SBY Ingatkan Pemerintah Agar Tak Berlebihan
A
A
A
JAKARTA - Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya angkat bicara mengenai rencana pemerintah menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Presiden keenam RI itu mengingatkan agar pemerintah tidak berlebihan.
Pernyataan SBY itu disampaikan melalui media sosial dengan akun twitter@SBYudhoyono. Menurut SBY, penggunaan kekuasaan, apalagi berlebihan, untuk memerkarakan orang yang dinilai menghina, termasuk oleh presiden, itu tidak baik. Namun penggunaan hak dan kebebasan, termasuk menghina orang lain, juga ada pembatasannya.
“Dalam demokrasi memangkitabebasbicaradanmelakukan kritik, termasuk kepada presiden, tapi tidak harus dengan menghina dan cemarkan nama baiknya,” ungkap SBY dalam akun twitter -nya. Sebaliknya, lanjut SBY, siapa pun termasuk presiden, punya hak untuk menuntut seseorang yang menghina dan mencemarkan nama baiknya. Tapi, janganlah berlebihan.
Apalagi, pasal penghinaan, pencemaran nama baik, dan tindakan tidak menyenangkan tetap ada “karetnya”. “Artinya ada unsur subjektivitasnya,” tandas dia. SBY juga secara terus terang merasakan bagaimana dalam 10 tahun sebagai presiden ada ratusan perkataan dan tindakan yang menghina, tidak menyenangkan, dan mencemarkan nama baiknya.
SBY membayangkan, jika dari hal itu dirinya menggunakanhakuntukmengadukan ke polisi, mungkin ratusan orang sudah diperiksa dan dijadikan tersangka. “Andai itu terjadi, mungkin rakyat tidak berani kritik, bicara keras. Takut dipidanakan, dijadikan tersangka. Saya jadi tidak tahu apa pendapat rakyat.
Kalau pemimpin tidak tahu perasaan dan pendapat rakyat, apalagi media juga diam dan tidak bersuara, saya malah takut jadi bom waktu,” bebernya. Pada akhirnya SBY mengajak semua pihak untuk belajar menggunakan kebebasan (freedom ) secara tepat dan jangan melampaui batas.
Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai, jika pasal penghinaan terhadap presiden dihidupkan kembali, Polri yang akan mengalamikesulitan.
Sebabketika menindaklanjuti kasus pencemaran nama baik presiden yang merupakan aduan masyarakat, hal itu bisa dianggap bahwa kepolisian menjadi alat kekuasaan.
rahmat sahid
Pernyataan SBY itu disampaikan melalui media sosial dengan akun twitter@SBYudhoyono. Menurut SBY, penggunaan kekuasaan, apalagi berlebihan, untuk memerkarakan orang yang dinilai menghina, termasuk oleh presiden, itu tidak baik. Namun penggunaan hak dan kebebasan, termasuk menghina orang lain, juga ada pembatasannya.
“Dalam demokrasi memangkitabebasbicaradanmelakukan kritik, termasuk kepada presiden, tapi tidak harus dengan menghina dan cemarkan nama baiknya,” ungkap SBY dalam akun twitter -nya. Sebaliknya, lanjut SBY, siapa pun termasuk presiden, punya hak untuk menuntut seseorang yang menghina dan mencemarkan nama baiknya. Tapi, janganlah berlebihan.
Apalagi, pasal penghinaan, pencemaran nama baik, dan tindakan tidak menyenangkan tetap ada “karetnya”. “Artinya ada unsur subjektivitasnya,” tandas dia. SBY juga secara terus terang merasakan bagaimana dalam 10 tahun sebagai presiden ada ratusan perkataan dan tindakan yang menghina, tidak menyenangkan, dan mencemarkan nama baiknya.
SBY membayangkan, jika dari hal itu dirinya menggunakanhakuntukmengadukan ke polisi, mungkin ratusan orang sudah diperiksa dan dijadikan tersangka. “Andai itu terjadi, mungkin rakyat tidak berani kritik, bicara keras. Takut dipidanakan, dijadikan tersangka. Saya jadi tidak tahu apa pendapat rakyat.
Kalau pemimpin tidak tahu perasaan dan pendapat rakyat, apalagi media juga diam dan tidak bersuara, saya malah takut jadi bom waktu,” bebernya. Pada akhirnya SBY mengajak semua pihak untuk belajar menggunakan kebebasan (freedom ) secara tepat dan jangan melampaui batas.
Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai, jika pasal penghinaan terhadap presiden dihidupkan kembali, Polri yang akan mengalamikesulitan.
Sebabketika menindaklanjuti kasus pencemaran nama baik presiden yang merupakan aduan masyarakat, hal itu bisa dianggap bahwa kepolisian menjadi alat kekuasaan.
rahmat sahid
(bbg)