Warga Gunungkidul Manfaatkan Air Telaga

Senin, 10 Agustus 2015 - 10:44 WIB
Warga Gunungkidul Manfaatkan...
Warga Gunungkidul Manfaatkan Air Telaga
A A A
GUNUNGKIDUL - Sebagai dampak mulai sulitnya air saat musim kemarau, sebagian masyarakat di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, memilih lari ke telaga-telaga yang masih ada airnya untuk keperluan mandi dan mencuci meski airnya keruh.

Hal itu terlihat di telaga Namberan, Desa Karangasem, Kecamatan Paliyan. Dari tiga telaga yang ada di desa itu, telaga Namberan merupakan salah satu yang masih ada airnya dan menjadi tumpuan warga untuk keperluan mandi dan mencuci.

Warga dari kecamatan lain pun turut memanfaatkan itu. ”Meski sudah keruh, sekadar untuk mandi dan mencuci warga masih memilih menggunakan air telaga,” ucap Edi, warga Desa Jetis, Saptosari, kemarin.

Menurutnya, warga memilih memanfaatkan air telaga supaya persediaan air bersih yang dibeli dari tangki swasta tidak cepat habis. Untuk di wilayahnya, setidaknya untuk tangki ukuran 5.000 liter harga air bersih mencapai Rp120.000. ”Untuk minum tetap beli.

Tapi, untuk mandi dan mencuci, kami pilih datang ke telaga Namberan,” ucapnya. Sementara di Tegal, Jawa Tengah, harga sejumlah komoditas di pasar tradisional Kota Tegal cukup tinggi. Beberapa di antaranya naik karena dampak kekeringan salah satunya cabai.

Harga semua jenis cabai sejak beberapa hari terakhir mengalami kenaikan cukup tinggi karena pasokan dari petani yang berkurang memasuki musim kemarau. Seorang pedagang cabai, Atin, 40, menuturkan, harga cabai rawit merah sudah mencapai Rp60.000 per kilogram dari sebelumnya Rp45.000 per kilogram.

”Harganya sudah naik dari tiga hari yang lalu. Kenaikannya bertahap mulai 1.000 sampai 5.000,” kata Atin kemarin. Tak hanya cabai jenis rawit merah, harga cabai merah besar juga naik tajam dari Rp20.000 per kilogram menjadiRp25.000perkilogram.

Sedangkan harga cabai hijau besar naik menjadi Rp15.000 per kilogram dari harga Rp10.000 per kilogram. ”Cabai keriting juga naik menjadi Rp30.000 per kilogram,” imbuh Atin. Kondisi sama terjadi di Bojonegoro, Jawa Timur.

Harga beras di sejumlah pasar tradisional merangkak naik karena kegagalan panen padi di sejumlah wilayah di Bojonegoro. Menurut Asmunah, 56, pedagang beras di Pasar Tobo Bojonegoro, harga beras mulai merangkak naik sejak sebulan terakhir. Harga kualitas sedang yang semula Rp7.500 per kilogram kini naik menjadi Rp8.000/kg, sedangkan harga beras kualitas bagus yang semula Rp8.500/kg kini naik menjadi Rp9.000/kg.

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro sudah menyiapkan anggaran darurat kekeringan sebesar Rp10 miliar. Anggaran itu bersumber dari APBD Perubahan Tahun 2015 yang digunakan untuk beberapa program selamakemarau2015terhitung JunihinggaNovember.

Diantaranya pembuatan water treatment mini di sekitar embung (bendungan kecil), mengatasi rawan pangan, hingga air bersih untuk430desadi28kecamatan. ”Anggaran itu sudah siap.

Tinggal bagaimana mengelolanya saat penanganan kekeringan tahun 2015,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro Andi Sudjarwo.

Muji Barnugroho/ Farid Firdaus/ Muhammad Roqib
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1256 seconds (0.1#10.140)