dengan baik," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Bagian Administrasi Keanggotaan Dewan dan Fraksi DPR Suratna menyatakan, Tjahjo Kumolo dan Pramono sudah menyampaikan surat penguduran diri sebagai anggota DPR 2014-2019, sedangkan Puan hingga Selasa 8 September 2015 belum.
Tjahjo menyampaikan surat pada 28 Oktober 2014 dan Pramono 14 Agustus 2015. Tapi surat Tjahjo dan Pramono belum bisa diproses Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR untuk Pergantian Antarwaktu (PAW) sebelum ada surat dari PDIP.
Pilihan:
Reaksi Golkar Terkait Setya Novanto dan Donald Trump
(maf)