Sulit Capai Target Pertumbuhan 5,5%

Minggu, 16 Agustus 2015 - 08:58 WIB
Sulit Capai Target Pertumbuhan...
Sulit Capai Target Pertumbuhan 5,5%
A A A
JAKARTA - Sejumlah pengamat skeptis terhadap asumsi pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sebesar 5,5% yang dipatok pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

Sebab, tahun depan Indonesia masih harus menghadapi sejumlah faktor eksternal yang bisa menjadi penghambat pertumbuhan perekonomian.

Penilaian itu disampaikan antara lain oleh pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy dan pengamat ekonomidari UniversitasIndonesiaLanaSoelistianingsih. Beberapa faktor eksternal dimaksud antara lain perang kurs antara China dan negara lain di dunia, lesunyahargakomoditasdunia, serta kepastian FED fund rate. Dalam pandangan mereka, kondisi global terbukti sangat berpengaruh bagi perekonomian nasional.

”Pola perekonomian masih akan sama di tahun depan, tetapi dengan angka yang lebih berat. Tidak akan sampai 5,5%, paling top bisa dikatakan ekonomi Indonesia hanya 5,2%. Dan paling rendah itu dugaan saya 4,8%,” ujar Ichsanuddin Noorsy dalam diskusi kemarin di Warung Daun Cikini, Jakarta, kemarin. Buruknya ekonomiglobalakan sangat menyulitkan pemerintah seperti yang menjadi alasan pemerintah saat ini.

Menurut Ichsanuddin, jika pemerintah terus melakukan ekspansi fiskal dan moneter, inflasi akan terus naik. Bila inflasi naik, hal itu akan berpengaruh pada target suku bunga Surat Berharga Negara (SBN). ”Dan jika inflasi naik, SBN tidak mungkin mencapai 5,5%. Karena otomatisdiaakanbersaingdengan tingkat suku bunga yang ada di pasar modal, dengan hitung-hitungannya tingkat suku bunga bank dan tingkat suku bunga SBN itu sendiri akan bersaing,” tuturnya.

Dia mengakui Jokowi sebagai kepala negara sudah berusaha mengejar pertumbuhan ekonomi. Tapi terkadang Jokowi menggunakan cara yang salah. ”Ketika dia (Jokowi) berusaha bangun ketahanan pangan jadi kedaulatan pangan, dalam konteks Indonesia merdeka, ini akan berhubungan dengan yang namanya energi dan jika sudah salah di energi, maka akan salah berikutnya,” tutur dia.

Menurutnya, kinerja pemerintah selama delapan bulan terakhir masih terbilang buruk. Pemerintah sangat terburu-buru dalam menyusun keuangan dan belanja negara untuk tahun depan. Di tahun 2015 ini juga masih banyak yang belum diperbaiki. Rencana pendapatan negara pada RAPBN 2016 juga masih bertumpu pada penerimaan perpajakan.

Dari total pendapatan negara yang ditargetkan pada RAPBN 2016 sebesar Rp1.848 triliun, penerimaan perpajakan diperkirakan akan mencapai Rp1.565 triliun atau naik Rp 76,5 triliun dari APBNP 2015 yang Rp1.489 triliun. Lana Soelistianingsih terus terang mengkhawatirkan dampak perlambatan ekonomi global terhadap Indonesia, khususnya perekonomian China.

”Kalau China belum membaik, ekspor kita tidak akan naik signifikan. Untuk pengeluaran pemerintah juga belum begitu meyakinkan. Andalannya hanya untuk konsumsi rumah tangga. Saya lihat masih agak sulit mengejar asumsi RABN 2016,” ujar Lana kemarin. Sementara itu anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno melihat target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5% cukup moderat. Nilai pertumbuhan ekonomi ini disebutnya tidak menciptakan ketimpangan yang lebih parah.

