Kejagung Bersikeras Diatur dalam RUU KUHP

Selasa, 08 September 2015 - 09:59 WIB
Kejagung Bersikeras Diatur dalam RUU KUHP
Kejagung Bersikeras Diatur dalam RUU KUHP
A A A
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) bersikeras meminta pasal larangan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dihidupkan kembali dalam Rancangan Undang- Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP).

Hal itu disampaikan Jaksa Agung M Prasetyo dan Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto dalam rapat dengar pendapat (RDP) dirangkaikan dengan rapat kerja (raker) bersama Komisi III DPR di Jakarta kemarin. Menurut Prasetyo, memang banyak tarik-menarik dan prokontra soal pasal larangan penghinaan tersebut.

Untuk mengegolkan pasal tersebut dalam UU KUHP, Komisi III dan pemerintah diharapkan agar menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, pada 2006 MK melalui putusan Nomor 013-022/PUUIV/ 2006 sudah membatalkan pasal larangan penghinaan tersebut.

”Kami berpendapat, pasal penghinaan ini tetap dipertahankan. Dengan catatan delik tersebut dijadikan delik aduan,” ungkap Prasetyo. AndhiNirwanto menilaipasal larangan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden harus tetap diatur dalam KUHP. Menurut dia, keberadaan pasal itu bertujuan untuk kesetaraan hukum.

Kesetaraan yang dimaksud yakni berkaitan dengan beberapa pasal lain yang mengatur tentang larangan penghinaan terhadap kepala negara lain dan duta besar negara yang bertugas di Indonesia. Pasal-pasal tersebut, ungkapnya, malah tidak dibatalkan MK. Dia berpandangan, secara umum KUHP yang dipakai saat ini merupakan produk hukum kolonial Belanda.

Akibatnya, ada banyak pasal yang sudah tidak sesuai dengan nilai luhur dan masalah kekinian Indonesia. Karena itu, modifikasi terhadap isi KUHP merupakan keniscayaan. Sekali lagi, ujarnya, Kejagung tetap mendorong agar pembahasan RUU KUHP dipercepat dengan disertai keseimbangan.

Sabir laluhu
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5570 seconds (0.1#10.140)