Kuasa Junta Mulai Sirna

Senin, 24 Agustus 2015 - 09:41 WIB
Kuasa Junta Mulai Sirna
Kuasa Junta Mulai Sirna
A A A
Stabilitas keamanan dan politik menjadi identitas pemerintahan junta militer, termasuk di Thailand. Janji itu juga dijamin pemerintahan junta militer Thailand sekitar 15 bulan lalu saat kudeta. Ternyata, janji itu tidak terealisasi.

Kredibilitas pemerintahan junta Thailand saat ini pun dipertanyakan. Apalagi, militer tidak terlihat sama sekali dalam serangan paling mematikan dalam sejarah Bangkok itu. Penduduk Bangkok menganggap, ledakan bom yang menewaskan 20 orang pada Senin (17/8) dan melukai ratusan warga sebagai ketegangan politik. Mereka semakin percaya kalau jaminan keamanan hanya sebagai ilusi yang ditawarkan junta militer.

Ketika janji jaminan keamanan tidak bisa diwujudkan oleh junta, dapat dipastikan janji lainnya ketika kudeta 2014 lalu tidak akan terwujud. Pemulihan ekonomi akan terhambat. Investasi asing akan terhenti. Kunjungan wisatawan akan menurun drastis. Apakah dampak terburuk? Legitimasi terhadap pemerintahan junta militer Thailand dari rakyat akan sirna.

Apalagi, PrayuthChan-Ocha, Perdana Menteri (PM) Thailand, menunjukkan keinginan untuk menunda pemilu pada tahun depan. Itu menimbulkan kemarahan pendukung Thaksin. Pendukung Thaksin menuding junta ingin berkuasa lebih lama lagi. Sedangkan, militer berdalih reformasi ekonomi dan politik harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pemilu digelar.

Sementara, reformasi membutuhkan waktu yang panjang. Perpanjangan kekuasaan junta didukung aktivis politik anti-Thaksin, biksu Budha, Luang Pu Buddha Isara. Pada Juni lalu dia mengajukan petisi yang ditandatangani 50.000 orang untuk menuntut perpanjangan kekuasaan junta. ”Jika perlu, saya akan mengumpulkan 5 juta tanda tangan untuk meminta junta militer tetap bertahan sebelum pemilu,” kata Isara dikutip Bangkok Post.

Kelompok”KausMerah” menyatakan, mereka tidak tergesa-gesa untuk merebut kembali kekuasaan dengan memenangkan pemilu mendatang. ”Saya mengatakan kepada rakyat untuk bersabar,” kata Jatuporn Prompan, pemimpin Front Bersatu Demokrasi Melawan Kediktatoran (UFDAD) atau dikenal ”Kaus Merah”.

Dia mengungkapkan, kelompok oposisi sedang menikmati pertunjukan harian yang dilakukan junta. ”Jika Anda menonton di bioskop, jangan hanya menonton film selama lima menit pertama saja, tetapi Anda harus tonton hingga akhir,” sindir Jatuporn, dilansir Washington Post. Selain kegagalan dalam bidang politik dan keamanan, ekonomi Thailand juga semakin memburuk.

Banyak perusahaan Korea Selatan (Korsel) yang menghentikan produksinya di Thailand. Investor asing beralih ke Vietnam. Bank sentral Thailand memotong suku bunga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kondisi itu diperparah dengan melemahnya geliat konsumen berbelanja.

Ekonomi Thailand dalam posisi berbahaya karena bisa kehilangan status sebagai macan Asia. Prayuth dinilai gagal dalam menjalankan rekonsiliasi antar-faksi yang bertikai Thailand. Menurut Matthew Wheeler dari International Crisis Group, rakyat sudah mengalami penderitaan. ”Seharusnya ada kesempatan untuk menghilangkan identitas Kaus Merah dan Kaus Kuning,” ungkapnya.

Perbedaan identitas yang tidak penting itu justru menjadi bumerang yang sangat nyata. Solusi sosial untuk menghilangkan stratifikasi dalam masyarakat Thailand juga dinilai Jatuporn sebagai suatu kemungkinan besar. ”Saat ini, tidak ada kaus berwarna,” katanya. Dia mengungkapkan, rakyat Thailand akan bersatu bersama.

Andika hendra m
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6382 seconds (0.1#10.140)