Kurs Rupiah Terus Tertekan
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terus tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pemerintah menilai pelemahan kurs rupiah belakangan ini sudah tidak rasional.
Berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah kemarin berada di posisi Rp13.895 per dolar AS, melemah dibandingkan hari sebelumnya yang sebesar Rp13.838 per dolar AS. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, kurs rupiah saat ini berada dalam tekanan akibat sentimen yang datang dari berbagai faktor eksternal.
Kementerian Keuangan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter untuk mengatasi situasi ini. ”Kami tidak akan tinggal diam. Kami terus berusaha agar kondisi tidak semakin buruk,” ujar Menkeu di Jakarta kemarin. Dia menegaskan, nilai tukar rupiah saat ini berada di bawah nilai fundamental yang seharusnya (undervalued ).
Pelemahan kurs rupiah didorong sentimen kondisi eksternal yang irasional. ”Itu mungkin karena khawatir ada perang mata uang, perang harga minyak, devaluasi mata uang, dan spekulasi Amerika Serikat (AS) akan menaikkan tingkat suku bunganya,” papar Bambang.
Mantan Kepala Kebijakan Fiskal itu melanjutkan, sentimen dari berbagai faktor eksternal tersebut tidak hanya berdampak terhadap Indonesia saja, melainkan juga hampir seluruh mata uang dan pasar modal dunia, termasuk pasar modal AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, terpuruknya nilai tukar rupiah disebabkan dolar AS yang sedang kembali ke negara asalnya. Ini dipicu rencana bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuannya. Kemudian ada devaluasi mata uang yuan oleh China. ”Ini kemudian bergabung membuat arus modal dolar AS tidak ke Asia Tenggara. Akibatnya mata uang Asia Tenggara, termasuk rupiah, melemah,” paparnya.
Mantan Gubernur BI itu menambahkan, situasi ini juga membuat arus modal keluar lebih besar daripada arus modal masuk. Dia menyebut banyaknya arus modal yang keluar membuat pasokan dolar AS yang ada di dalam negeri berkurang dan menekan rupiah. ”Itu sebabnya kebijakan investasi itu penting untuk cepat (dilakukan) untuk membuka pintu masuknya dolar AS,” katanya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, bank sentral akan tetap menjaga fundamental ekonomi meskipun rupiah terus melemah. BI juga akan selalu hadir di pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan melakukan intervensi ketika diperlukan.
Menurut dia, Indonesia tidak perlu mengikuti langkah negara lain yang melemahkan mata uangnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. ”Kita jangan melihat satu arah, rupiah dibandingkan dolar. Harus dibandingkan dengan valuta lain. Semua valuta lainnya melemah. Bahkan negara tertentu melemahkan mata uangnya supaya kompetitif,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto menilai, meskipun rupiah terpuruk, kondisi industri perbankan masih relatif baik. Menurutnya, BI juga sudah melakukan sejumlah langkah antisipatif.
Dari risiko pasar, BI melihat beberapa surat-surat berharga yang dipegang bank akan terpengaruh oleh penguatan dolar AS. ”Itu dilihat seberapa jauh surat-surat berharga bank berpengaruh. Sekarang ini surat berharga yang diperdagangkan kondisinya masih oke dan tidak terlalu besar, dari risiko pasar belum terlihat membuat kita lebih alert ,” urainya.
Pengamat ekonomi menilai fluktuasi nilai tukar rupiah masih akan terus terjadi sepanjang kuartal III/2015. Kebijakan moneter disebut sebagai satu satunya solusi jangka pendek yang dapat membangun optimisme investor. Pengamat ekonomi dari Indef Eko Listianto mengatakan, harapan terbaik dari dalam negeri saat ini adalah kebijakan moneter BI untuk merespons pelemahan rupiah.
Hal ini lebih realistis dibandingkan berharap pada kinerja belanja modal yang dijanjikan pemerintah. ”Strategi efektif saat ini ialah kebijakan moneter BI yang bisa diandalkan. Karena isu-isu penyebab fluktuasi nilai tukar banyak yang sifatnya jangka pendek. Kita butuh sentimen positif secepatnya yang menarik kepercayaan investor,” ujar Eko.
Dia mengatakan posisi Indonesia saat ini sangat berat karena lemah di berbagai lini ekonomi. Ini membuat perekonomian nasional sangat sensitif terhadap pergerakan ekonomi global. Bahkan fluktuasi nilai tukar diperkirakan masih akan terus terjadi hingga pertengahan September ketika Bank Sentral AS diprediksi menaikkan suku bunganya.
