Sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan Belum Maksimal

Kamis, 13 Agustus 2015 - 08:51 WIB
Sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan Belum Maksimal
Sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan Belum Maksimal
A A A
JAKARTA - Sosialisasi yang dianggap kurang maksimal membuat banyak perusahaan belum ikut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Padahal, pekerja formal dan informal bisa menjadi pesertanya. Rektor Universitas Paramadina Firmanzah mengatakan, sosialisasi memang perlu dimaksimalkan jika pemerintah menginginkan skema jaminan sosial ketenagakerjaan ini diikuti seluruh pengusaha. Sebab perusahaan sudah mempunyai jaminan sosial yang dikelola swasta.

”Sosialisasi harus dilakukan pemerintah kepada dunia usaha. Ini yang kita lakukan dalam diskusi ini untuk memperkenalkan BPJS Ketenagakerjaan sebagai bagian dari amanat undangundang di antara jaminan sosial yangmerekapunya,” katanya dalam seminar sehari ”Menyelaraskan Dana Pensiun, Dana Pesangon dan Program Wajib BPJS Ketenagakerjaan” di Kampus Pascasarjana Universitas Paramadina Jakarta kemarin.

Seminar sehari ini selain dihadiri Rektor Paramadina juga diisi dengan paparan dari Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Kementerian Perencanaan Pembangunan Negara/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rahma Iryanti, Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi BPJS Ketenagakerjaan Agus Supriyadi, serta Direktur Jaminan Sosial dan Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan Wahyu Widodo.

Seminar ini juga di isi dengan materi tentang adaptasi praktik mengelola jaminan sosial dan kesejahteraan di perusahaan oleh praktisi asuransi Nurhasan Kurniawan dan strategi pembiayaan mandatory benefit (UU SJSN, UU Ketenagakerjaan, UU Dana Pensiun, dan UU Kecelakaan Lalu Lintas) oleh Aktuaris Steven Tanner.

Firmanzah mengungkapkan, harus ada titik temu antara pemerintah dan pengusaha yang menolak memakai BPJS Ketenagakerjaan karena dianggap menambah beban biaya operasional. Kondisi kegamangan ini pula yang melanda BPJS Kesehatan karena banyak perusahaan sudah punya skema jaminan kesehatan. Maka dari itu, harus ada penjelasan mengenai mana jaminan yang bisa ditanggung BPJS dan mana jaminan yang bisa ditambah dari pihak swasta.

Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/Bappenas Rahma Iryanti mengatakan, memang diperlukan sosialisasi program jaminan sosial yang ditata dengan baik agar gaung BPJS Ketenagakerjaan dapat dipahami, dimengerti, dan diterima dengan baik.

”Pesan kuncinya termasuk prinsip dasar penyelenggaraan sistem jaminan sosial seperti gotong royong, akuntabilitas, kepesertaan wajib, dan program manfaat apa yang bisa dipahami dan didukung berbagai pihak,” ucapnya.

Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi Agus Supriyadi mengatakan, masyarakat perlu tahu jika ada manfaat baru dari BPJS Ketenagakerjaan seperti pemberian beasiswa kepada satu anak jika peserta BPJS Ketenagakerjaan meninggal dunia senilai Rp12 juta.

Lalu BPJS tidak hanya akan memberikan rehabilitasi fisik bagi yang mengalami kecelakaan, tetapi juga rehabilitasi sosial dan mental, pelatihan kerja bagi pekerja yang cacat, dan penempatan kerja baru. ”Untuk jaminan kematian, jika dulu ada beasiswa tetapi terbatas, kalau sekarang tidak dibatasi lagi. Santunannya pun meningkat dari Rp21 juta menjadi Rp24 juta,” katanya.

Spesialis politik jaminan sosial Universitas Paramadina Dinna Wisnu mengatakan, segenap pelaku usaha memang wajib memahami seluk beluk kebijakan pemerintah di bidang jaminan sosial ini. Pelaku usaha akan mengamati ke mana arah jaminan sosial ini dan apakah kebijakannya sudah final atau masih akan ada revisi-revisi.

Neneng zubaidah
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0391 seconds (0.1#10.140)