”Target pemerintah realistis karena pertumbuhan ekonomi jadi 5,5%. Saya optimistis, target pertumbuhan ekonomi pada 2015 tercapai,” tutur Hendrawan. Dia beralasan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I dan kuartal II di 2015 belum mencapai target, yakni 4,71% pada kuartal I/2015 dan 4,67% pada kuartal II/2015. Karena itu, politikus PDI Perjuangan ini mengajak semua pihak mendukung target pemerintah. ”Tahun 2016 kondisi ekonomi dunia akan membaik, ini dari prediksi IMF dan Bank Dunia. Marilah kita bangun optimisme.,” ujarnya.

Sebelumnya, saat menyampaikan Nota Keuangan RAPBN 2016 di Gedung DPR/MPR Senayan Jakarta, pemerintah memasang asumsi pertumbuhan 5,5%. Angka pertumbuhan tersebut lebih rendah dari target pertumbuhan APBN-P 2015 yang sebesar 5,7%. Jokowi menyebut asumsi tersebut setelah memperhitungkan seluruh dinamika perekonomian global dan domestik serta prospek perekonomian nasional.

Selain pertumbuhan, pemerintah juga menetapkan asumsi kurs rupiah Rp13.400/ dolar AS, laju inflasi 4,7%, dan suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) tiga bulan 5,5%. Selain itu pemerintah mematok asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) USD60/barel, lifting minyak 83.000 barel per hari, dan lifting gas 1.155 barel setara minyak per hari. Anggota Komisi XI DPR dari Partai Keadilan Sejahtera Zulkieflimansyah menilai isi pidato Jokowi tidak menggambarkan betapa pentingnya memiliki ekonomi berbasis industri.

Negara yang tidak memiliki basis industri, lanjut dia, sangat rentan guncangan ekonomi. ”Sayangnya di tengah membangun optimisme dalam RAPBN, Pak Jokowi mungkin agak lupa pentingnya industrialisasi dan peran private sector. Juga lupa peran inovasi teknologi dalam mengejar pertumbuhan,” sebutnya.

Persoalkan Target Pajak

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan kalangan pengusaha justru menanyakan target penerimaan negara yang tinggi seperti halnya penerimaan pajak.

”Kalau melihat angka pertumbuhan ekonomi 5,5%, pandangan kami moderat, sesuai dapat dicapai. Tapi kalau penerimaan, misalnya pajak, itu tanda tanya besar,” ujar Hariyadi dalam kesempatan yang sama. Dia menjelaskan, target penerimaan pajak yang sudah dipatok pemerintah mulai dipertanyakan pada awal pemerintahan Jokowi-JK. Pasalnya, pada tahun ini, penerimaan pajak ditargetkan naik sekitar 38%, sedangkan tahun depan dinaikan 5,1%.

”Di tahun ini penerimaan pajak Rp1.486 triliun, sekarang jadi Rp1.565,8 triliun. Kalau kita hitung-hitung 38% ditambah 5%, itu sudah 43%. Jangan sampai target ini menimbulkan kontraproduktif,” ujarnya. Hariyadi pun mengingatkan, target penerimaan pajak yang tinggi akan membuat pemerintah melakukan pengumpulan pajak. Hal ini dikhawatirkan dapat memicu ketidakpercayaan pasar.

”Ini sudah timbul di properti, yang menaikkan PPnBM. Ini kami berikan pesan kami yang kuat, boleh saja pasang target, tapi sebaiknya juga melihat kondisi yang ada,” tambahnya. Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menyatakan target penerimaan pajak tahun depan dibuat lebih realistis. Kenaikan penerimaan pajak hanya 14,5% dari tahun sebelumnya. Bambang mengatakan, target penerimaan pajak dalam RAPBN 2016 sebesar Rp1.368,5 triliun didasarkan pada outlook penerimaan 2015 sehingga tumbuh sebesar 14,5%.

”Yang kami pakai jadi baseline bukannya target penerimaan pajak, tetapi outlook yang kami lihat tahun ini. Shortfall Rp120 triliun dan outlook tumbuh 14,5%,” ujarnya. Jika dibandingkan dengan kenaikan target yang terjadi pada tahun ini, Bambang menegaskan, pada 2016 lebih terlihat realistis. Sebab tahun sebelumnya target penerimaan pajak naik 30% menjadi Rp1.296 triliun.

Hafid fuad
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8132 seconds (0.1#10.140)