Potensi Konflik Pilkada Lebih Tinggi

Jum'at, 28 Agustus 2015 - 09:07 WIB
Potensi Konflik Pilkada...
Potensi Konflik Pilkada Lebih Tinggi
A A A
AMBON - Potensi konflik pada pilkada serentak ini lebih besar dibandingkan dengan pemilu legislatif dan pemilu presiden pada 2014.

Untuk itu jajaran pemerintah daerah dan aparat keamanan, yakni TNI dan Polri, diimbau untuk menjaga netralitas demi terciptanya pilkada damai. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, dari 269 daerah penyelenggara pilkada serentak tahap pertama pada 2015, 10 daerah di antaranya tergolong rawan konflik.

Guna mengatasi kemungkinan pecahnya konflik, menurut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan para gubernur, bupati, dan wali kota untuk melakukan pemantauan secara rutin pada semua tahapan pilkada. Selain itu, kepala daerah juga diminta berkoordinasi dan bekerja sama dengan pimpinan TNI dan Polri di daerah guna mencegah sejak dini kemungkinan terjadinya gejolak, baiksaat pemungutan dan perhitungan suara maupun setelahnya.

”Potensi konflik saat pilkada malah jauh lebih tinggi dari pemilihan presiden maupun pemilihan legislator 2014 lalu. Kebanyakan dipicu sentimen dan gengsi sukuisme yang kuat saat pilkada digelar,” ujar Tjahjo di Ambon, Maluku, Rabu (26/8).

Mendagri tidak menampik bahwa daerah lain di luar 10 wilayah yang dianggap paling rawan tersebut juga berpotensi konflik. ”Pilkada serentak di 269 daerah berpotensi terjadi konflik, tetapi tingkatannya berbeda dan 10 daerah tersebut merupakan yang paling rawan,” ujar Mendagri.

Demi meminimalisasi potensi konflik, Mendagri meminta seluruh jajaran penegak hukum untuk bertindak netral serta mengawasi semua proses dan penahapan pilkada, tak terkecuali di Maluku.

Sementara itu, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Suharsono mengatakan, pengamanan dan penjagaan pilkada dipusatkan di titik-titik rawan seperti kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan posko kegiatan pasangan calon. Selain pengamanan melekat kepada pasangan calon, pengawasan dan pengamanan juga dilakukan terhadap penyelenggara pilkada atau komisioner KPU di setiap daerah.

”Sebanyak 135.000 lebih anggota Polri cukuplah untuk mengamankan pelaksanaan pilkada ini,” ujar Suharsono kepada KORAN SINDO kemarin. Hingga memasuki hari pertama masa kampanye kemarin, Suharsono mengatakan Polri belum menemukan konflik berarti atau bentuk pelanggaran pidana pemilu lain.

Namun dia mengakui di beberapa daerah muncul insiden kekerasan terhadap petugas KPU. Di antaranya penganiayaan terhadap Ketua KPUD Tolitoli, Sulawesi Tengah. Polri diakuinya kini tengah menyelidiki peristiwa tersebut. KPU sebelumnya telah menyurati Presiden Jokowi agar memberi perhatian serius terhadap kasus kekerasan yang dialami penyelenggara pilkada di daerah.

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, untuk kondisi di tempat-tempat yang berbahaya, KPU meminta adanya pengawalan khusus bagi para komisioner demi memastikan keselamatannya.

”Kalau di daerah terpencil yang jauh itu kan ruang untuk orang melakukan tindakan kekerasan lebih besar. Oleh karenanya alangkah baiknya diberikan pendampingan orang per orang,” ujarnya kemarin.

Khoirul muzaki/ Dian ramdhani/ant
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0803 seconds (0.1#10.140)