Pembunuh Rian Bisa Dihukum Mati
A
A
A
JAKARTA - Polisi masih terus mengkaji Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana agar pembunuh Hayriantira (Rian), 37, bisa dihukum mati. Saat ini pelaku sudah dijerat Pasal 365 KUHP tentang Perampokan dan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.
Pengkajian pasal pembunuhan berencana berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi, termasuk keterangan tersangka. Alat bukti di lokasi kejadian yakni Hotel Cipaganti, Garut, Jawa Barat, yang disesuaikan dengan keterangan tersangka dan petunjuk lain menguatkan bahwa Andi Wahyudi, 38, terbukti melakukan pembunuhan sekaligus ingin menguasai mobil milik korban.
”Kalau kena pasal pembunuhan berencana, Andi bisa dikenakan hukuman mati,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti kemarin. Namun untuk menjerat tersangka dengan hukuman seberat- beratnya, polisi saat ini kesulitan mengorek keterangan dari yang bersangkutan karena terus berubah-ubah.
Penyidik berupaya mendalami motif sebenarnya pelaku nekat membunuh sekretaris presiden direktur PT XL Axiata itu. Dari keterangan yang disampaikan, pelaku mengaku kesal karena diejek tidak jantan oleh korban. ”Kami tidak begitu saja percaya, sampai saat ini masih kita lakukan pemeriksaan secara mendalam,” katanya.
Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol M Iqbal, pihaknya meragukan keterangan tersangka yang selalu berubah-ubah. Maka itu, polisi akan menggunakan alat pendeteksi kebohongan atau lie detector. ”Untuk lebih meyakinkan penyidik, kami gunakan lie detectordalam pemeriksaan,” ucapnya. Dalam kasus ini tersangka bersikukuh bahwa pembunuhan tersebut dilatarbelakangi masalah emosional.
Keterangan ini membuat penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya heran, bagaimana mungkin seseorang yang tidak pernah terlibat hubungan asmara tiba-tiba memintanya untuk berhubungan intim. Polda Metro Jaya dan Polres Garut melakukan joint investigation untuk penanganan lebih lanjut.
Penyidikan akan difokuskan di Polda Metro Jaya, mengingat banyaknya saksi yang harus diperiksa di Jakarta. Adapun, persidangan akan dilakukan di Garut. Andi mengaku mengenal korban hampir 2 tahun. Perkenalannya diawali ketika Rian berobat totok syaraf di rumahnya, di Jatibening, Bekasi.
Saat itu rumah tangga Rian dengan suaminya mengalami keretakan. ”Waktu pertama kali berobat ke saya, Rian diantar suaminya dan ibu mertuanya,” katanya saat ditemui di ruang penyidik Polda Metro Jaya. Korban saat itu mengeluhkan tremor pada tangan kanannya. Korban mengenal Andi setelah dikenalkan oleh kakaknya Hayrian atau Ririn yang berada di Belanda.
Ririn dan Andi adalah teman semasa SMP. ”Rian itu tangan kanannya enggak bisa menggenggam. Makanya, dia enggak bisa bawa mobil juga,” ujarnya. Sejak saat itu korban sering melakukan terapi kepada Andi. Seiring perjalanan waktu, Rian dan Andi semakin dekat. ”Rian suka curhat ke saya soal rumah tangganya.
Dia manggil saya kakak,” tuturnya. Rian yang hilang sejak November 2014 baru dilaporkan keluarga ke Polda Metro Jaya pada April 2015. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan mengetahui mobil milik korban ternyata sudah berada di tangan Andi. Tapi, saat itu Andi tak mengakui telah membunuh Rian.
Andi berkilah mobil itu didapat dari Rian lantaran korban mempunyai utang kepadanya. Polisi pun menelusuri soal mobil tersebut. Ternyata, mobil itu dibeli tunai oleh Rian di sebuah showroom di Depok. Namun, pada Februari 2015 Andi mengambil BPKB mobil dengan surat kuasa dari Rian.
Polisi menganalisa surat kuasa tersebut, kemudian Puslabfor Polri menyatakan bahwa tanda tangan Rian di surat kuasa itu dipalsukan. Atas dasar itulah, pada 9 Juli 2015 Andi ditahan karena memalsukan dokumen kepemilikan mobil. Kemudian, polisi menanyakan kembali mengenai kematian Rian melalui pendekatan keluarga.
Akhirnya, Andi mengakui telah membunuh Rian di Hotel Cipaganti, Garut, pada 30 Oktober 2014. Menurut psikolog Universitas Pancasila Aully Grashinta, sangat terbuka kemungkinan motif pembunuhan Rian soal harta. Karena, biasanya motif pembunuhan tidak jauh dari masalah pribadi, harga diri, uang, dan kekuasaan. Jika dirunut dari rekam jejak, pelaku dan korban adalah teman dekat.
”Artinya, pelaku memahami posisi korban dengan pekerjaan dan harta yang dimiliki,” ujarnya. Dia menduga motif tersebut sudah ada sejak awal. Hanya, mungkin belum ada pemicu atau alasan yang tepat bagi pelaku untuk bertindak. ”Ketika ada pemicu yang tepat yaitu membuat pelaku kesal karena dihina soal kejantanan, maka pelaku menjadi kalap dan membunuh korban,” ungkapnya.
