Pesan Omah Munir kepada Presiden Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Omah Munir menggelar peringatan 11 tahun terbunuhnya aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib pada 7 September 2004 silam. (Baca: Pemerintah Janji Tuntaskan Kasus Munir)
Omah Munir yang juga nama sebuah museum Hak Asasi Manusia (HAM) di bekas kediaman Munir semasa hidup mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa kasus pembunuhan tersebut belum tuntas.
Direktur Omah Munir Dalma Safitri mengungkapkan, salah satu ukuran utama keberhasilan pemerintahan Presiden Jokowi adalah pengungkapan dalang pembunuhan Munir dan proses hukum terhadap mereka yang terlibat.
"Presiden Joko Widodo tidak dapat menutup mata dan mendiamkan kasus ini. Pembiaran terhadap gagalnya penegakan hukum kasus Munir adalah pengkhianatan terhadap UUD 1945 yang menjamin hak asasi manusia dan hak wargaa negara yangharus dipenuhi negara," tutur Salma Safitri, Selasa (8/9/2015).
Menurut dia, sampai saat ini rezim pemerintahan Joko Widodo belum menunjukkan iktikad baik mendorong penyelesaian kasus ini. Bahkan, kata Fifi, desakan proses hukum yang berkeadilan terhadap kasus ini nyaris tidak lagi terdengar, apalagi berjalan.
Fifi yakin dengan terus menyuarakan penegakan hukum terhadap kasus ini, terutama di tangan anak-anak muda, tuntutan keadilan kasus Munir bukan sekadar menjadi teriakan di ruang hampa tetapi menjadi energi untuk melawan.
Munir meninggal pada 7 September 2004, dua jam sebelum pesawat yang ditumpanginya mendarat di Amsterdam, Belanda. Dari hasil pemeriksaan forensik, salah satu pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) itu meninggal akibat racun arsenik.
Atas kasus kematian Munir, polisi menetapkan satu tersangka yakni pilot senior Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto.
Pollycarpus dinyatakan menjadi pelaku yang meracuni Munir karena keduanya sempat bertemu dan minum bareng di salah satu kafe di Bandara Changi Singapura saat pesawat yang membawa Munir transit di negara itu.
Pollycarpus dijatuhi vonis 14 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 12 Desember 2005. Pada 28 November 2014, Pollycarpus bebas bersyarat setelah menjalani hukuman penjara selama delapan tahun.
Pembebasan bersyarat Pollycarpus mendapat protes keras dari keluarga dan aktivis. Apalagi sampai saat ini tidak terungkap dalang di balik diracunnya pejuang HAM itu.
PILIHAN:
KPK Terus Kembangkan Kasus Suap Hakim PTUN Medan
Omah Munir yang juga nama sebuah museum Hak Asasi Manusia (HAM) di bekas kediaman Munir semasa hidup mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa kasus pembunuhan tersebut belum tuntas.
Direktur Omah Munir Dalma Safitri mengungkapkan, salah satu ukuran utama keberhasilan pemerintahan Presiden Jokowi adalah pengungkapan dalang pembunuhan Munir dan proses hukum terhadap mereka yang terlibat.
"Presiden Joko Widodo tidak dapat menutup mata dan mendiamkan kasus ini. Pembiaran terhadap gagalnya penegakan hukum kasus Munir adalah pengkhianatan terhadap UUD 1945 yang menjamin hak asasi manusia dan hak wargaa negara yangharus dipenuhi negara," tutur Salma Safitri, Selasa (8/9/2015).
Menurut dia, sampai saat ini rezim pemerintahan Joko Widodo belum menunjukkan iktikad baik mendorong penyelesaian kasus ini. Bahkan, kata Fifi, desakan proses hukum yang berkeadilan terhadap kasus ini nyaris tidak lagi terdengar, apalagi berjalan.
Fifi yakin dengan terus menyuarakan penegakan hukum terhadap kasus ini, terutama di tangan anak-anak muda, tuntutan keadilan kasus Munir bukan sekadar menjadi teriakan di ruang hampa tetapi menjadi energi untuk melawan.
Munir meninggal pada 7 September 2004, dua jam sebelum pesawat yang ditumpanginya mendarat di Amsterdam, Belanda. Dari hasil pemeriksaan forensik, salah satu pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) itu meninggal akibat racun arsenik.
Atas kasus kematian Munir, polisi menetapkan satu tersangka yakni pilot senior Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto.
Pollycarpus dinyatakan menjadi pelaku yang meracuni Munir karena keduanya sempat bertemu dan minum bareng di salah satu kafe di Bandara Changi Singapura saat pesawat yang membawa Munir transit di negara itu.
Pollycarpus dijatuhi vonis 14 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 12 Desember 2005. Pada 28 November 2014, Pollycarpus bebas bersyarat setelah menjalani hukuman penjara selama delapan tahun.
Pembebasan bersyarat Pollycarpus mendapat protes keras dari keluarga dan aktivis. Apalagi sampai saat ini tidak terungkap dalang di balik diracunnya pejuang HAM itu.
PILIHAN:
KPK Terus Kembangkan Kasus Suap Hakim PTUN Medan
(dam)