Kartel Diduga Sengaja Timbun Ribuan Sapi
A
A
A
TANGERANG - Kelangkaan daging sapi yang memicu kenaikan harga di Jakarta dan sejumlah kota lain diduga kuat akibat ulah kartel sapi. Mereka sengaja tak mendistribusikan sapi ke pasaran demi meraup keuntungan besar.
Dugaan keterlibatan kartel ini menguat setelah polisi menggerebek tiga lokasi peternakan dan penggemukan sapi di Tangerang, Banten, dan Bogor, Jawa Barat, Rabu (12/8) malam hingga kemarin. Di Banten, penggerebekan dilakukan di PT Brahman Perkasa Sentosa, perusahaan penggemukan sapi yang beralamat di Jalan Kampung Kelor Nomor 33, Sepatan, Kabupaten Tangerang, dan di PT Tanjung Unggul Mandiri Teluknaga, Kabupaten Tangerang.
Di dua tempat ini, polisi menemukan 21.933 sapi potong. Sekitar 4.000 di antaranya merupakan sapi siap potong yang mestinya sudah dilepas ke pasaran sebelum Hari Raya Idul Fitri. Kedua perusahaan itu diketahui bagian dari lima perusahaan importir sapi yang biasa menyuplai daging sapi ke seluruh wilayah di Jabodetabek.
Perusahaan itu dimiliki tiga orang berinisial BH, SH, dan PH. Direktur Tindak Pidana dan Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Victor Edison Simanjuntak mengatakan, dari hasil pengecekan di lapangan serta laporan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), stok daging sapi sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi warga Jabodetabek sampai Desember nanti jika tidak terjadi penimbunan.
Victor menduga ada kesengajaan dari pihak perusahaan untuk menahan sapi-sapi tersebut demi mengeruk keuntungan dengan cara tidak sehat. ”Ini kita lagi selidiki. Kami menduga ada yang niat menahan sapi-sapi itu,” kata dia kemarin. Sementara itu dari pengakuan awal pemilik usaha tersebut, Victor mengungkapkan, ribuan sapi asal Australia itu tidak dilepas ke pasaran dengan alasan tidak laku atau tidak ada pembelinya. Namun penyidik tidak memercayai begitu saja alasan ini.
Selain dugaan penimbunan, Victor menduga ada pelanggaran prosedur impor dalam pengiriman sapi itu. Kemarin tiga orang telah diperiksa, yakni pemilik perusahaan, importir, dan pegawai manajemen perusahaan. Keterangan pemilik usaha ini akan dimantakan konfirmasi ke Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan mengenai alokasi impor sapi potong sesuai dengan ketetapan pemerintah.
Selain itu akan dicocokkan pula informasinya ke Dirjen Bea Cukai mengenai realisasi impornya. Adapun Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya kemarin menggerebek perusahaan penggemukan sapi PT Widodo Makmur Perkasa (WMP) di Desa Mampir, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Perusahaan ini juga diduga turut melakukan penimbunan ribuan sapi hingga menyebabkan kelangkaan seperti saat ini.
Di area perusahaan ini, terdapat beberapa kandang yang terbagi menjadi 4 blok dan dihuni sekitar 2.500 ekor sapi. Berdasarkan keterangan sejumlah warga setempat, sejak menjelang Lebaran PT WMP sudah tidak pernah lagi terlihat sibuk memasok sapi. ”Biasanya hampir setiap hari truk besar mengangkut sapi, tapi sekarang nggak tahu kenapa,” ujar Muhammad Axis, 34, warga Kampung Nyalindung, Desa Mampir.
Kasubdit Indag Dit reskrimsus Polda MetroJaya AKBP Agung Marlianto mengatakan, penggerebekan ini dilakukan setelah terjadinya kenaikan harga dan kelangkaan daging sapi di pasaran. Polisi akan mengecek apakah terjadi tindak pidana sehubungan dengan adanya kelangkaan dan kenaikan harga sapi ini. Penyidik Polda Metro Jaya menduga kelangkaan daging sapi yang menyebabkan harga melambung karena permainan kartel.
