DPR Akan Tegur Pemerintah Soal Penghapusan Bahasa bagi TKA

Senin, 24 Agustus 2015 - 09:30 WIB
DPR Akan Tegur Pemerintah Soal Penghapusan Bahasa bagi TKA
DPR Akan Tegur Pemerintah Soal Penghapusan Bahasa bagi TKA
A A A
JAKARTA - Komisi IX DPR akan menegur pemerintah atas rencananya untuk menghapus uji kemampuan Bahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing (TKA). Pasalnya, kebijakan ini akan berdampak besar bagi bangsa dan negara di berbagai sektor dan semestinya hal ini perlu dikonsultasikan bersama dengan DPR, akademisi, dan juga para ahli.

"Kami akan menegur pemerintah, semestinya sebelum mengeluarkan ini pemerintah mendengar para ahli. Saya pahami ini instruksi langsung para presiden, tapi kita bisa diskusikan bersama," kata Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf saat dihubungi SINDO, Minggu 23 Agustus 2015 malam.

Dede mengatakan, Komisi IX pada hari ini (Senin) akan mengadakan rapat internal untuk menjadwalkan rapat kerja (raker) bersama dengan Menteri Tenaga Kerja (Menaker). Tentunya, Komisi IX juga akan mempertanyakan alasan dari rencana penghapusan uji kompetensi Bahasa Indonesia bagi TKA.

"Tentu kita akan minta penjelasan, bisa juga meminta Permenaker ini agar direvisi," tegas Politikus Partai Demokrat.

Dede berpandangan, untuk menggalang investasi tidak harus serta merta membuka barrier atau gerbang seluas-luasnya sehingga pertahanan ini jebol. Kalau kemampuan berbahasa yang dihapus, maka yang masuk bisa bermacam-macam yakni, budaya, politiknya, nilai-nilai moral, dan hal-hal lainnya.

"Ini yang perlu diperhatikan, apakah kita sudah siap untuk menghadapi ini?" ujarnya.

Kemudian, lanjutnya, pemerintah seringkali terlambat melakukan sosialisasi. Semestinya sebelum memutuskan suatu kebijakan sebelumnya bisa disosialisasikan dulu. Jadi sudah semestinya jika rencana ini perlu disosialisasikan guna mengetahui apakah akan berdampak atau tidak.

"Jadi tidak bisa langsung membuat aturan begitu saja," tegas mantan wakil gubernur Jawa Barat ini.

Menurut Dede, solusi untuk menggalang investasi tidak dengan melepas uji kompetensi Bahasa Indonesia begitu saja. Tetapi, bisa dengan hal-hal lain yang menarik bagi investor, misalnya infrastruktur diperbaiki, diberikan insentif pajak, kemudahan perizinan, bea masuknya dipermudah, dan hal lain yang berhubungan dengan fasilitas tentunya.

"Masih banyak hal lain yang dilakukan untuk menggalang investasi," imbuh Dede.

Selain itu, sambungnya, jika kewajiban berbahasa Indonesia yang dihapus, hal itu tidak hanya berdampak pada TKA baru, tapi juga TKA yang lama dimana mereka akan protes karena sebelumnya mendapatkan uji kompetensi Bahasa.

Hal ini juga berdampak pada kehidupan sosialnya, mereka akan bisa berkomunikasi dengan teman kerjanya yang orang lokal, dengan atasan, dan juga dengan bawahan. Kalau mereka tidak bisa Berbahasa Indonesia ini akan menyebabkan gap sosial.

"Mereka akan membuat komunitas sendiri, kelompok sendiri, akhirnya mereka menjadi senior. Persoalan sosial merupakan hal krusial karena Indonesia ini multi etnis," ungkapnya.

Lebih dari itu, dia menambahkan, pemerintah juga melanggar UU Nomor 24/2009 tentang Bahasa dimana dalam UU Bahasa itu dijelaskan wajib hukumnya Bahasa Indonesia digunakan dalam kontrak kerja di perusahaan negara, swasta, dan perusahaan lain di Indonesia. Kalau tidak, maka kontrak kerja dan peraturannya akan dibuat dengan bahasa semaunya.

"Kami harus mengingatkan kepada pemeritah agar berhati-hati dalam mempergunakan Permenakertrans Nomor 12/2013. Ini juga menyangkut aturan untuk berkomunikasi," tandas Dede.

PILIHAN:

Rieke Minta Penghapusan Berbahasa bagi TKA Ditinjau Ulang

Hari Ini PN Jaksel Bacakan Putusan Praperadilan OC Kaligis
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7860 seconds (0.1#10.140)