Kereta Sedang Perlu Dikaji Ulang
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta mengkaji ulang realisasi kereta berkecepatan sedang Jakarta- Bandung. Selain infrastruktur yang belum layak dan merata, kajian mendalam tentang rute, tata ruang, keselamatan, dan beban tarif juga harus diperhatikan.
”Perlu jadi catatan khusus, saat ini transportasi baru dapat mencapai kecepatan maksimum 100 km/ jam. Adapun kendalanya masih banyak perlintasan sebidang. Ini perlu menjadi pertimbangan menjawab persoalan mendasar untuk menjaga keselamatan,” kata anggota DPR Komisi V Nusyirwan Soejono kemarin.
Kategori kereta berkecepatan sedang adalah bisa melaju antara 200-250 km/jam, sedangkan kereta dengan kecepatan tinggi melaju di atas 250 km/jam. Jarak antara Jakarta ke Bandung hanya 140-150 km. Jika menggunakan kereta cepat bisa ditempuh hanya 34menit, sedangkan menggunakan kereta kecepatan sedang akan membutuhkan waktu 43 menit.
Nusyirwan menjelaskan, kajian pertama yang perlu dilakukan adalah pilihan jalur atau rute yang memberikan dampak besar bagi pengembangan ekonomi daerah yang dilalui. Selain itu, juga disesuaikan dengan rencana tata ruang daerah untuk menentukan kecepatan yang laik untuk rute yang dipilih.
Hal lain yang patut diperhatikan, kata Nusyirwan, adalah kejelasan terkait kajian pengenaan tarif yang akan dibebankan kepada masyarakat. Menurut dia, keselamatan dan tarif penting untuk menjadi prioritas utama pengkajian. ”Dua hal (keselamatan dan tarif) itu harus menjadi prioritas pengkajian,” kata dia.
Menengok proyek kereta cepat sebelumnya, dia menuding hanya sebatas inisiatif dari Menteri BUMN Rini Soemarno tanpa koordinasi dengan pihak- pihak terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Kementerian ESDM sebagai pemasok energi.
”Jika inisiatif dikeluarkan oleh orang yang tidak mengerti masalah sangat berbahaya, sebab pembangunan kereta api harus sesuai dengan masterplan kereta api nasional dan juga tata ruang wilayah,” tandasnya.
Pengamat kereta api Darmaningtyas meminta Menteri BUMN membatalkan kajian terhadap bergulirnya gagasan pembangunan kereta berkecepatan sedang rute Jakarta-Bandung. Pihaknya menganggap pembangunan kereta sedang suatu hal yang sia-sia karena justru akan mematikan infrastruktur atau jalur kereta api yang sudah ada. ”Mending swasta diminta bangun kereta cepat di luar pulau Jawa yang masih defisit infrastruktur,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Dia menyarankan, untuk jalur kereta Jakarta-Bandung agar ditambah kapasitas rel kereta api tidak perlu adanya penambahan rel baru untuk kereta cepat atau sedang. Jika ingin membangun kereta cepat, lebih baik dialihkan ke Sumatera dan Kalimantan karena di sana masih minim infrastruktur.
Dia menilai tidak ada dampak ekonomi baru yang akan ditimbulkan dari rencana pembangunan kereta sedang rute Jakarta-Bandung, pasalnya akan mematikan jaringan rel lama yang sudah terbangun.
Corporate Secretary Wijaya Karya Suradi tetap berkeyakinan bahwa keberadaan kereta nonkonvensional Jakarta-Bandung nantinya akan menciptakan pengembangan ekonomi baru, khususnya bagi jalur yang akan dilalui. ”Karena ada pul kereta, transit, di situ akan berkembang ekonomi terpadu baik kawasan industri, wisata agro dan argo,” terang dia.
Saat ini, menurut Suradi, konsorsium BUMN tengah menunggu surat perintah resmi terkait kajian bisnis pembangunan kereta berkecepatan sedang. Wijaya Karya beserta konsorsium BUMN lainnya yang ditunjuk melakukan kajian bisnis sedang menunggu surat perintah resmi dari Menteri BUMN Rini Soemarno.