Arsy ani s/ Rahmat fiansyah/ Kunthi fahmar sandy/ Hafidz fuad/ant
Berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah kemarin berada di posisi Rp13.895 per dolar AS, melemah dibandingkan hari sebelumnya yang sebesar Rp13.838 per dolar AS. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, kurs rupiah saat ini berada dalam tekanan akibat sentimen yang datang dari berbagai faktor eksternal.
Kementerian Keuangan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter untuk mengatasi situasi ini. ”Kami tidak akan tinggal diam. Kami terus berusaha agar kondisi tidak semakin buruk,” ujar Menkeu di Jakarta kemarin. Dia menegaskan, nilai tukar rupiah saat ini berada di bawah nilai fundamental yang seharusnya (undervalued ).
Pelemahan kurs rupiah didorong sentimen kondisi eksternal yang irasional. ”Itu mungkin karena khawatir ada perang mata uang, perang harga minyak, devaluasi mata uang, dan spekulasi Amerika Serikat (AS) akan menaikkan tingkat suku bunganya,” papar Bambang.
Mantan Kepala Kebijakan Fiskal itu melanjutkan, sentimen dari berbagai faktor eksternal tersebut tidak hanya berdampak terhadap Indonesia saja, melainkan juga hampir seluruh mata uang dan pasar modal dunia, termasuk pasar modal AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, terpuruknya nilai tukar rupiah disebabkan dolar AS yang sedang kembali ke negara asalnya. Ini dipicu rencana bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuannya. Kemudian ada devaluasi mata uang yuan oleh China. ”Ini kemudian bergabung membuat arus modal dolar AS tidak ke Asia Tenggara. Akibatnya mata uang Asia Tenggara, termasuk rupiah, melemah,” paparnya.
Mantan Gubernur BI itu menambahkan, situasi ini juga membuat arus modal keluar lebih besar daripada arus modal masuk. Dia menyebut banyaknya arus modal yang keluar membuat pasokan dolar AS yang ada di dalam negeri berkurang dan menekan rupiah. ”Itu sebabnya kebijakan investasi itu penting untuk cepat (dilakukan) untuk membuka pintu masuknya dolar AS,” katanya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, bank sentral akan tetap menjaga fundamental ekonomi meskipun rupiah terus melemah. BI juga akan selalu hadir di pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan melakukan intervensi ketika diperlukan.
Menurut dia, Indonesia tidak perlu mengikuti langkah negara lain yang melemahkan mata uangnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. ”Kita jangan melihat satu arah, rupiah dibandingkan dolar. Harus dibandingkan dengan valuta lain. Semua valuta lainnya melemah. Bahkan negara tertentu melemahkan mata uangnya supaya kompetitif,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto menilai, meskipun rupiah terpuruk, kondisi industri perbankan masih relatif baik. Menurutnya, BI juga sudah melakukan sejumlah langkah antisipatif.
Dari risiko pasar, BI melihat beberapa surat-surat berharga yang dipegang bank akan terpengaruh oleh penguatan dolar AS. ”Itu dilihat seberapa jauh surat-surat berharga bank berpengaruh. Sekarang ini surat berharga yang diperdagangkan kondisinya masih oke dan tidak terlalu besar, dari risiko pasar belum terlihat membuat kita lebih alert ,” urainya.
Pengamat ekonomi menilai fluktuasi nilai tukar rupiah masih akan terus terjadi sepanjang kuartal III/2015. Kebijakan moneter disebut sebagai satu satunya solusi jangka pendek yang dapat membangun optimisme investor. Pengamat ekonomi dari Indef Eko Listianto mengatakan, harapan terbaik dari dalam negeri saat ini adalah kebijakan moneter BI untuk merespons pelemahan rupiah.
Hal ini lebih realistis dibandingkan berharap pada kinerja belanja modal yang dijanjikan pemerintah. ”Strategi efektif saat ini ialah kebijakan moneter BI yang bisa diandalkan. Karena isu-isu penyebab fluktuasi nilai tukar banyak yang sifatnya jangka pendek. Kita butuh sentimen positif secepatnya yang menarik kepercayaan investor,” ujar Eko.
Dia mengatakan posisi Indonesia saat ini sangat berat karena lemah di berbagai lini ekonomi. Ini membuat perekonomian nasional sangat sensitif terhadap pergerakan ekonomi global. Bahkan fluktuasi nilai tukar diperkirakan masih akan terus terjadi hingga pertengahan September ketika Bank Sentral AS diprediksi menaikkan suku bunganya.
Arsy ani s/ Rahmat fiansyah/ Kunthi fahmar sandy/ Hafidz fuad/ant
(ftr)