”Kartel menahan sapi kemudian harga dinaikkan sehingga pedagang tidak mau beli,” kata Agung. Dia mengungkapkan, para kartel itu menjalankan modus tersebut agar mendapatkan keuntungan yang besar. Agung mengungkapkan importir memasok sapi ke perusahaan penggemukan dalam jangka waktu maksimal selama empat bulan.
Selanjutnya, perusahaan penggemukan harus mendistribusikan ke rumah potong hewan (RPH) setelah penggemukan selama empat bulan. PT WMP mendistribusikan 1.400 ekor hingga 1.500 ekor sapi per bulan, tetapi pada 1-13 Agustus 2015 hanya mencapai 176 ekor sapi.
”Perusahaan menahan sapi untuk menaikkan harga jual,” ungkapnya. Saat ini, penyidik Polda Metro jaya mendalami dugaan tindak pidana perdagangan, tindak pidana pangan maupun tindak pidana perlindungan persaingan usaha yang melibatkan PT WPM. Penyidik telah memeriksa manajer dan staf keuangan PT WPM guna menyelidiki dugaan penimbunan sapi yang mengakibatkan kelangkaan dan melonjakkan harga di pasaran.
Kabareskrim Komjen Budi Waseso mengatakan, pihaknya akan melayangkan surat panggilan pemeriksaan kepada sejumlah saksi lain untuk mengusut kasus sapi ini. Beberapa pihak yang akan dimintai keterangan sebagai saksi adalah para importir, asosiasi pedagang daging, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Bea Cukai. ”Semua kita panggil,” katanya.
Belum ada penetapan tersangka atas kasus ini. ”Indikasi (pelanggaran) ada. Nanti kita buktikan dalam prosesnya. Kalau memang ada tindak pidana kita tindak lanjuti,” tegas dia. Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Humas Polri Kombes Pol Suharsono mengatakan, pemilik perusahaan yang sengaja menimbun sapi dapat dijerat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7/2014 tentang Perdagangan. ”Kalau terbukti, ya bisa dikenai Pasal 29 (1) UU Perdagangan. Tapi itu tergantung hasil pemeriksaan nanti,” ujarnya.
Khoirul muzakki/ haryudi/helmi syarif/ sindonews
Dugaan keterlibatan kartel ini menguat setelah polisi menggerebek tiga lokasi peternakan dan penggemukan sapi di Tangerang, Banten, dan Bogor, Jawa Barat, Rabu (12/8) malam hingga kemarin. Di Banten, penggerebekan dilakukan di PT Brahman Perkasa Sentosa, perusahaan penggemukan sapi yang beralamat di Jalan Kampung Kelor Nomor 33, Sepatan, Kabupaten Tangerang, dan di PT Tanjung Unggul Mandiri Teluknaga, Kabupaten Tangerang.
Di dua tempat ini, polisi menemukan 21.933 sapi potong. Sekitar 4.000 di antaranya merupakan sapi siap potong yang mestinya sudah dilepas ke pasaran sebelum Hari Raya Idul Fitri. Kedua perusahaan itu diketahui bagian dari lima perusahaan importir sapi yang biasa menyuplai daging sapi ke seluruh wilayah di Jabodetabek.
Perusahaan itu dimiliki tiga orang berinisial BH, SH, dan PH. Direktur Tindak Pidana dan Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Victor Edison Simanjuntak mengatakan, dari hasil pengecekan di lapangan serta laporan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), stok daging sapi sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi warga Jabodetabek sampai Desember nanti jika tidak terjadi penimbunan.
Victor menduga ada kesengajaan dari pihak perusahaan untuk menahan sapi-sapi tersebut demi mengeruk keuntungan dengan cara tidak sehat. ”Ini kita lagi selidiki. Kami menduga ada yang niat menahan sapi-sapi itu,” kata dia kemarin. Sementara itu dari pengakuan awal pemilik usaha tersebut, Victor mengungkapkan, ribuan sapi asal Australia itu tidak dilepas ke pasaran dengan alasan tidak laku atau tidak ada pembelinya. Namun penyidik tidak memercayai begitu saja alasan ini.
