Memanjakan Penumpang dengan Bandara Modern
A
A
A
Pembangunan bandara modern tidak bisa dilepaskan dari program percepatan pembangunan infrastruktur yang diusung pemerintah.
Rencananya ada 15 bandara baru yang akan dibangun pada 2015-2019. Konsep kenyamanan penumpang harus menjadi acuan utama pembangunan bandara modern.
Bandara sebagaigerbangutama suatu negara menjadi salah satu wajah yang akan ditampakkan kepada seluruh dunia.
Di Indonesia, konsep bandara cerdas atau modern telah diaplikasikan dengan sukses di Bandara Kualanamu, Deliserdang, Sumatera Utara. Menurut Direktur Utama Angkasa Pura II Budi Karya Sumadi, ada dua faktor yang harus diperhatikan dalam memelihara dan juga menjadikan bandara sebagai bandara modern. Faktor pelayanan dari petugas dan pemberdayaan teknis harus dimaksimalkan untuk mencapai pelayanan yang baik dan nyaman terhadap penumpang.
Dia mencontohkan revitalisasi menuju bandara modern seperti yang sudah diterapkan di Bandara Kualanamu. Di sini konektivitas antara penumpang dan petugas bandara dinilai cukup efisien. Mental pelayanan dari petugas bandara dalam memperlakukan penumpang dinilai menjadi salah satu faktor suksesnya Bandara Kualanamu sebagai bandara yang modern dan nyaman.
Faktor teknis juga sangat memengaruhi tingkat kenyamanan penumpang. Minimnya keterlambatan kedatangan pesawat menjadi salah satu ciri dari kesuksesan Bandara Kualanamu. ”Faktor pelayanan dan teknis menjadi salah satu penunjang keberhasilan dari bandara modern,” ujar Budi saat ditemui KORAN SINDO .
Akan tetapi, dalam hal proyek revitalisasi Bandara Soekarno-Hatta menjadi bandara modern yang terintegrasi, ada sejumlah masalah kompleks yang harus dihadapi. Kenyataan ini membuat rencana revitalisasi Bandara Soekarno- Hatta memakan waktu. Masalahmasalah itu antara lain masih banyaknya penerbangan yang transit di Soekarno-Hatta. Hal ini kemudian menjadi beban untuk Bandara Soekarno- Hatta.
Ke depannya, untuk menghindari transit berlebih di bandara ini harus ada konsolidasi dengan bandarabandara lain di daerah seperti di Pekanbaru, Kualanamu, dan Palembang sebagai penghubung ke Pulau Jawa. Selain itu, Budi menyebutkan, penambahan landasan pacu di Bandara Soekarno-Hatta menjadi hal yang utama untuk mengantisipasi minimnya keterlambatan pesawat.
Dengan begitu efisiensi waktu dapat dirasakan secara maksimal oleh penumpang. Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengungkapkan, persyaratan untuk menjadi bandara modern salah satunya pemberdayaan teknologi harus menjadi prioritas. Sistem pelayanan terpadu berbasis teknologi, selain akan memudahkan penumpang juga akan menghasilkan efisiensi waktu.
Jika pemberdayaan teknologi itu terjadi, penumpang dengan sendirinya dapat mengecek melalui smartphone perihal berapa lama pesawat akan tiba, waktu check-in , perkiraan delay , dan sebagainya. ”Selain itu, pemberdayaan teknologi akan membantu efisiensi mekanisme keamanan bandara bagi petugas,” paparnya. Menurut Gerry, hal yang lebih pen-ting lagi yang menjadi prasyarat bandara modern adalah kenyamanan. Di luar negeri, ada beberapa bandara yang memiliki masalah yang mirip dengan Soekarno-Hatta, namun dapat menjadi bandara modern saat ini.
Salah satunya Bandara Heathrow, London, Inggris. Dulu Bandara Heathrow memiliki masalah dalam manajerial terminal. Namun, permasalahan tersebut segera diatasi dan sistem terpadu diterapkan dalam terminal. Begitu pun dengan Bandara Washington, Amerika. Meski begitu, satu hal yang pasti terjadi di seluruh bandara modern di dunia adalah pemberdayaan teknologi belum seratus persen digunakan.
Pemanfaatan teknologi masih diterapkan selangkah demi selangkah. Gerry memberi contoh, Bandara Changi di Singapura yang begitu nyaman dari segi fisik dan pelayanan pun belum sepenuhnya menerapkan pemberdayaan teknologi. ”Ciri bandara modern adalah kenyamanan dan pemberdayaan teknologi. Namun perlu diketahui, pemberdayaan teknologi tidak seratus persen diterapkan di bandara-bandara modern,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Humas Kementerian Perhubungan JA Barata menyebutkan, masalah yang terjadi dalam revitalisasi bandara menjadi bandara yang terintegrasi dengan moda angkutan massal adalah pembebasan lahan. Hal itu pula yang terjadi di Yogyakarta.
