Pemerintah Belum Setujui Proyek DPR

Minggu, 16 Agustus 2015 - 09:18 WIB
Pemerintah Belum Setujui...
Pemerintah Belum Setujui Proyek DPR
A A A
JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) menegaskan proyek pembangunan Kompleks DPR baru akan diresmikan jika sudah selesai dikerjakan. Pemerintah dan DPR masih perlu bertemu untuk membuat persetujuan bersama mengenai proyek tersebut.

Polemik pembangunan tujuh proyek pembangunan Kompleks Parlemen ini kembali mencuat menyusul penolakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani prasasti pencanangannya seusai sidang bersama MPR, DPR, dan DPP pada Jumat (14/8).

Padahal, prasasti untuk ditandatangani Presiden tersebut sudah disiapkan. “Prasasti itu ditandatangani kalau sudah dibuat, bukan sebelum dibuat. Ini kan baru rencana, mau tanda tangani apa?” kataJKdiIstanaWakilPresiden, Jakarta, kemarin. Wapres mengatakan, pemerintahbelumsecara resmimemberikan persetujuan atas pembangunan proyek tersebut. Pembicaraan pemerintah dengan DPR selama ini baru bersifat informal.

Sebuah proyek, kata dia, harus direncanakan, harus ada anggarannya, dan harus disetujui bersama. “Kalau belum disetujui anggarannya langsung diteken, itu kan fait accompli , kita tidak ingin itu, harus sesuai aturan saja bahwaprasastiitusetelahselesai, bukan sebelum selesai,” katanya.

Tujuh proyek yang rencananya akan dibangun di DPR adalah alun-alun demokrasi, museum dan perpustakaan, jalan akses bagi tamu ke Gedung DPR, visitorcenter , pembangunan ruang pusat kajian legislasi, pembangunan ruang anggota dan tenaga ahli, serta integrasi kawasan tempat tinggal dan tempat kerja anggota DPR. Ketua Tim Implementasi Reformasi Parlemen Fahri Hamzah mengakui seluruh pendanaan proyek itu akan disusun bertahap dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Fahri yang juga Wakil Ketua DPR ini mengatakan, pimpinan DPR hanya sebatas melontarkan ide, sedangkan pelaksanaannya tetap ada di Sekretariat Jenderal DPR selaku kuasa pengguna anggaran. Fahri mengaku tidak kecewa atas batalnya penandatanganan prasasti oleh Presiden Jokowi. “Ada permintaan dari Pak Jokowi karena beliau memang ingin suatu proyek itu tampak dan clear dulu dan akhirnya kita akan bicarakan belakangan dengan beliau,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (14/3).

Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menyatakan, penolakan Presiden menandatangani prasasti tujuh proyek di DPR tersebut mengindikasikan ada ketidaksepahaman antara pemerintah dan DPR dalam proyek tersebut. Namun dia menilai ketidakkompakan seperti itu seharusnya tidak diperlihatkan secara terbuka kepada media dan publik. Presiden dan DPR, kata dia, seharusnya saling terbuka saja dan saling dukung atas kebijakan-kebijakan yang dilakukan bersama.

“Tapi memang keanehan juga yang dilakukan DPR, proses penandatanganan prasasti seharusnya kan sesudah proyek selesai, bukan sebelum pembangunan dimulai. Ini jangan-jangan ada sesuatu,” ujarnya kemarin.

Bakti m munir/ sindonews/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0685 seconds (0.1#10.140)