Tenangkan Pasar dan Perkuat Soliditas

Senin, 24 Agustus 2015 - 09:35 WIB
Tenangkan Pasar dan...
Tenangkan Pasar dan Perkuat Soliditas
A A A
Tekanan ekonomi global terus menghadang proses pembangunan nasional yang sedang berjalan.

Pertumbuhan ekonomi melambat, daya beli masyarakat melemah, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mencapai titik terendah, serta indeks harga saham gabungan terus menukik. Imbas dari akumulasi tekanan eksternal menuntut setiap negara, khususnya negara berkembang seperti Indonesia, untuk semakin solid dan lebih meningkatkan koordinasi kebijakan.

Para pelaku usaha terus memonitor kerja pemerintah dan setiap kegaduhan di dalamnya akan menurunkan kepercayaan. Publik dan pelaku usaha sangat menyayangkan munculnya disharmoni antara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, dan Menteri BUMN Rini Soemarno, baru-baru ini.

Kita semua berharap adanya soliditas di tubuh pemerintahan agar bisa kembali fokus bekerja secara kolektif dalam menenangkan pasar di tengah ketidakpastian perekonomian dunia. Soliditas kabinet sangatlah penting mengingat para pelaku pasar saat ini menghadapi risiko ketidakpastian.

Pemerintah perlu membentengi pelaku usaha didalam negeri dari gejolak dan tidak menentunya arah perekonomian dunia. Ini hanya dapat dilakukan apabila di dalam pemerintahan, para anggota kabinet memiliki soliditas dan semangat kebersamaan serta tidak saling menyalahkan satu dengan yang lain.

Kegaduhan, kontroversi, dan silang pendapat antarpejabat di pemerintahan yang muncul ke publik tidak hanya kontraproduktif, tetapi juga menambah kadar ketidakpastian bagi para pelaku pasar. Hal ini membuat pelaku pasar harus berhadapan dengan dua front sekaligus, yaitu ketidakpastian ekonomi global dan ketidakpastian arah kebijakan pemerintah akibat tidak solidnya anggota kabinet.

Kondisi seperti ini bagi pemerintah juga akan menyulitkan dalam meningkatkan koordinasi menghadapi gejolak perekonomian global dan untuk merealisasikan pembangunan nasional. Salah satu sumber ketidakpastian di pasar keuangan adalah kebijakan China menurunkan nilai mata uangnya serta melambatnya aktivitas manufaktur negara itu, yang berdampak luas tidak hanya di kawasan Asia, melainkan juga dunia.

Data awal indeks manufaktur China (PMI-Purchasing Manager Index) berada di level 47,1 pada Agustus atau turun dari Juli pada 47,8. Indeks manufaktur China yang di bawah 50 ini menunjukkan kontraksi dan menjadi yang terburuk sejak Maret 2009. Melambatnya ekonomi China ini menjadi tantangan besar bagi ekonomi nasional mengingat negara tersebut merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.

Dan saat ini juga pemerintah sangat aktif mengundang investor China untuk membangun infrastruktur di Tanah Air. Rilis data PMI China menambah derajat ketidakpastian perekonomian global di saat semua negara menunggu kepastian kenaikan dan besaran suku bunga acuan di Amerika Serikat. Nilai tukar mata uang sejumlah negara khususnya Asia Tenggara terimbas kebijakan China dan The Fed.

Bahkan, Malaysia kini dilaporkan berada dalam ambang krisis akibat depresiasi mata uang ringgit dan anjloknya bursa saham. Gejolak di Malaysia juga diperparah oleh kisruh politik yang semakin menekan perekonomian mereka. Kita berharap langkah yang diambil oleh China tidak menghasilkan currency-war yang akan semakin memperburuk perekonomian dunia.

Merespons dinamika di atas, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan baik di sektor fiskal maupun moneter untuk menahan tekanan yang lebih dalam. Di sektor moneter, Bank Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menahan tekanan mata uang rupiah mulai dari intervensi di pasar valas, pembelian SBN di pasar sekunder, operasi pasar terbuka, menyesuaikan frekuensi lelang foreign exchange swap, mengubah mekanisme lelang term deposit (TD) valas, menyesuaikan harga dan memperpanjang tenor sampai tiga bulan.

Bank Indonesia juga menurunkan batas pembelian valas dengan pembuktian dokumen underlying dari yang berlaku saat ini sebesar USD100.000 menjadi USD25.000 per nasabah per bulan dan mewajibkan penggunaan nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Di sektor fiskal, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengeluarkan dua kebijakan yakni kebijakan peningkatan investasi baik pemerintah maupun swasta dan kebijakan mendorong daya beli masyarakat untuk menjaga konsumsi domestik. Implementasi kebijakan hanya akan efektif apabila ditopang oleh koordinasi dan soliditas di tubuh pemerintahan.

Soliditas ini hanya akan tercipta apabila adanya semangat kebersamaan, kolektivitas dan saling percaya dari anggota kabinet di pemerintah. Disharmoni, polemik, konflik dan kontroversi yang tinggi akan menurunkan kualitas koordinasi dan komunikasi yang saat ini justru semakin dibutuhkan dalam menghadapi situasi perekonomian yang melambat.

Kita tentunya memiliki pengalaman berharga ketika dapat keluar dari tekanan ekonomi global tahun 2011-2012. Pengalaman berharga ini tentunya tidak lepas dari stabilitas politik yang terus dijaga baik, komunikasi lintas sektor ditingkatkan sehingga bauran yang dikeluarkan merupakan pilihan optimal.

Kegaduhan dan polemik antarsektor dan kelembagaan tentunya akan semakin mempersulit implementasi kebijakan apa pun yang ditempuh oleh pemerintah. Apalagi di saat-saat seperti ini, bauran kebijakan yang diperlukan bersifat jangka pendek dan butuh gerak cepat. Ini tentunya akan dapat berjalan jika kegaduhan baik yang bersifat politik maupun ego sektoral dapat ditanggalkan.

Selain bersifat internal di pemerintah, koordinasi kebijakan lintas sektor untuk menghasilkan bauran kebijakan yang optimal dan efektif juga membutuhkan dukungan sejumlah pemangku kepentingan mulai dari DPR, pelakuusaha, lembagalembaga nonpemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia.

Andil dan perannya tentunya berbeda-beda dalam membantu pemerintah dalam mengatasi risiko ketidakpastian ekonomi global yang semakin menekan ekonomi nasional. Pasar saat ini membutuhkan optimisme untuk dapat keluar dari tekanan ekonomi dunia ini.

Setidaknya dengan menghindari kegaduhan dan polemik yang kontraproduktif, pemerintah dapat menghidupkan kembali kepercayaan pasar, kepercayaan pelaku usaha, dan mereduksi sejumlah ketidakpastian dari polapola komunikasi di dalam tubuh pemerintahan. Hal ini sangat membantu untuk meningkatkan rasa optimisme dan percaya diri dari para pelaku pasar di tengah gejolak di pasar keuangan dunia.

Untuk kebutuhan jangka pendek, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis dengan melakukan relaksasi bagi usaha dan stimulus bagi masyarakat untuk menahan dampak tekanan ekonomi eksternal.

Dengan menghindari kegaduhan, disertai koordinasi kebijakan, kita berharap pemerintah dapat memberikan rasa nyaman bagi masyarakat dan pelaku usaha. Harapan selanjutnya ekonomi nasional dapat kembali membaik akan dapat kita wujudkan bersama.

PROF FIRMANZAH PhD
Rektor Universitas Paramadina dan Guru Besar FEUI
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5222 seconds (0.1#10.140)