Adapun konsorsium BUMN tersebut antara lain PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, PTPN VIII, dan PT Kereta Api Indonesia. ”Kita sedang menunggu surat perintah apakah nanti dalam bentuk keputusan presiden atau dari keputusan menteri. Secara exercise sudah dilakukan sinergi empat BUMN akan dilakukan,” ujar dia kemarin.
Menurut dia, kajian itu mencakup kaidah bisnis yang harus dilakukan, misalnya dana investasi dan peralatan yang harus disiapkan. Pasalnya, perhitungannya tentu berbeda dengan pembangunan kereta cepat. ”Saya rasa (tetap) ada Jepang dan China. Tapi belum tahu bagaimana, karena kajian baru sedang dilakukan masih menunggu arahan yang jelas. Apa yang diperintah kami bertugas menyukseskan,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M Said tidak mempermasalahkan gagasan pemerintah memilik kereta berkecepatan sedang. Namun, dia menekankan pendanaan proyek tersebut harus business to business (B to B) sehingga tidak mengganggu anggaran negara.
Muhidin meyakini banyak investor yang berminat mengingat investasi di Pulau Jawa sudah pasti menguntungkan. Selain itu, ada potensi besar untuk membuka pusat-pusat pertumbuhan baru di sepanjang rute Jakarta-Bandung itu, termasuk hingga kota-kota penyangga sekitarnya.
”Pasti muncul di situ wilayah- wilayah baru. Wilayah permukiman, wilayah bisnis. Saya kira itu sangat bagus dalam rangka penyebaran penduduk untuk mengurangi kepadatan kota. Jadi kuncinya di infrastruktur,” tuturnya.
Pemerintah Kota Bandung menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat terkait perkembangan rencana proyek kereta cepat ataupun sedang rute Jakarta-Bandung. Kota Bandung hanya menerima manfaat dari keberadaan proyek yang disebut-sebut dapat mempersingkat waktu tempuh Jakarta- Bandung hingga seperempat dari waktu tempuh biasa.
”Kalau pun enggak (jadi), itu kan rencana pemerintah pusat. Saya mah terima manfaat. Jadi, pemerintah pusat menyatakan belum memungkinkan, ya mau gimana lagi ikut saja,” ujar Wali Kota Bandung Ridwan Kamil kepada wartawan seusai Launching Microlibrary di Bandung kemarin. Namun Emil—sapaan Ridwan Kamil—berharap proyek tersebut dapat terwujud karena akan banyak keuntungan yang dapat dinikmati masyarakat.
Pengamat transportasi dari Infrastructure Partnership dan Knowledge Center Institut Teknologi Bandung (ITB) Harun Al Rasyid Lubis Chaiman mengatakan kereta cepat atau sedang yang digagas pemerintah pusat merupakan program jangka panjang jika dilihat dari sisi urgensinya.
Dia beralasan, kereta cepat atau sedang merupakan proyek strategis jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi jangka panjang. Kendati demikian, menurut Harun, pemerintah harus serius untuk rencana pembangunan kereta api cepat atau sedang ini.
Sebab, berdasarkan catatan, sejumlah proyek kereta cepat yang telah digagas pemerintah pusat sebelumnya hingga hari ini tidak pernah beres. Harun menuturkan, sejumlah proyek yang tidak pernah tercapai hingga hari ini antara lain gagalnya proyek Railway Efficiency Project yang digagas pada 1996 dengan Bank Dunia yang menjadi sumber pendanaannya.
Dalam proyek tersebut, rencananya akan dilakukan reformasi lembaga perkeretaapian dan partial double track Jakarta-Bandung. Kemudian proyek KA lain yang gagal adalah double track Manggarai-Cikarang dan elektrifikasi serta pemisahan trek kereta antarkota dan KRL lokal. Kedua proyek tersebut hingga saat ini terbengkalai tak pernah beres.
Oleh sebab itu, dia menegaskan, tugas utama pemerintah pusat saat ini atas rencana proyek kereta cepat tersebut adalah menetapkan trade dan mencicil untuk pembebasan lahan yang tersentuh oleh rencana proyek tersebut.
