Otda Sebabkan Persebaran PNS Timpang

Selasa, 18 Agustus 2015 - 08:16 WIB
Otda Sebabkan Persebaran...
Otda Sebabkan Persebaran PNS Timpang
A A A
JAKARTA - Otonomi daerah (otda) dinilai menjadi salah satu penyebab tidak meratanya distribusi pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia.

Tidak saja secara kuantitas atau jumlah, tapi juga secara kualitas, persebaran PNS pun timpang antara satu daerah dan yang lain.

Deputi Mutasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara (BKN) Kuspriyo Murdono mengatakan, sejak otda atau desentralisasi berlaku di Indonesia, masalah kepegawaian menjadi tanggung jawab daerah masing- masing.

Dengan begitu, segala urusan mutasi, promosi, dan rotasi menjadi kewenangan daerah. ”Daerah A misalnya, jumlah gurunya kurang, tapi yang banyak malah pegawai administrasi. Ini timpang jumlahnya, juga kompetensinya,” ungkapnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin. Menurut pria yang akrab disapa Kus ini, sebenarnya dalam perekrutan sudah ada bidangbidang apa saja yang dibutuhkan. Namun dalam perjalanannya, PNS belum tentu akan ditempatkan pada posisi yang sama.

Misalnya karena si A yang tadinya analis kebijakan tapi pintar komputer, lalu malah dijadikan sekretaris. Seharusnya daerah melakukan analisis jabatan untuk rekrutmen harus secara hati-hati. Dengan begitu, baik secara jumlah maupun kompetensi dapat terakomodasi. ”Sekarang ini ada kecenderunganguru SMAmalah banyak dibandingkan dengan guru SD. Makanya perlu analisis yang matang berkaitan dengan kebutuhan, baik jumlah ataupun kompetensi,” imbuhnya.

Dia pun mengakui bahwa saat ini PNS memang lebih menumpuk di Jawa, Bali, dan Sumatera. Ini juga disebabkan jumlah penduduk yang menumpuk di daerah-daerah tersebut. Meski begitu, jumlah PNS di Indonesia secara nasional masih sedikit ketika dibandingkan harus melayani begitu banyak masyarakat. ”Dibandingkan dengan Brunei Darussalam ataupun Malaysia, kita masih lebih sedikit jumlahnya. Tapi kan sekali lagi, karena era otonomi kapasitas fiskal daerah juga jadi pertimbangan perekrutan,” ucap dia.

Kus mengatakan, tahun ini merupakan momentum pembenahan PNS di seluruh daerah. Dengan dilakukan moratorium perekrutan PNS, daerah diwajibkan untuk melakukan analisis jabatan dan kebutuhan PNS untuk lima tahun ke depan. ”Jadi, nanti setiap tahun kita akan rekrut pegawai yang jadi prioritas di daerah tersebut,” tutur Kus.

Sementara itu, Kepala Pengembangan Teknologi dan Informasi BKN Bajoe Loedi Hargono mengatakan saat ini memang belum ada patokan ideal jumlah PNS. Hal ini bergantung pada setiap bidang masing-masing. ”Misalnya untuk guru itu ada idealnya tertentu. Begitu juga dengan tenaga kesehatan, ada jumlah idealnya,” paparnya. Saat ini memang perbandingan yang dimiliki hanya berdasarkan jumlah penduduk, di mana komparasinya berdasarkan jumlah masing-masing.

”Kalau dibandingkan jumlah PNS saja maka Papua akan sangat sedikit dengan Jawa Barat. Tidak bisa melihat angka secara absolut saja, harus ada indikator,” kata dia. Secara umum sampai dengan Desember 2014, jumlah PNS secara total yaitu 4.455.303 orang, yang terdiri atas 908.252 orang di pusat dan 3.547.051 di daerah. Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman menilai yang paling inti dari pembenahan PNS bukan soal moratorium.

Seharusnya sejak dulu dilakukan kajian tentang analisis jabatan atau job analysis terhadap masing-masing yang bekerja sebagai PNS. Selama ini masih banyak PNS menumpuk di satu posisi atau daerah, sedangkan di daerah lain kekurangan PNS. Akibatnya, hasilnya tidak sesuai dengan fungsi dan beban kerja yang dimiliki PNS.

”Ide ini adalah bagus. Cuma jangan sekadar ide, tapi harus dilaksanakan secara konsisten sehingga dengan job analysis yang dilakukan kita mengetahui secara fair berapa tenaga kerja yang dibutuhkan,” katanya saat dihubungi KORAN SINDO tadi malam. Politikus Partai Golkar ini mengingatkan, pemerintah tidak lagi sekadar mengangkat honorer tanpa memikirkan kelanjutan status dan nasib mereka. Ada konsensus pemerintah dengan Komisi II yang intinya pemerintah harus mengangkat honorer menjadi PNS, baru membuka seleksi CPNS baru.

”Apalagi masalah bidan, masalah kesehatan. Dokter PTT (pegawai tidak tetap) yang sudah ditempatkan di daerah terpencil harus diangkat. Guru yang honorer, penjaga sekolah, itu jangan terbiarkan,” tegasnya.

Dita angga/sabir laluhu
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0499 seconds (0.1#10.140)