UMKM Mulai Terpukul Rupiah

Kamis, 27 Agustus 2015 - 09:12 WIB
UMKM Mulai Terpukul...
UMKM Mulai Terpukul Rupiah
A A A
BANTUL - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mulai memukul usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Selain lonjakan harga bahan baku, mereka mengeluhkan permintaan yang mulai menurun.

Perkembangan tersebut mengkhawatirkan lantaran sektor UMKM menyerap banyak tenaga kerja. Di berbagai daerah, para perajin tempe cemas menghadapi kenaikan harga kedelai impor seiring pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), harga kedelai impor saat ini mencapai Rp8.500/kg, lebih mahal daripada kedelai lokal yang Rp7.000- 7.500/kg.

Kedelai impor selama ini menjadi andalan bahan baku pembuatan tempe. Pilihan sulit menaikkan harga jual akan dia jalankan daripada gulung tikar lantaran tak mampu menutup biaya produksi. ”Saya bingung, mau saya kecilkan ataupun saya naikkan harganya, dampaknya sama,” papar perajin tempe, Sulastri di Bantul kemarin.

Kekhawatiran atas kenaikan harga kedelai impor juga dirasakan pengusaha tempe di Kulonprogo, DIY dan Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. ”Kalau harga dinaikkan kami juga khawatir pembeli keberatan. Akhirnya kami atur bagaimana caranya, ukurannya dikecilkan,” ucap Agus Salim, perajin tempe di Tegal.

Keresahan senada diungkapkan pelaku usaha industri batik rumahan di Kelurahan Kalinyamat Wetan, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal. Salah seorang perajin batik, Muniroh, 39, mengatakan harga bahan baku dipastikan ikut naik jika kurs rupiah terus melemah. Padahal harga bahan baku sebelumnya sudah naik terimbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan mulai melemahnya rupiah pada Februari lalu.

Harga kain untuk membatik ketika itu naik menjadi Rp35.000/ lembar dari sebelumnya Rp30.000/ lembar. Kemudian harga lilin naik dari semula Rp32.000/kg menjadi Rp45.000/kg. Adapun harga pewarna mencapai Rp55.000/ons, padahal sebelumnya Rp40.000/ons. Dampak pelemahan rupiah juga mulai dirasakan pelaku usaha di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Banyak perusahaan mulai menempuh efisiensi seiring lesunya perekonomian.

Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Kudus, Hamidin, mengatakan pertumbuhan ekonomi yang melambat dan melemahnya nilai tukar rupiah berdampak pada industri padat karya dan industri yang mengandalkan bahan baku impor. ”Sudah ada belasan industri padat karya dan industri yang menggunakan bahan baku impor yang melakukan efisiensi seiring kondisi terakhir,” kata Hamidin.

Langkah efisiensi yang paling banyak dilakukan adalah yang berkaitan dengan biaya pekerja. Perusahaan terpaksa menghitung ulang hari dan jam kerja. Dia mencontohkan, jika sebelumnya pegawai bekerja selama 7 jam, kini dipangkas hanya tinggal 5 jam per hari. Selain itu, jika sebelumnya mereka bekerja selama 6hari kerja tiap pekannya, kini dikurangi hanya tinggal 3-5 hari.

Pemerintah akan berupaya mengatasigejolak perekonomian saat ini. Wapres Jusuf Kalla (JK) di sela-sela kunjungan kerja ke Seoul, Korea Selatan, mengatakan pemerintah sangat optimistis kondisi saat ini dapat diatasi dengan menerapkan beberapa kebijakan sehingga krisis seperti tahun1997-1998 tak akan terulang.

Menurut JK, keadaan perekonomian yang melemah akhir-akhir ini tidak sama seperti yang terjadi pada 17 tahun lalu di mana krisis ekonomi terjadi akibat kinerja perbankan yang memburuk.

Wapres menegaskan, melambatnya ekonomi sekarang akibat pendapatan yang menurun, termasuk kinerja ekspor. ”Masalah prinsip kita dasarnya masalah pendapatan yang menurun akibat hargaharga menurun, akibat ekspor turun, kemudian menyebabkan secara otomatis daya beli menurun,” ujar Wapres.

Untuk mengatasi hal itu, pemerintah akan mengurangi impor dan meningkatkan produk dalam negeri. Menurut JK, apa pun komoditas yang dapat dibuat di dalam negeri harus dimaksimalkan dan dikelola dengan baik. ”Oleh karena itu, kita rapat berkali-kali agar pemerintah cepat dan orang berpendapatan sehingga dapat mengonsumsi,” ujarnya.

JK menilai respons negatif pasar yang terus membuat nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) tertekan bukan karena lemahnya pemerintah merespons kondisi saat ini. ”Mau apa pun kalau daya beli menurun, berarti industri itu akan menurun pendapatannya, otomatis sahamnya menurun,” ujar JK. Kemarin, JK mengajak investor Korea untuk memanfaatkan situasi ini.

Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan industri dalam negeri dapat dimanfaatkan investor asing mengembangkan usahanya secara cepat. Indonesia membutuhkan investor dalam skala besar untuk mengurangi kebutuhan impor seperti kebutuhan industri baja, farmasi, energi, dan listrik.

”Dan mereka (investor) minat dari Korea itu tetap tinggi ya, tetap bagus. Apalagi dalam kondisi begini, mereka masing-masing ingin membuka kesempatan investasi,” tambahnya.

Andik sismanto/ Rarasati syarief/ Muhammad oliez/Farid firdaus/ Erfanto linangkung /Kuntadi
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0831 seconds (0.1#10.140)