Nanang wijayanto/ Inda susanti/Dian rosadi/Nur azis
”Perlu jadi catatan khusus, saat ini transportasi baru dapat mencapai kecepatan maksimum 100 km/ jam. Adapun kendalanya masih banyak perlintasan sebidang. Ini perlu menjadi pertimbangan menjawab persoalan mendasar untuk menjaga keselamatan,” kata anggota DPR Komisi V Nusyirwan Soejono kemarin.
Kategori kereta berkecepatan sedang adalah bisa melaju antara 200-250 km/jam, sedangkan kereta dengan kecepatan tinggi melaju di atas 250 km/jam. Jarak antara Jakarta ke Bandung hanya 140-150 km. Jika menggunakan kereta cepat bisa ditempuh hanya 34menit, sedangkan menggunakan kereta kecepatan sedang akan membutuhkan waktu 43 menit.
Nusyirwan menjelaskan, kajian pertama yang perlu dilakukan adalah pilihan jalur atau rute yang memberikan dampak besar bagi pengembangan ekonomi daerah yang dilalui. Selain itu, juga disesuaikan dengan rencana tata ruang daerah untuk menentukan kecepatan yang laik untuk rute yang dipilih.
Hal lain yang patut diperhatikan, kata Nusyirwan, adalah kejelasan terkait kajian pengenaan tarif yang akan dibebankan kepada masyarakat. Menurut dia, keselamatan dan tarif penting untuk menjadi prioritas utama pengkajian. ”Dua hal (keselamatan dan tarif) itu harus menjadi prioritas pengkajian,” kata dia.
Menengok proyek kereta cepat sebelumnya, dia menuding hanya sebatas inisiatif dari Menteri BUMN Rini Soemarno tanpa koordinasi dengan pihak- pihak terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Kementerian ESDM sebagai pemasok energi.
”Jika inisiatif dikeluarkan oleh orang yang tidak mengerti masalah sangat berbahaya, sebab pembangunan kereta api harus sesuai dengan masterplan kereta api nasional dan juga tata ruang wilayah,” tandasnya.
Pengamat kereta api Darmaningtyas meminta Menteri BUMN membatalkan kajian terhadap bergulirnya gagasan pembangunan kereta berkecepatan sedang rute Jakarta-Bandung. Pihaknya menganggap pembangunan kereta sedang suatu hal yang sia-sia karena justru akan mematikan infrastruktur atau jalur kereta api yang sudah ada. ”Mending swasta diminta bangun kereta cepat di luar pulau Jawa yang masih defisit infrastruktur,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Dia menyarankan, untuk jalur kereta Jakarta-Bandung agar ditambah kapasitas rel kereta api tidak perlu adanya penambahan rel baru untuk kereta cepat atau sedang. Jika ingin membangun kereta cepat, lebih baik dialihkan ke Sumatera dan Kalimantan karena di sana masih minim infrastruktur.
Dia menilai tidak ada dampak ekonomi baru yang akan ditimbulkan dari rencana pembangunan kereta sedang rute Jakarta-Bandung, pasalnya akan mematikan jaringan rel lama yang sudah terbangun.
Corporate Secretary Wijaya Karya Suradi tetap berkeyakinan bahwa keberadaan kereta nonkonvensional Jakarta-Bandung nantinya akan menciptakan pengembangan ekonomi baru, khususnya bagi jalur yang akan dilalui. ”Karena ada pul kereta, transit, di situ akan berkembang ekonomi terpadu baik kawasan industri, wisata agro dan argo,” terang dia.
Saat ini, menurut Suradi, konsorsium BUMN tengah menunggu surat perintah resmi terkait kajian bisnis pembangunan kereta berkecepatan sedang. Wijaya Karya beserta konsorsium BUMN lainnya yang ditunjuk melakukan kajian bisnis sedang menunggu surat perintah resmi dari Menteri BUMN Rini Soemarno.
