Victoria Minta Perlindungan Presiden
A
A
A
JAKARTA - Perseteruan antara PT Victoria Securities International Corporation (VSIC) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) semakin meruncing.
Setelah sebelumnya PT VSIC melaporkan Kejagung ke DPR, kini mereka menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta perlindungan hukum. Anggota kuasa hukum PT VSIC Irfan mengatakan, Kejagung telah melakukan perbuatan kriminalisasi terhadap PT VSIC dalam kasus dugaan korupsi penjualan hak tagih (cassie ) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Menurut dia, lelang yang dilakukan BPPN saat itu buah dari kebijakan politik yang dilakukan pemerintah. ”Melalui surat ini, izinkan kami menyampaikan pengaduan dan permohonan perlindungan hukum kepada Bapak Presiden Republik Indonesia atas upaya kriminalisasi terhadap klien kami terkait pembelian hak tagih (cessie ) terhadap PT Adyaesta Ciptatama oleh klien kami dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional pada 2003,” ungkap Irfan di Jakarta kemarin.
Menurut dia, langkah Kejagung tersebut telah mencoreng komitmen Indonesia dalam melakukan transaksi. Bagaimana negara bisa dihargai dalam melakukan hubungan internasional jika setelah transaksi dilakukan, Kejaksaan Agung (yang merupakan pengacara negara) justru membidik rekan transaksinya dengan tuduhan korupsi.
Menurut dia, VSIC adalah investor yang ditunjuk sebagai pemenang lelang atas hak tagih terhadap PT Adyaesta Ciptatama pada lelang program penjualan aset-aset kredit IV (selanjutnya disebut Lelang PPAK IV) yang diselenggarakan oleh BPPN pada 2003. Dalam lelang tersebut, VSIC telah melakukan semua persyaratan yang diatur oleh BPPN, termasuk melakukan pembayaran secara penuh nilai yang VSIC tawarkan.
Karena itu, pada 17 November 2003 dibuat perjanjian pengalihan piutang (cassie) No 57 di hadapan notaris Eliwaty Tjitra SH di Jakarta. Namun, VSIC yang telah melaksanakan hak tagihnya terhadap PT Adyaesta Ciptatama justru dikriminalisasi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) KejagungTony Tspontana menyatakan, pihaknya tidak mau reaktif dalam menanggapi hal tersebut. Kejagung hanya menunggu ada atau tidak surat tersebut.
”Kita tunggu danlihat dulu. Kalau memang ada, kami dikasih tembusan atau tidak. Tunggu dulu, jangan langsung ditanggapi sekarang. Jika kita sudah dapat suratitu, baru kita akan menanggapinya,” tandasnya.
Hasyim ashari
Setelah sebelumnya PT VSIC melaporkan Kejagung ke DPR, kini mereka menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta perlindungan hukum. Anggota kuasa hukum PT VSIC Irfan mengatakan, Kejagung telah melakukan perbuatan kriminalisasi terhadap PT VSIC dalam kasus dugaan korupsi penjualan hak tagih (cassie ) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Menurut dia, lelang yang dilakukan BPPN saat itu buah dari kebijakan politik yang dilakukan pemerintah. ”Melalui surat ini, izinkan kami menyampaikan pengaduan dan permohonan perlindungan hukum kepada Bapak Presiden Republik Indonesia atas upaya kriminalisasi terhadap klien kami terkait pembelian hak tagih (cessie ) terhadap PT Adyaesta Ciptatama oleh klien kami dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional pada 2003,” ungkap Irfan di Jakarta kemarin.
Menurut dia, langkah Kejagung tersebut telah mencoreng komitmen Indonesia dalam melakukan transaksi. Bagaimana negara bisa dihargai dalam melakukan hubungan internasional jika setelah transaksi dilakukan, Kejaksaan Agung (yang merupakan pengacara negara) justru membidik rekan transaksinya dengan tuduhan korupsi.
Menurut dia, VSIC adalah investor yang ditunjuk sebagai pemenang lelang atas hak tagih terhadap PT Adyaesta Ciptatama pada lelang program penjualan aset-aset kredit IV (selanjutnya disebut Lelang PPAK IV) yang diselenggarakan oleh BPPN pada 2003. Dalam lelang tersebut, VSIC telah melakukan semua persyaratan yang diatur oleh BPPN, termasuk melakukan pembayaran secara penuh nilai yang VSIC tawarkan.
Karena itu, pada 17 November 2003 dibuat perjanjian pengalihan piutang (cassie) No 57 di hadapan notaris Eliwaty Tjitra SH di Jakarta. Namun, VSIC yang telah melaksanakan hak tagihnya terhadap PT Adyaesta Ciptatama justru dikriminalisasi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) KejagungTony Tspontana menyatakan, pihaknya tidak mau reaktif dalam menanggapi hal tersebut. Kejagung hanya menunggu ada atau tidak surat tersebut.
”Kita tunggu danlihat dulu. Kalau memang ada, kami dikasih tembusan atau tidak. Tunggu dulu, jangan langsung ditanggapi sekarang. Jika kita sudah dapat suratitu, baru kita akan menanggapinya,” tandasnya.
Hasyim ashari
(ftr)