Tantangan Lahirkan Wirausaha Lokal

Senin, 07 September 2015 - 08:59 WIB
Tantangan Lahirkan Wirausaha...
Tantangan Lahirkan Wirausaha Lokal
A A A
Elfindri
Profesor Ekonomi SDM dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi Unand

Di kanal komunikasi mana pun kekhawatiran akan pelemahan nilai rupiah kian kuat, terlebih di media sosial. Banyak yang percaya pelemahan nilai rupiah adalah masalah kredibilitas pemerintah.

Sebaliknya, ada yang mampu mengaitkannya dengan posisi Indonesia yang masih lebih baik dibandingkan negara lain sekalipun rupiah melemah.

Ada juga yang menyatakan bahwa bukan pemerintah yang perlu disalahkan, tetapi Bank Indonesia mesti jauh lebih agresif dan jangan menganggap bahwa harga pasar rupiah masih pada kisaran RP13.400. Apa pun yang terjadi, yang jelas memasuki dua kuartal tahun ini tentunya tidak usah kita ratapi. Amal terbaik adalah berusaha sekeras mungkin melihat masalah yang ada dan membalikkannya menjadi kesempatan. Sebab, pada masa krisis, penurunan ekonomi itu juga melahirkan banyak usaha yang justru mengalami kemajuan yang tinggi.

Tantangan dan Keberpihakan Ekonomi Indonesia jelas ekonomiskalakecil. Usahamikro, kecil dan menengah (UMKM) mendominasi lebih kurang 99% dari struktur bisnis yang ada. Mereka pada umumnya kuat menghadapi krisis karena sasaran struktur produksi sederhana, beroperasi di mana tersedia potensi permintaan yang besar, maka eksistensi mereka justru perlu lebih diperbesar dan berkeadilan.

Ketika penulis menyiapkan sebuah buku Minang Entrepreneur, jelas contoh-contoh kasus yang diperlihatkan adalah mereka yang justru menjadi ujung tombak bisnis ritel yang berasaldari darahMinangseperti rumah makan dan pedagang pakaian. Mereka justru pada umumnya terlatih menghadapi masalah dan cepat menyesuaikan bisnis.

Mereka bukanlah sebagai karyawan “anak mama” yang menunggu tanggal gajian. Mereka terasah mempunyai naluri dan segera mengambil tindakan dengan risiko yang tinggi. Mengingat proses melahirkan wirausaha itu penting, keberpihakan terhadap wirausaha lokal sangatlah diperlukan. Dua hal yang sangat menonjol untuk mengubah wawasan berpikir para wirausaha lokal menjadi sangat urgen dilahirkan.

Pertama, sekalipun Indonesia memerlukan investor untuk membiayai infrastruktur, keberpihakan terhadap wirausaha lokal sangat diperlukan. Indonesia adalah salah satu negara sasaran investasi. Data menunjukkan ada kecenderungan proses pembentukan investasi periode 1995-2008 lebih dikuasai oleh China, Korea Selatan, Vietnam, dan berbagai negara Eropa Timur.

Nilai investasi mereka bisa mencapai di atas 34% dari GNP (The World Bank, Atlas of Global Development, 2011). Pada periode 2008-2015, Indonesia akan menjadi salah satu tujuan investasi. Hal ini terlihat pada kenyataan bahwa akhir-akhir ini banyak sekali proyek investasi mulai dikuasai China. Katakan proyek-proyek model Turnkey Projects di sektor kelistrikan dan infrastruktur sebagai pemenang tender.

Wirausaha lokal mesti dilahirkan untuk membidik pekerjaan turunan dari proses investasi itu. Jika tidak, foreign direct investment (FDI) dengan sistem sejalan antara pemenangan proyek dengan penyediaan tenaga kerja hanyalah menguntungkan kesempatan kerja akibat China kelebihan suplai tenaga kerja berketerampilan khusus.

Pada analisis sebelumnya penulis sudah mengusulkan ini dapat dilakukan dengan mengakomodasi pihak yayasan dalam membuat program-program pelatihan tenaga kerja besertifikasi. Kedua, Indonesia ini bukan Jakarta (Jawa). Namun terdiri dari banyak suku bangsa yang tersebar luas dengan capaian pembangunannya yang berbeda- beda.

Daerah-daerah mesti didorong untuk aktif mencari alternatif investasi dengan inovasi agar tumbuh dan berkembang. Untuk membuat agar munculnya efek sebar dari ekonomi, para wirausaha lokal justru jauh lebih penting dilahirkan. Jika tidak, kemajuan pendidikan akan menyebabkan terjadinya arus migrasi yang tinggi ke pusat pemerintahan.

Misalnya selama ini arus migrasi yang tinggi justru dari pulau-pulau utama menuju daerah Jabodetabek. Data migrasi internasional sepertiMeksiko, China, Pakistan, IndiadanFilipinaadalah5negara yang menikmati remittances dan akan menjadi salah satu sumber pengganti FDI.

Indonesia tidak sebesar negara itu nilai remittance internasionalnya walau remittance lokalnya masih besar dan diharapkan sebagai sumber pembiayaan bisnis di daerah-daerah. Selama ini proyek pemerintah memang sudah mulai mengarah kepada memajukan sektor perdesaan. Berbagai skema program pemerintah antara lain program PNPM, program perdesaan, program prioritas pertanian, dan sejenisnya.

Akan tetapi untuk mendukung pertumbuhan sektor perdesaan, persoalan yang muncul adalah semakin terbatasnya jumlah anak muda yang mau menjadi wirausaha di sektor pertanian atau mulai menginisiasi untuk membuka usaha-usaha yang baru yang selama ini belum kelihatan. Sebagaimana persoalan pertama, persoalan kedua sangat diperlukan dengan kembali mendorong agar dapat kemudahan dalam menghasilkan usaha baru, startup business.

Salah satunya adalah skema pembiayaan yang merangsang agar anak muda berani memulai usaha. Laporan American Economic Review (April 2015) menemukan jumlah entrepreneur berkurang pada tahun 2010 sebagai akibat Pemerintah AS mengurangi pembiayaan pada usaha-usaha startup business pada 2000.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0526 seconds (0.1#10.140)