Imas damayanti
Rencananya ada 15 bandara baru yang akan dibangun pada 2015-2019. Konsep kenyamanan penumpang harus menjadi acuan utama pembangunan bandara modern.
Bandara sebagaigerbangutama suatu negara menjadi salah satu wajah yang akan ditampakkan kepada seluruh dunia.
Di Indonesia, konsep bandara cerdas atau modern telah diaplikasikan dengan sukses di Bandara Kualanamu, Deliserdang, Sumatera Utara. Menurut Direktur Utama Angkasa Pura II Budi Karya Sumadi, ada dua faktor yang harus diperhatikan dalam memelihara dan juga menjadikan bandara sebagai bandara modern. Faktor pelayanan dari petugas dan pemberdayaan teknis harus dimaksimalkan untuk mencapai pelayanan yang baik dan nyaman terhadap penumpang.
Dia mencontohkan revitalisasi menuju bandara modern seperti yang sudah diterapkan di Bandara Kualanamu. Di sini konektivitas antara penumpang dan petugas bandara dinilai cukup efisien. Mental pelayanan dari petugas bandara dalam memperlakukan penumpang dinilai menjadi salah satu faktor suksesnya Bandara Kualanamu sebagai bandara yang modern dan nyaman.
Faktor teknis juga sangat memengaruhi tingkat kenyamanan penumpang. Minimnya keterlambatan kedatangan pesawat menjadi salah satu ciri dari kesuksesan Bandara Kualanamu. ”Faktor pelayanan dan teknis menjadi salah satu penunjang keberhasilan dari bandara modern,” ujar Budi saat ditemui KORAN SINDO .
Akan tetapi, dalam hal proyek revitalisasi Bandara Soekarno-Hatta menjadi bandara modern yang terintegrasi, ada sejumlah masalah kompleks yang harus dihadapi. Kenyataan ini membuat rencana revitalisasi Bandara Soekarno- Hatta memakan waktu. Masalahmasalah itu antara lain masih banyaknya penerbangan yang transit di Soekarno-Hatta. Hal ini kemudian menjadi beban untuk Bandara Soekarno- Hatta.
Ke depannya, untuk menghindari transit berlebih di bandara ini harus ada konsolidasi dengan bandarabandara lain di daerah seperti di Pekanbaru, Kualanamu, dan Palembang sebagai penghubung ke Pulau Jawa. Selain itu, Budi menyebutkan, penambahan landasan pacu di Bandara Soekarno-Hatta menjadi hal yang utama untuk mengantisipasi minimnya keterlambatan pesawat.
Dengan begitu efisiensi waktu dapat dirasakan secara maksimal oleh penumpang. Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengungkapkan, persyaratan untuk menjadi bandara modern salah satunya pemberdayaan teknologi harus menjadi prioritas. Sistem pelayanan terpadu berbasis teknologi, selain akan memudahkan penumpang juga akan menghasilkan efisiensi waktu.
Jika pemberdayaan teknologi itu terjadi, penumpang dengan sendirinya dapat mengecek melalui smartphone perihal berapa lama pesawat akan tiba, waktu check-in , perkiraan delay , dan sebagainya. ”Selain itu, pemberdayaan teknologi akan membantu efisiensi mekanisme keamanan bandara bagi petugas,” paparnya. Menurut Gerry, hal yang lebih pen-ting lagi yang menjadi prasyarat bandara modern adalah kenyamanan. Di luar negeri, ada beberapa bandara yang memiliki masalah yang mirip dengan Soekarno-Hatta, namun dapat menjadi bandara modern saat ini.
Salah satunya Bandara Heathrow, London, Inggris. Dulu Bandara Heathrow memiliki masalah dalam manajerial terminal. Namun, permasalahan tersebut segera diatasi dan sistem terpadu diterapkan dalam terminal. Begitu pun dengan Bandara Washington, Amerika. Meski begitu, satu hal yang pasti terjadi di seluruh bandara modern di dunia adalah pemberdayaan teknologi belum seratus persen digunakan.
Pemanfaatan teknologi masih diterapkan selangkah demi selangkah. Gerry memberi contoh, Bandara Changi di Singapura yang begitu nyaman dari segi fisik dan pelayanan pun belum sepenuhnya menerapkan pemberdayaan teknologi. ”Ciri bandara modern adalah kenyamanan dan pemberdayaan teknologi. Namun perlu diketahui, pemberdayaan teknologi tidak seratus persen diterapkan di bandara-bandara modern,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Humas Kementerian Perhubungan JA Barata menyebutkan, masalah yang terjadi dalam revitalisasi bandara menjadi bandara yang terintegrasi dengan moda angkutan massal adalah pembebasan lahan. Hal itu pula yang terjadi di Yogyakarta.
Imas damayanti
(ars)