Rupiah Terpuruk, Industri Keuangan Perlu Waspada

Selasa, 25 Agustus 2015 - 09:50 WIB
Rupiah Terpuruk, Industri...
Rupiah Terpuruk, Industri Keuangan Perlu Waspada
A A A
JAKARTA - Industri keuangan perlu mewaspadai terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Namun pasar juga tidak usah panik dalam menghadapi kondisi pasar yang fluktuatif karena daya tahan industri keuangan masih cukup kuat.

Harapan itu disampaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di sisi lain Kementerian Keuangan belum khawatir dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS karena penyebab utama persoalan tersebut bukan akibat buruknya fundamental ekonomi nasional, tapi tekanan perekonomian global yang membuat perilaku pelaku pasar keuangan irasional.

”Tetap waspada. Jangan sampai nanti kelesuan (di pasar) akan mendorong NPL (nonperforming loan/kredit bermasalah),” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad di Jakarta kemarin.

Pada perdagangan kemarin, nilai tukar rupiah yang ditransaksikanantarbankpada sesipagi sempat merosot 122 poin hingga menembus level Rp14.038/dolar AS dibandingkan posisi sebelumnyaRp13.916/ dolarAS. Berkutat di sekitar level tersebut di sepanjang perdagangan, nilai tukar rupiah akhirnya hanya berhasil sedikit menguat pada sore hari ke level Rp13.988/dolar AS.

Mengikuti gerak pelemahan rupiah, harga-harga saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia kemarin juga anjlok cukup dalam. Hingga akhir perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 172,22 poin atau 3,97% ke level 4.163,72. Kelompok 45 saham unggulan atau LQ45 kemarin tercatat turun 35,02 poin (4,81%) ke level 692,2.

Posisi IHSG terendah sebelumnya dialami pada 16 Desember 2013 yang ditutup pada level 4.125,95. Namun IHSG tak melemah sendirian. Di bursa regional pun pelemahan harga saham terjadi secara bervariasi. Di antaranya indeks Shanghai turun 297,84 poin atau 8,49% menjadi 3.209,91.

Kemudian indeks Hang Seng di Bursa Hong Kong turun 1.158,05 poin (5,17%) ke level 21.251,57, diikuti Nikkei yang turun 895,15 poin (4,61%) ke level 18.540,68 dan indeks Straits Times yang melemah 116,48 poin (3,92%) ke level 2.854,53. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan, melemahnya rupiah hingga menyentuh level Rp14.000/dolar AS kemarin yang disertai terpuruknya pasar saham dipicu ketidakpastian ekonomi global.

Dia menyebutkan, investor global saat ini sedang melepas sahamnya (sell off) di pasar modal seluruh dunia. ”Hampir semua sedang melepas sahamnya dan ini berdampak ke Indonesia,” ujar Agus di Gedung DPR/MPR, Jakarta, kemarin. Akibat pelemahan tersebut, Agus mengatakan bahwa kondisi rupiah saat ini berada jauh di bawah nilai fundamental (undervalued) dan mengalami tekanan yang terus-menerus.

Dalam situasi seperti ini, Agus meminta semua pihak, termasuk para eksportir, untuk bekerja sama dan melepas valuta asing agar rupiah tidak terusmenerus berada dalam tekanan. ”Agar permintaan dan pasokan (dolar AS) seimbang sehingga nilai tukar (rupiah) tidak tertekan. Kalau sesuai undang-undang, kami akan berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah,” ucapnya.

Menkeu Bambang PS Brodjonegoro meyakini penyebab utama dari penurunan nilai mata uang Indonesia itu bukan karena fundamental ekonomi nasional buruk, tetapi akibat tekanan perekonomian global yang membuat perilaku pelaku pasar keuangani rasional.

Selain itu pelemahan rupiah itu juga diakibatkan potensi terjadinya perang mata uang (currency war) setelah adanya aksi devaluasi yuan China serta dong Vietnam. Hanya, meski rupiah undervalued, dia melihat situasinya masih terjaga karena pemerintah serta BI terus berupaya agar kurs tidak terlalu berfluktuasi terhadap dolar AS.