Adapun konsorsium BUMN tersebut antara lain PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, PTPN VIII, dan PT Kereta Api Indonesia. ”Kita sedang menunggu surat perintah apakah nanti dalam bentuk keputusan presiden atau dari keputusan menteri. Secara exercise sudah dilakukan sinergi empat BUMN akan dilakukan,” ujar dia kemarin.
Menurut dia, kajian itu mencakup kaidah bisnis yang harus dilakukan, misalnya dana investasi dan peralatan yang harus disiapkan. Pasalnya, perhitungannya tentu berbeda dengan pembangunan kereta cepat. ”Saya rasa (tetap) ada Jepang dan China. Tapi belum tahu bagaimana, karena kajian baru sedang dilakukan masih menunggu arahan yang jelas. Apa yang diperintah kami bertugas menyukseskan,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M Said tidak mempermasalahkan gagasan pemerintah memilik kereta berkecepatan sedang. Namun, dia menekankan pendanaan proyek tersebut harus business to business (B to B) sehingga tidak mengganggu anggaran negara.
Muhidin meyakini banyak investor yang berminat mengingat investasi di Pulau Jawa sudah pasti menguntungkan. Selain itu, ada potensi besar untuk membuka pusat-pusat pertumbuhan baru di sepanjang rute Jakarta-Bandung itu, termasuk hingga kota-kota penyangga sekitarnya.
”Pasti muncul di situ wilayah- wilayah baru. Wilayah permukiman, wilayah bisnis. Saya kira itu sangat bagus dalam rangka penyebaran penduduk untuk mengurangi kepadatan kota. Jadi kuncinya di infrastruktur,” tuturnya.
Pemerintah Kota Bandung menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat terkait perkembangan rencana proyek kereta cepat ataupun sedang rute Jakarta-Bandung. Kota Bandung hanya menerima manfaat dari keberadaan proyek yang disebut-sebut dapat mempersingkat waktu tempuh Jakarta- Bandung hingga seperempat dari waktu tempuh biasa.
”Kalau pun enggak (jadi), itu kan rencana pemerintah pusat. Saya mah terima manfaat. Jadi, pemerintah pusat menyatakan belum memungkinkan, ya mau gimana lagi ikut saja,” ujar Wali Kota Bandung Ridwan Kamil kepada wartawan seusai Launching Microlibrary di Bandung kemarin. Namun Emil—sapaan Ridwan Kamil—berharap proyek tersebut dapat terwujud karena akan banyak keuntungan yang dapat dinikmati masyarakat.
Pengamat transportasi dari Infrastructure Partnership dan Knowledge Center Institut Teknologi Bandung (ITB) Harun Al Rasyid Lubis Chaiman mengatakan kereta cepat atau sedang yang digagas pemerintah pusat merupakan program jangka panjang jika dilihat dari sisi urgensinya.
Dia beralasan, kereta cepat atau sedang merupakan proyek strategis jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi jangka panjang. Kendati demikian, menurut Harun, pemerintah harus serius untuk rencana pembangunan kereta api cepat atau sedang ini.
Sebab, berdasarkan catatan, sejumlah proyek kereta cepat yang telah digagas pemerintah pusat sebelumnya hingga hari ini tidak pernah beres. Harun menuturkan, sejumlah proyek yang tidak pernah tercapai hingga hari ini antara lain gagalnya proyek Railway Efficiency Project yang digagas pada 1996 dengan Bank Dunia yang menjadi sumber pendanaannya.
Dalam proyek tersebut, rencananya akan dilakukan reformasi lembaga perkeretaapian dan partial double track Jakarta-Bandung. Kemudian proyek KA lain yang gagal adalah double track Manggarai-Cikarang dan elektrifikasi serta pemisahan trek kereta antarkota dan KRL lokal. Kedua proyek tersebut hingga saat ini terbengkalai tak pernah beres.
Oleh sebab itu, dia menegaskan, tugas utama pemerintah pusat saat ini atas rencana proyek kereta cepat tersebut adalah menetapkan trade dan mencicil untuk pembebasan lahan yang tersentuh oleh rencana proyek tersebut.
Nanang wijayanto/ Inda susanti/Dian rosadi/Nur azis
(bbg)