Helmi syarif/ r ratna purnama
Pengkajian pasal pembunuhan berencana berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi, termasuk keterangan tersangka. Alat bukti di lokasi kejadian yakni Hotel Cipaganti, Garut, Jawa Barat, yang disesuaikan dengan keterangan tersangka dan petunjuk lain menguatkan bahwa Andi Wahyudi, 38, terbukti melakukan pembunuhan sekaligus ingin menguasai mobil milik korban.
”Kalau kena pasal pembunuhan berencana, Andi bisa dikenakan hukuman mati,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti kemarin. Namun untuk menjerat tersangka dengan hukuman seberat- beratnya, polisi saat ini kesulitan mengorek keterangan dari yang bersangkutan karena terus berubah-ubah.
Penyidik berupaya mendalami motif sebenarnya pelaku nekat membunuh sekretaris presiden direktur PT XL Axiata itu. Dari keterangan yang disampaikan, pelaku mengaku kesal karena diejek tidak jantan oleh korban. ”Kami tidak begitu saja percaya, sampai saat ini masih kita lakukan pemeriksaan secara mendalam,” katanya.
Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol M Iqbal, pihaknya meragukan keterangan tersangka yang selalu berubah-ubah. Maka itu, polisi akan menggunakan alat pendeteksi kebohongan atau lie detector. ”Untuk lebih meyakinkan penyidik, kami gunakan lie detectordalam pemeriksaan,” ucapnya. Dalam kasus ini tersangka bersikukuh bahwa pembunuhan tersebut dilatarbelakangi masalah emosional.
Keterangan ini membuat penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya heran, bagaimana mungkin seseorang yang tidak pernah terlibat hubungan asmara tiba-tiba memintanya untuk berhubungan intim. Polda Metro Jaya dan Polres Garut melakukan joint investigation untuk penanganan lebih lanjut.
Penyidikan akan difokuskan di Polda Metro Jaya, mengingat banyaknya saksi yang harus diperiksa di Jakarta. Adapun, persidangan akan dilakukan di Garut. Andi mengaku mengenal korban hampir 2 tahun. Perkenalannya diawali ketika Rian berobat totok syaraf di rumahnya, di Jatibening, Bekasi.
Saat itu rumah tangga Rian dengan suaminya mengalami keretakan. ”Waktu pertama kali berobat ke saya, Rian diantar suaminya dan ibu mertuanya,” katanya saat ditemui di ruang penyidik Polda Metro Jaya. Korban saat itu mengeluhkan tremor pada tangan kanannya. Korban mengenal Andi setelah dikenalkan oleh kakaknya Hayrian atau Ririn yang berada di Belanda.
Ririn dan Andi adalah teman semasa SMP. ”Rian itu tangan kanannya enggak bisa menggenggam. Makanya, dia enggak bisa bawa mobil juga,” ujarnya. Sejak saat itu korban sering melakukan terapi kepada Andi. Seiring perjalanan waktu, Rian dan Andi semakin dekat. ”Rian suka curhat ke saya soal rumah tangganya.
Dia manggil saya kakak,” tuturnya. Rian yang hilang sejak November 2014 baru dilaporkan keluarga ke Polda Metro Jaya pada April 2015. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan mengetahui mobil milik korban ternyata sudah berada di tangan Andi. Tapi, saat itu Andi tak mengakui telah membunuh Rian.
Andi berkilah mobil itu didapat dari Rian lantaran korban mempunyai utang kepadanya. Polisi pun menelusuri soal mobil tersebut. Ternyata, mobil itu dibeli tunai oleh Rian di sebuah showroom di Depok. Namun, pada Februari 2015 Andi mengambil BPKB mobil dengan surat kuasa dari Rian.
Polisi menganalisa surat kuasa tersebut, kemudian Puslabfor Polri menyatakan bahwa tanda tangan Rian di surat kuasa itu dipalsukan. Atas dasar itulah, pada 9 Juli 2015 Andi ditahan karena memalsukan dokumen kepemilikan mobil. Kemudian, polisi menanyakan kembali mengenai kematian Rian melalui pendekatan keluarga.
Akhirnya, Andi mengakui telah membunuh Rian di Hotel Cipaganti, Garut, pada 30 Oktober 2014. Menurut psikolog Universitas Pancasila Aully Grashinta, sangat terbuka kemungkinan motif pembunuhan Rian soal harta. Karena, biasanya motif pembunuhan tidak jauh dari masalah pribadi, harga diri, uang, dan kekuasaan. Jika dirunut dari rekam jejak, pelaku dan korban adalah teman dekat.
”Artinya, pelaku memahami posisi korban dengan pekerjaan dan harta yang dimiliki,” ujarnya. Dia menduga motif tersebut sudah ada sejak awal. Hanya, mungkin belum ada pemicu atau alasan yang tepat bagi pelaku untuk bertindak. ”Ketika ada pemicu yang tepat yaitu membuat pelaku kesal karena dihina soal kejantanan, maka pelaku menjadi kalap dan membunuh korban,” ungkapnya.
Helmi syarif/ r ratna purnama
(bbg)