Jawa Tengah Darurat Kekeringan
A
A
A
SEMARANG - Daerah-daerah di Jawa Tengah (Jateng) yang mengalami kekeringan makin meluas. Pemerintah Provinsi Jateng pun menyatakan darurat kekeringan di wilayahnya hingga Oktober mendatang. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng, ada sekitar 17 kabupaten/kota yang sudah mengalami kekeringan. Daerah- daerah itu meliputi Rembang, Blora, Grobogan, Pati, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Tegal, Pemalang, Purworejo, Jepara, Demak, dan Kebumen.
”Kami sudah menyatakan darurat bencana kekeringan untuk wilayah Jateng,” kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Semarang kemarin. Dengan pernyataan itu, lanjut Ganjar, maka sumber anggaran dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bisa diambil. Saat ini proposalnya sudah dalam proses pengajuan. ”Ada banyak potensi yang bisa dilakukan, tidak hanya uang. Termasuk, sistem dan peralatan bisa diminta ke BNPB,” tegas dia.
Ganjar mengungkapkan, pemerintahannya sudah menyiapkan antisipasi-antisipasi kekeringan, baik oleh Dinas Pertanian, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA), Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), maupun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Untuk menangani bencana kekeringan di beberapa daerah, tindakan yang dilakukan adalah memasok air sebanyak-banyaknya di daerah yang terdampak kekeringan. ”Penanganan jangka pendeknya ya memasok air. Kami telah mengerahkan pemerintah kabupaten/ kota, swasta, TNI, dan lainnya untuk membantu mengatasi persoalan ini,” kata Ganjar.
Sementara untuk jangka menengah, pemerintah akan membuat embung-embung di daerah. Bahkan, Ganjar menargetkan akan membangun 1.000 embung untuk mengatasi kekeringan. ”Sedangkan jangka panjangnya ya reboisasi di sektor hulu,” kata Ganjar.
Di sisi lain, Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jateng Reni Kraningtyas menyarankan agar hujan buatan dilakukan pada akhir September atau awal Oktober.
Pasalnya, pada rentang waktu itu sudah muncul awan cumulus atau cumulonimbus, yaitu awan yang berpeluang memunculkan hujan lebat. ”Jika awan itu muncul, garam tinggal ditabur. Maka, proses konveksi diprediksi akan berhasil,” kata Reni.
Amin fauzi
”Kami sudah menyatakan darurat bencana kekeringan untuk wilayah Jateng,” kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Semarang kemarin. Dengan pernyataan itu, lanjut Ganjar, maka sumber anggaran dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bisa diambil. Saat ini proposalnya sudah dalam proses pengajuan. ”Ada banyak potensi yang bisa dilakukan, tidak hanya uang. Termasuk, sistem dan peralatan bisa diminta ke BNPB,” tegas dia.
Ganjar mengungkapkan, pemerintahannya sudah menyiapkan antisipasi-antisipasi kekeringan, baik oleh Dinas Pertanian, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA), Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), maupun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Untuk menangani bencana kekeringan di beberapa daerah, tindakan yang dilakukan adalah memasok air sebanyak-banyaknya di daerah yang terdampak kekeringan. ”Penanganan jangka pendeknya ya memasok air. Kami telah mengerahkan pemerintah kabupaten/ kota, swasta, TNI, dan lainnya untuk membantu mengatasi persoalan ini,” kata Ganjar.
Sementara untuk jangka menengah, pemerintah akan membuat embung-embung di daerah. Bahkan, Ganjar menargetkan akan membangun 1.000 embung untuk mengatasi kekeringan. ”Sedangkan jangka panjangnya ya reboisasi di sektor hulu,” kata Ganjar.
Di sisi lain, Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jateng Reni Kraningtyas menyarankan agar hujan buatan dilakukan pada akhir September atau awal Oktober.
Pasalnya, pada rentang waktu itu sudah muncul awan cumulus atau cumulonimbus, yaitu awan yang berpeluang memunculkan hujan lebat. ”Jika awan itu muncul, garam tinggal ditabur. Maka, proses konveksi diprediksi akan berhasil,” kata Reni.
Amin fauzi
(bbg)