Jangan Terus Salahkan Faktor Eksternal

Rabu, 26 Agustus 2015 - 09:55 WIB
Jangan Terus Salahkan...
Jangan Terus Salahkan Faktor Eksternal
A A A
JAKARTA - Pemerintah diminta untuk tidak terus menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebab buruknya kinerja perekonomian nasional. Sebaliknya, pemerintah harus fokus bekerja demi mengembalikan kepercayaan pasar.

Sejumlah agenda, seperti memangkas semua kebijakan ataupun praktik yang menghambat investasi dan penyerapan anggaran; mendorong pembiayaan ke sektor produktif; serta mempercepat proyek-proyek infrastruktur, harus segera dikerjakan oleh pemerintah.

Ekonom Ryan Kiryanto mengatakan, dalam kondisi seperti saat ini, sangat penting bagi pemerintah untuk memenuhi ekspektasi pasar. Pelaku pasar menginginkan pemerintah dapat segera memenuhi komitmen dan janji-janjinya. ”Jika itu bisa dipenuhi, saya percaya pasar akan merespons positif, sehingga kurs rupiah dan indeks harga saham gabungan akan menguat lagi,” ujarnya di Jakarta kemarin.

Nilai tukar rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), kemarin, bergerak melemah menjadi Rp14.067 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.998 per dolar Amerika Serikat (AS). Adapun indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia ditutup menguat 64,77 poin (1,56%) ke level 4.228,50, setelah Senin (24/8), lalu anjlok 172,22 poin (3,97%).

Executive Director Mandiri Institute Destry Damayanti berpandangan, pemerintah dapat melakukan stabilisasi harga di pasar uang dan pasar modal. Kebijakan tersebut bisa menjadi salah satu solusi cepat. ”Namun harus dibarengi kebijakan stimulus seperti pemotongan pajak pendapatan. Dampaknya positif di mata investor kalau dilakukan dengan cepat.

Pemerintah butuh langkah yang jitu,” ujar Destry. Ketua Umum DPP Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) mengingatkan, dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS paling besar dirasakan masyarakat kecil. ”Kualitas hidup mereka turun drastis,” kata HT. Karena itu, pemerintah harus bergerak cepat dan tepat, antara lain dengan menggalakkan investasi dan mempercepat belanja.

Selain itu, otoritas mesti mendorong perbankan untuk fokus pada pembiayaan sektor produktif, bukan konsumtif. ”Kemudian proyek infrastruktur yang dipegang broker dan tidak dikerjakan, dialihkan ke BUMN yang relevan agar bisa berjalan,” tuturnya. HT mengatakan, kurs rupiah akan membaik apabila tingkat kepercayaan meningkat, ekspor naik dibandingkan impor, investasi masuk ke Indonesia, serta tidak ada pelarian modal (capital flight) dari dalam ke luar negeri.

Sementara itu, pasar modal akan membaik jika fundamental emiten membaik, tingkat kepercayaan pulih, dan investasi portofolio meningkat. ”Dalam situasi seperti sekarang, harus didorong investor dalam negeri untuk melakukan pembelian, misalnya oleh dana pensiun, asuransi, maupun yayasan,” ujarnya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat untuk tidak panik menyikapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Presiden optimistis kurs rupiah kembali normal dan tidak muncul gejolak. Pemerintah dan BI menyiapkan berbagai langkah strategis untuk mengatasi gejolak perekonomian. BI berusaha keras untuk mengeluarkan instrumen-instrumen yang menjaga kurs rupiah. Begitu juga dengan Kabinet Kerja.

”Menko ekonomi dan keuangan sudah berusaha dengan deregulasi, memotong izin-izin investasi agar lebih sederhana. Juga mengeluarkan regulasi yang menguatkan itu,” ujar Jokowi. Dia yakin realisasi belanja APBN dan APBD akan mendorong perekonomian. ”Sedangkan diBUMN, kita cek juga masih ada Rp130 triliun. Ini harus segera dibelanjakan.

Kami juga mendorong swasta agar berani berinvestasi. Prinsipnya, jangan sampai kita terkena arus psikologi untuk ikuti irama perlambatan,” imbuhnya. Menurut Presiden, semua pihak harus berani melakukan lompatan. Daerah, misalnya, harus membuat terobosan agar serapan anggaran bisa maksimal.

”Semua pihak harus mendukung ini. Media juga demikian. Berita-berita yang kalian buat harus menimbulkan optimisme. Bukan malah sebaliknya,” ujar mantan gubernur DKI Jakarta ini. Di luar itu, Presiden mengatakan ada deregulasi besarbesaran di semua lini. Segala hal yang bisa disederhanakan akan disederhanakan, yang menghambat segera dipotong.

