Pertaruhkan Nyawa demi Keselamatan Para Pendaki

Senin, 07 September 2015 - 08:33 WIB
Pertaruhkan Nyawa demi...
Pertaruhkan Nyawa demi Keselamatan Para Pendaki
A A A
Ang Kami merupakan salah satu ”dokter es” yang memiliki reputasi baik di kalangan para pendaki Puncak Everest, Pegunungan Himalaya, di Nepal.

Bukan hanya memiliki keahlian medis, Ang Kami juga sherpa yang terbiasa mendaki puncak tertinggi di dunia. Ang Kami merupakan satu dari sekelompok dokter yang berhasil selamat setelah mendaki Puncak Everest setinggi 8.848 meter pada awal Agustus lalu. Itu tepat empat bulan setelah longsoran salju yang menghancurkan basecamp para ”dokter es” saat gempa bumi yang melanda Nepal.

Kini Ang Kami siap menempuh perjalanan baru ke Everest untuk musim semi nanti. Dokter yang berusia 63 tahun itu menjadi figur yang paling familier di antara sherpa -pendamping pendaki Everest. Ang Kami mulai berkarier menjadi ”dokter es” sejak 1975 ketika dia sukses membantu Junko Tabei menjadi pendaki perempuan pertama yang mencapai Puncak Everest.

Tapi, kini Ang Kami menghadapi dilema dan kekhawatiran setelah gempa pada April silam yang menewaskan sedikitnya 9.000 orang, 18 di antaranya pendaki di Puncak Everest. ”Pekerjaan kita semakin sulit tahun ini. Gunung sudah berubah (setelah gempa),” kata Ang Kami kepada AFP . ”Puncak Everest semakin berisiko. Kita sedikit menghadapi ketakutan tahun ini,” imbuhnya. Kenapa semakin berisiko? Ang Kami layaknya sherpa lainnya, pembuka jalur pendakian.

Mereka menciptakan jalur baru karena jalan lama sudah tertutup es. Tahun ini lebih berbahaya karena Nepal masih sering diguncang gempa kecil dan itu memicu longsoran salju. Pekerjaan Ang Kami dan para sherpa lainnya memang mempertaruhkan nyawa demi keselamatan para pendaki yang membayar mereka. Seorang ”dokter es” mampu mendapatkan USD3.500 (Rp49,5 juta) setiap kali musim pendakian.

Terkadang Ang Kami mendapatkan uang terima kasih dari pendaki asing. Pendapatannya lebih tinggi dibandingkan rata-rata penghasilan tahunan warga Nepal yakni USD705 (Rp10,6 juta). Pendakian Puncak Everest menjadi bisnis yang mampu memperbaiki kehidupan rakyat Nepal. Tahun ini Ang Kami akan mendampingi pendaki asal Jepang, Nobakazu Kuriki, yang ingin mencapai puncak. Ang Kami akan mendampingi Kuriki hingga kamp 2 atau sekitar 6.400 meter.

Ang Kami sangat dibutuhkan Kuriki karena dia pernah kehilangan sembilan jarinya akibat radang dingin pada pendakian 2012. ”Saya mendampingi pendaki selama bertahuntahun. Tapi, tahun ini terasa berbeda,” ujar Ang Kami. ”Saya berharap tidak terjadi apa-apa.” Angk Dorjee Sherpa, presiden Komite Kontrol Polusi Sagarmatha (SOCC), mengungkapkan tidak ada pilihan lain untuk mengirimkan sherpa untuk membuka rute. Pemerintah Nepal juga tidak akan memberikan izin pendakian jika tidak didampingi sherpa .

”Tugas kita adalah membuka rute, tidak peduli berapa pun jumlah pendakinya,” tuturnya. Setiap hari ”dokter es” dan para timnya bekerja di basecamp para pendaki selama 12 jam. Meski mereka memiliki kemampuan sebagai sherpa , ”dokter es” kini lebih banyak bertugas di Khumbu Climbing Center yang didirikan pendaki asal Amerika Serikat, Conrad Anker.

”Dokter es mengetahui gunung dengan baik. Mereka memiliki pengalaman yang banyak,” kata Ang Tshering Sherpa, presiden Asosiasi Pendakian Nepal. ”Mereka merupakan tulang punggung pendakian di Everest,” imbuhnya.

Pendaki berpengalaman dan pakar Everest, Alan Arnette, mengungkapkan hari semakin pendek dan es bertambah dingin seperti musim es sehingga pendakian ke puncak terkadang sangat tidak mungkin. ”Tingkat kesuksesan pendakian di musim semi hanya mencapai 66% dibandingkan dengan 29% di musim gugur,” papar Arnette.

Andika Hendra M
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0947 seconds (0.1#10.140)