Selain dugaan penimbunan, Victor menduga ada pelanggaran prosedur impor dalam pengiriman sapi itu. Kemarin tiga orang telah diperiksa, yakni pemilik perusahaan, importir, dan pegawai manajemen perusahaan. Keterangan pemilik usaha ini akan dimantakan konfirmasi ke Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan mengenai alokasi impor sapi potong sesuai dengan ketetapan pemerintah.
Selain itu akan dicocokkan pula informasinya ke Dirjen Bea Cukai mengenai realisasi impornya. Adapun Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya kemarin menggerebek perusahaan penggemukan sapi PT Widodo Makmur Perkasa (WMP) di Desa Mampir, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Perusahaan ini juga diduga turut melakukan penimbunan ribuan sapi hingga menyebabkan kelangkaan seperti saat ini.
Di area perusahaan ini, terdapat beberapa kandang yang terbagi menjadi 4 blok dan dihuni sekitar 2.500 ekor sapi. Berdasarkan keterangan sejumlah warga setempat, sejak menjelang Lebaran PT WMP sudah tidak pernah lagi terlihat sibuk memasok sapi. ”Biasanya hampir setiap hari truk besar mengangkut sapi, tapi sekarang nggak tahu kenapa,” ujar Muhammad Axis, 34, warga Kampung Nyalindung, Desa Mampir.
Kasubdit Indag Dit reskrimsus Polda MetroJaya AKBP Agung Marlianto mengatakan, penggerebekan ini dilakukan setelah terjadinya kenaikan harga dan kelangkaan daging sapi di pasaran. Polisi akan mengecek apakah terjadi tindak pidana sehubungan dengan adanya kelangkaan dan kenaikan harga sapi ini. Penyidik Polda Metro Jaya menduga kelangkaan daging sapi yang menyebabkan harga melambung karena permainan kartel.
”Kartel menahan sapi kemudian harga dinaikkan sehingga pedagang tidak mau beli,” kata Agung. Dia mengungkapkan, para kartel itu menjalankan modus tersebut agar mendapatkan keuntungan yang besar. Agung mengungkapkan importir memasok sapi ke perusahaan penggemukan dalam jangka waktu maksimal selama empat bulan.
Selanjutnya, perusahaan penggemukan harus mendistribusikan ke rumah potong hewan (RPH) setelah penggemukan selama empat bulan. PT WMP mendistribusikan 1.400 ekor hingga 1.500 ekor sapi per bulan, tetapi pada 1-13 Agustus 2015 hanya mencapai 176 ekor sapi.
”Perusahaan menahan sapi untuk menaikkan harga jual,” ungkapnya. Saat ini, penyidik Polda Metro jaya mendalami dugaan tindak pidana perdagangan, tindak pidana pangan maupun tindak pidana perlindungan persaingan usaha yang melibatkan PT WPM. Penyidik telah memeriksa manajer dan staf keuangan PT WPM guna menyelidiki dugaan penimbunan sapi yang mengakibatkan kelangkaan dan melonjakkan harga di pasaran.
Kabareskrim Komjen Budi Waseso mengatakan, pihaknya akan melayangkan surat panggilan pemeriksaan kepada sejumlah saksi lain untuk mengusut kasus sapi ini. Beberapa pihak yang akan dimintai keterangan sebagai saksi adalah para importir, asosiasi pedagang daging, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Bea Cukai. ”Semua kita panggil,” katanya.
Belum ada penetapan tersangka atas kasus ini. ”Indikasi (pelanggaran) ada. Nanti kita buktikan dalam prosesnya. Kalau memang ada tindak pidana kita tindak lanjuti,” tegas dia. Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Humas Polri Kombes Pol Suharsono mengatakan, pemilik perusahaan yang sengaja menimbun sapi dapat dijerat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7/2014 tentang Perdagangan. ”Kalau terbukti, ya bisa dikenai Pasal 29 (1) UU Perdagangan. Tapi itu tergantung hasil pemeriksaan nanti,” ujarnya.
Khoirul muzakki/ haryudi/helmi syarif/ sindonews
(bbg)