Geliat Pantai Mengiat Contoh Sukses Pariwisata Berbasis Masyarakat
A
A
A
Kawasan Pantai Mengiat, Nusa Dua, Jumat (28/8) pagi itu tampak berbeda. Nelayan, ,pejabat dan wisatawan berkerumun di depan spanduk bertuliskan peluncuran ”Coral&Kima Garden for Conservation and Sustainable Marine Tourism Destination”.
Para nelayan anggota Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas)/KUD Yasa Segara paling berbahagia, karena Kima Garden pertama di dunia itu bisa menjadi ikon wisata baru untuk menarik lebih banyak wisatawan. Pundi-pundi rupiah yang didapat nelayan dari aktivitas wisatawan bisa bertambah. ”Saat musim liburan, wisatawan mencapai 500 orang per hari,” ujar ketua Pokmaswas/ KUD Yasa Segara, Ketut Koder.
Menurut dia, para nelayan sudah akrab dengan aktivitas pariwisata sejak 1942. Mereka menyewakan perahu yang biasa dipakai melaut untuk mengantar turis ke lokasi selam atau snorkeling . ”Sudah tradisi, kami ini nelayan pariwisata,” ucapnya. Seiring perkembangan pariwisata di Nusa Dua, aktivitas wisata di Pantai Mengiat kian bergeliat. Muncul peluang usaha penyewaan kayak, papan selancar, payung, hingga pijat. Para nelayan juga mengelola bersama sebuah resto semipermanen.
Omzet resto berkisar Rp300 juta per bulan, bahkan Agustus lalu melampaui Rp400 juta. Sebagian omzet dibagikan sebagai pendapatan nelayan anggota. ”Dulu tiap nelayan dapat Rp500.000 per bulan, tapi sekarang sudah Rp1,5 juta per bulan. Itu di luar penghasilan pribadi,” bebernya. Ketut bersyukur adanya kegiatan pariwisata mampu menggerakkan ekonomi masyarakat.
Dari 29 nelayan anggota saat ini yang aktif melaut hanya 6 orang, sisanya lebih banyak mengais rezeki dari pariwisata. Kima Garden menempati perairan seluas 1.000 meter persegi. Kima, kerang raksasa dari phylum Moluska, dikembangkan dari indukan asal Sulawesi Selatan. Kima Garden dirancang menjadi atraksi ekowisata berbasis konservasi kima yang dikelola kelompok masyarakat, dipadukan dengan program rehabilitasi terumbu karang.
Hal ini sesuai konsep pariwisata berkelanjutan yang tengah digencarkan oleh Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Kisah lain datang dari Pemuteran di Bali barat yang kerap dijadikan contoh konkret kesuksesan pengembangan wisata berbasis masyarakat. Adalah praktisi pariwisata Agung Prana, yang pada dua dekade silam melihat potensi di balik Desa Pemuteran yang lingkungannya rusak dan masyarakatnya miskin.
Bentang alam Pemuteran yang indah dengan pantai, laut dan gunung, membuatnya optimistis bisa menyulap kawasan itu menjadi destinasi wisata dunia. Apalagi, keanekaragaman terumbu karangnya merupakan salah satu yang terkaya di dunia, dengan lebih dari 300 spesies.
”Dengan keterbatasan, kami kembangkan bersama masyarakat. Awalnya ada penolakan, kami rangkul terus. Perlahan ekonomi berubah, kesejahteraan meningkat, lingkungan terehabilitasi. Rumah penduduk yang dulunya gubuk beratap daun kelapa sekarang sudah mentereng,” tuturnya. Kini mayoritas warga Pemuteran menuai penghasilan dari pariwisata. Tingkat hunian hotel dan homestay rata-rata mencapai 65%.
Penduduk yang menyewakan tiga kamar di rumahnya dengan tarif Rp300.000 per malam bisa meraup pendapatan bersih Rp15 juta per bulan. ”Saat ini sudah ada 200 homestay . Pemuteran sudah menjadi pilihan orang Barat. Wisatawan umumnya datang dari Eropa dan mereka biasanya tinggal 4-5 hari,” ucapnya.
Ahli pariwisata berkelanjutan David Makes menyebutkan tiga hal penting dalam menjaga keberlanjutan destinasi wisata, yakni menjaga kunjungan wisatawan agar tidak melampaui batas kapasitas; adanya ketegasan masalah sampah; dan mengajak turis terlibat dalam aktivitas pariwisata berkelanjutan, misalnya menanam terumbu karang.
Kepala Global Sustainable Tourism Council Luigi Cabriani mengatakan, permintaan wisatawan dunia akan wisata bahari saat ini sangat tinggi. Mereka menuntut produk berkualitas tinggi, autentik, dan baik pelayanannya. Indonesia punya potensi bahari menakjubkan yang harus dikembangkan menjadi produk wisata tanpa merusak lingkungan.
”Memadukan aktivitas bahari dengan kekhasan budaya memungkinkan Indonesia meraup belanja turis lebih tinggi. Pastikan autentisitas Indonesia hadir dalam wisata bahari,” sarannya. Kemenpar menetapkan wisata bahari sebagai unggulan pariwisata Indonesia dan bertekad meningkatkan devisa wisata bahari dari USD1 miliar saat ini menjadi USD4 miliar pada 2019.
