Merdeka Berarti Ada Sinyal Ponsel

Selasa, 18 Agustus 2015 - 08:13 WIB
Merdeka Berarti Ada Sinyal Ponsel
Merdeka Berarti Ada Sinyal Ponsel
A A A
Bagi sebagian masyarakat Desa Long Nawang, Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, makna merdeka adalah saat mereka bisa menggunakan telepon seluler untuk menghubungi kerabat mereka yang berada di luar daerah.

”Karena daerah ini cukup terisolasi. Saat ada sinyal telepon genggam, masyarakat merasa merdeka. Jangan-jangan nanti menteri datang, mereka akan berkata bahwa kami sudah merdeka,” tutur Bupati Malinau Yansen Tipa Padan, menceritakan tentang masyarakatnya yang bermukim di wilayah perbatasan RI dengan Malaysia kepada wartawan, kemarin.

Berawal dari kisah Presiden Soekarno yang menjanjikan akan membangun lapangan udara jika Indonesia merdeka, sejak itulah segala hal yang baru di Desa Long Nawang dianggap sebagai kemerdekaan. ”Pernah saya mengajak kepala adat yang beragama Kristen ke Yerusalem. Sampai di sana saya teleponkan keluarganya yang kemudian berkata apakah bisa menghubungi Tuhan melalui telepon genggam,” kata Bupati yang pernah menjadi camat di Kayang Hilir tersebut.

Dengan topografi perbukitan yang tingkat kemiringan begitu curam, membuat pembangunan infrastruktur daerah ini sulit dilakukan. Sejak 70 tahun Indonesia merdeka, baru tiga tahun lalu, desa yang dihuni suku Apau Kayan ini memiliki akses jalan. Dengan demikian, kebutuhan sehari-hari yang tadinya dipasok dari negara tetangga kini juga berasal dari dalam negeri.

”Dahulu memang interaksi dengan Malaysia sangat intens. Tapi setelah jalan ini dibuka sudah berkurang,” imbuh Yansen. Tidak saja persoalan infrastruktur, masalah klasik di perbatasan lainnya juga masih menyelimuti desa yang merupakan ibu kota Kecamatan Kayan Hulu. Misalnya dalam bidang kesehatan yang masih belum dirasa sangat kurang. Satu puskesmas di Long Nawang melayani lima desa.

”Terutama tenaga medis masih sangat kurang. Kami hanya punya dua dokter di puskesmas. Saya hanya lulusan SMA, tapi dikasih jabatan di sini,” ujar Kepala Puskesmas Long Nawang, Asalaru. Fasilitas kesehatan yang sangat minim membuat masyarakat harus menempuh jarak yang sangat jauh ketika puskesmas tidak dapat menangani pasien.

Dengan akses jalan terbatas, menyewa pesawat untuk membawa pasien ke rumah sakit menjadi pilihan satu-satunya. Menurut dia, kalau ada pasien yang sangat gawat dan harus dirujuk ke rumah sakit, biasanya warga iuran untuk mencukupi biaya carter pesawat. Permasalahan pendidikan pun tidak kalah memprihatinkan. Meski di setiap desa terdapat sekolah SD, tapi untuk SMP dan SMA masing-masing hanya satu.

Tidak saja terkendala masalah minimnya fasilitas, tenaga pengajar dan biaya sekolah yang mahal menyulitkan masyarakat. Belum lagi jarak yang jauh membuat anak-anak di sana enggan mengenyam bangku sekolah, sebab, masalah kriminalitas membayangi masyarakat setempat. Pasalnya, pernah terjadi pemerkosaan saat anakanak pulang sekolah. ”Akhirnya warga swadaya membangun asrama agar anak-anak tetap bisa sekolah,” ujar ketua asrama, Anugrah Uleh.

Walaupun dalam keterbatasan, salah satu hal yang patut disyukuri adalah bahwa masyarakat di sana tidak pernah mengeluh. Menurut Kepala Adat Apau Kayan, Ibau Ala hal tersebut disebabkan masyarakat Long Mawa memiliki nasionalisme yang tinggi. ”Kami tidak pernah mengeluh dengan harga bensin Rp25.000 per liter,” ujarnya.

Bagi Ibau, jiwa dan semangat nasionalisme warganya tidak perlu diragukan. Baginya, NKRI adalah hal penting karena mereka memiliki sumbangsih dalam merebut kemerdekaan.

Dita Angga
Malinau, Kalimantan Utara
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5828 seconds (0.1#10.140)