”Saya kira cara-cara seperti itu bisa memotivasi kita semuanya,” urainya. Kendati demikian, Jokowi juga menyampaikan bahwa melemahnya kurs rupiah kali ini bukan karena problem internal saja. Ada faktor eksternal yang saling terkait dan memengaruhi, di antaranya krisis di Yunani, rencana kenaikan suku bunga di AS, depresiasi yuan di China, serta guncangan ekonomi di beberapa negara.

”Meski begitu, kita tidak boleh terlena. Perbaikan di semua lini harus dilakukan. Utamanya mempercepat serapan anggaran,” katanya. Gubernur BI Agus Martowardojo berujar, saat ini para investor menyasar portofolio di negara-negara maju. Sebaliknya, minat investasi portofolio di negara-negara berkembang seperti Indonesia turun.

”Ini yang memberikan tekanan terhadap nilai tukar, termasuk Indonesia,” katanya. Mantan menteri keuangan itu pun meyakini, gejolak nilai tukar rupiah belakangan ini hanya bersifat sementara. Kendati begitu, dia mengatakan bahwa BI terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah secara hati-hati.

Agus mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah mesti diwaspadai. Akan tetapi, dia berpendapat fundamental ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan kondisi 1997/1998, yang ditandai dengan inflasi yang terjaga, surplus neraca perdagangan, serta defisit transaksi berjalan yang terus menurun.

”Dansaya tambahkanlagi, perbankan kita. Waktu 1997/1998, perbankan kita lemah neracanya. Modalnya kecil, kredit bermasalahnya besar. Sekarang rasio kecukupanmodalnya diatas20%, kredit bermasalahnya kalaupun ada sedikit peningkatan secara gross hanya 2,6%, secara netto 1,4%.

Jadi, kondisi kita dalam keadaan baik,” ujarnya. Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pemerintah saat ini fokus melakukan pembelian kembali (buyback) surat berharga negara (SBN) untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Pemerintah menyediakan dana Rp3 triliun dari APBN untuk operasi pasar.

Selain itu, mantan kepala kebijakan fiskal itu menambahkan, pemerintah juga memiliki pertahanan lapis kedua, yaitu bond stabilization framework jika dana untuk buyback SBN masih kurang. Dana ini, kata Bambang, diambil dari danadana yang tidak terpakai di rekening bendahara umum.

Fokus Tangani Perbankan

Di bagian lain, pemerintah dan DPR akan mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) guna mengantisipasi kemungkinan krisis ekonomi. Dalam RUU yang baru tersebut, penanganan krisis akan difokuskan pada sektor perbankan.

Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, ruang lingkup RUU JPSK sebelumnya diajukan pada 2012 mencakup sektor perbankan, perasuransian, dan pasar surat berharga negara (SBN). Sementara dalam RUU yang baru, akan difokuskan pada sektor perbankan saja.

”Hal ini disebabkan sektor perbankan merupakan sendi utama sistem pembayaran, yang apabila mengalami permasalahan akan langsung mengancam perekonomian,” ujar Bambang. Dia melanjutkan, perubahan lainnya dalam RUU itu adalah penetapan bank berdampak sistemik.

Dalam RUU JPSK yang lama, penetapan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dilakukan saat bank mengalami permasalahan, sementara dalam RUU yang baru, bank berdampak sistemik akan ditetapkan sebelum mengalami permasalahan. Mantan kepala kebijakan fiskal tersebut menambahkan, perubahan yang terakhir adalah tidak adanya pasal imunitas bagi pengambil kebijakan.

Sebagai gantinya, dalam RUU tersebut diusulkan adanya ketentuan pemberian bantuan hukum dari lembaga yang diwakili atau menugaskannya apabila menghadapi tuntutan hukum (pasal 46). Gubernur BI Agus Martowardojo juga menyambut pembahasan RUU ini oleh DPR dan pemerintah. Aturaninidinilainya akan menjadi jembatan antarotoritas di sektor keuangan ketika situasi ekonomi memburuk.

”Kalau seandainya terjadi kondisi yang memburuk, kita sudah punya mekanisme bagaimana kita akan merespons. Apakah bank ini masuk kategori bank biasa atau sistemik,” imbuhnya. Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengusulkan agar segera dibentuk manajemen krisis. Ini lantaran para pelaku ekonomi mulai cemas dengan perkembangan saat ini.

Hafidz fuad/rahmat fiansyah/ihya ulumuddin /sindonews
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0735 seconds (0.1#10.140)