”Wisata bahari kita targetkan pertumbuhannya paling tinggi. Jumlah wisman bahari kita harapkan meningkat menjadi 4-6 juta wisman pada 2019,” tandas Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Inda Susanti
Nusa Dua
Para nelayan anggota Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas)/KUD Yasa Segara paling berbahagia, karena Kima Garden pertama di dunia itu bisa menjadi ikon wisata baru untuk menarik lebih banyak wisatawan. Pundi-pundi rupiah yang didapat nelayan dari aktivitas wisatawan bisa bertambah. ”Saat musim liburan, wisatawan mencapai 500 orang per hari,” ujar ketua Pokmaswas/ KUD Yasa Segara, Ketut Koder.
Menurut dia, para nelayan sudah akrab dengan aktivitas pariwisata sejak 1942. Mereka menyewakan perahu yang biasa dipakai melaut untuk mengantar turis ke lokasi selam atau snorkeling . ”Sudah tradisi, kami ini nelayan pariwisata,” ucapnya. Seiring perkembangan pariwisata di Nusa Dua, aktivitas wisata di Pantai Mengiat kian bergeliat. Muncul peluang usaha penyewaan kayak, papan selancar, payung, hingga pijat. Para nelayan juga mengelola bersama sebuah resto semipermanen.
Omzet resto berkisar Rp300 juta per bulan, bahkan Agustus lalu melampaui Rp400 juta. Sebagian omzet dibagikan sebagai pendapatan nelayan anggota. ”Dulu tiap nelayan dapat Rp500.000 per bulan, tapi sekarang sudah Rp1,5 juta per bulan. Itu di luar penghasilan pribadi,” bebernya. Ketut bersyukur adanya kegiatan pariwisata mampu menggerakkan ekonomi masyarakat.
Dari 29 nelayan anggota saat ini yang aktif melaut hanya 6 orang, sisanya lebih banyak mengais rezeki dari pariwisata. Kima Garden menempati perairan seluas 1.000 meter persegi. Kima, kerang raksasa dari phylum Moluska, dikembangkan dari indukan asal Sulawesi Selatan. Kima Garden dirancang menjadi atraksi ekowisata berbasis konservasi kima yang dikelola kelompok masyarakat, dipadukan dengan program rehabilitasi terumbu karang.
Hal ini sesuai konsep pariwisata berkelanjutan yang tengah digencarkan oleh Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Kisah lain datang dari Pemuteran di Bali barat yang kerap dijadikan contoh konkret kesuksesan pengembangan wisata berbasis masyarakat. Adalah praktisi pariwisata Agung Prana, yang pada dua dekade silam melihat potensi di balik Desa Pemuteran yang lingkungannya rusak dan masyarakatnya miskin.
Bentang alam Pemuteran yang indah dengan pantai, laut dan gunung, membuatnya optimistis bisa menyulap kawasan itu menjadi destinasi wisata dunia. Apalagi, keanekaragaman terumbu karangnya merupakan salah satu yang terkaya di dunia, dengan lebih dari 300 spesies.
”Dengan keterbatasan, kami kembangkan bersama masyarakat. Awalnya ada penolakan, kami rangkul terus. Perlahan ekonomi berubah, kesejahteraan meningkat, lingkungan terehabilitasi. Rumah penduduk yang dulunya gubuk beratap daun kelapa sekarang sudah mentereng,” tuturnya. Kini mayoritas warga Pemuteran menuai penghasilan dari pariwisata. Tingkat hunian hotel dan homestay rata-rata mencapai 65%.
Penduduk yang menyewakan tiga kamar di rumahnya dengan tarif Rp300.000 per malam bisa meraup pendapatan bersih Rp15 juta per bulan. ”Saat ini sudah ada 200 homestay . Pemuteran sudah menjadi pilihan orang Barat. Wisatawan umumnya datang dari Eropa dan mereka biasanya tinggal 4-5 hari,” ucapnya.
Ahli pariwisata berkelanjutan David Makes menyebutkan tiga hal penting dalam menjaga keberlanjutan destinasi wisata, yakni menjaga kunjungan wisatawan agar tidak melampaui batas kapasitas; adanya ketegasan masalah sampah; dan mengajak turis terlibat dalam aktivitas pariwisata berkelanjutan, misalnya menanam terumbu karang.
Kepala Global Sustainable Tourism Council Luigi Cabriani mengatakan, permintaan wisatawan dunia akan wisata bahari saat ini sangat tinggi. Mereka menuntut produk berkualitas tinggi, autentik, dan baik pelayanannya. Indonesia punya potensi bahari menakjubkan yang harus dikembangkan menjadi produk wisata tanpa merusak lingkungan.
”Memadukan aktivitas bahari dengan kekhasan budaya memungkinkan Indonesia meraup belanja turis lebih tinggi. Pastikan autentisitas Indonesia hadir dalam wisata bahari,” sarannya. Kemenpar menetapkan wisata bahari sebagai unggulan pariwisata Indonesia dan bertekad meningkatkan devisa wisata bahari dari USD1 miliar saat ini menjadi USD4 miliar pada 2019.
”Wisata bahari kita targetkan pertumbuhannya paling tinggi. Jumlah wisman bahari kita harapkan meningkat menjadi 4-6 juta wisman pada 2019,” tandas Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Inda Susanti
Nusa Dua
(ars)