”Kita lihat kondisi fundamentalnya, tapi sekarang memang sangat undervalued dan itu harus diupayakan untuk diperkuat,” katanya. Sementara itu ekonom PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk (BNI) Ryan Kiryanto melihat kondisi perbankan nasional saat ini masih terjaga meski rupiah melemah mendekati Rp14.000/ dolar AS. Sebab sistem mitigasi risiko bank dari berbagai aspek sudah teruji.

Menurut dia, setiap saat bank melakukan analisis terhadap perubahan lingkungan bisnis dan melakukan tindakantindakan sesuai kebutuhan dalam rangka pengendalian risiko. ”Jadi semuanya masih terkelola dengan baik. Pasar saja yang heboh tanpa dasar karena menonjolkan kepanikan ketimbang rasionalitas,” katanya.

Langkah BI

BI memutuskan untuk menerapkan tiga strategi guna menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah dalam jangka pendek di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian perekonomian global. ”Untuk menjaga stabilisasi rupiah, kami mengoptimalkan operasi moneter baik di pasar uang rupiah maupun pasar valas,” kata Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung.

Adapun tiga strategi tersebut adalah memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah di pasar uang, memperkuat pengelolaan pasokan dan permintaan valuta asing, serta memperkuat kecukupan cadangan devisa. Secara operasional, ketiga strategi tersebut dilakukan melalui tujuh kebijakan.

Kebijakan itu adalah melakukan intervensi di pasar valas, melakukan pembelian SBN di pasar sekunder, mengubah mekanisme lelang Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) serta menerbitkan SDBI tenor enam bulan dan menerbitkan kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor 9 bulan dan 12 bulan, lalu menyesuaikan frekuensi lelang Foreign Exchange(FX) Swap dari dua kali seminggu menjadi satu kali seminggu.

Selain itu menurunkan batas pembelian valas dengan pembuktian dokumen underlying dari saat ini sebesar 100.000 dolar AS menjadi 25.000 per dolar AS per nasabah per bulan dan mewajibkan penggunaan NPWP serta berkoordinasi dengan pemerintah dan bank sentral lainnya untuk memperkuat cadangan devisa.

Di sisi lain Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku sedang berkoordinasi dengan OJK untuk merespons anjloknya IHSG dalam beberapa hari terakhir. Direktur BEI Samsul Hidayat menjelaskan, sejauh ini BEI masih terus melakukan pemantauan terhadap pergerakan pasar saham domestik, salah satunya dengan menjalankan protokol manajemen krisis (crisis management protocol/ CMP).

”Bursa Efek Indonesia memiliki indikator dan tahapan yang dapat dilakukan ketika pasar bergejolak,” ujar dia. Samsul Hidayat juga mengatakan bahwa stimulus peraturan sektor pasar modal dikeluarkan OJK yang membolehkan emiten atau perusahaan publik untuk melakukan pembelian kembali sahamnya (buy back). Diharapkan langkah tersebut dapat menahan penurunan IHSG BEI lebih dalam.

Sementara itu OJK telah menerbitkan Surat Edaran OJK Nomor 22/SEOJK.04/2015 yang memperbolehkan emiten atau perusahaan publik melakukan buy back sahamnya tanpa perlu memperoleh persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS).

”Penerbitan surat edaran itu guna memberikan stimulus dan mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan karena adanya pengaruh dan tekanan dari luarterhadap pasar,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida.

Dia menjelaskan, emiten atau perusahaan publik yang melaksanakan Surat Edaran OJK itu tetap memiliki ketentuan, yakni total pembelian kembali saham paling banyak 20% dari modal disetor (termasuk treasury stocks) dan paling sedikit saham yang beredar adalah 7,5% dari modal disetor.

Rahmat fiansyah/ Kunthi fahmar sandy/ Ichsan amin/ant
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7538 seconds (0.1#10.140)