Jangan Korbankan Konsumen

Senin, 10 Agustus 2015 - 10:04 WIB
Jangan Korbankan Konsumen
Jangan Korbankan Konsumen
A A A
JAKARTA - Kebijakan pemerintah membatasi kuota impor sapi yang berujung pada melambungnya harga daging sapi di pasaran disesalkan sejumlah kalangan. Mereka menilai kebijakan pembatasan itu merugikan konsumen.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring mengkritik pemerintah yang dinilai terlalu berambisi untuk swasembada daging. Namun pada akhirnya konsumenlah yang dirugikan.

”Dulu menteri (Menteri Pertanian) yang lama bilang swasembada daging gagal karena salah hitung, lalu menteri yang sekarang ngotot bilang sapi lokal cukup sehingga enggak perlu impor. Inilah sekarang harga yang harus dibayar dan yang menanggungkonsumen.

Harusnya pemerintahtanggung jawab, jangan kebijakan pemerintah yang nanggung konsumen,” tuturnya kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin. Seperti diberitakan, para penjual daging sapi resah menghadapi melonjaknya harga daging yang kini rata-rata menembus Rp120.000/kg.

Kondisi ini bukan hanya memberatkan konsumen, tapi juga pedagang itu sendiri karena omzetnya tergerus. Atas kondisi tersebut, para pedagang daging sapi melakukan aksi mogok selama empat hari, terhitung Sabtu (8/8). Aksi yang sebagian besar dilakukan para pedagang daging sapi di pasar-pasar tradisional itu bukan hanya dilakukan di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi saja, melainkan juga di sejumlah daerah di Banten, Jawa Barat, dan beberapa provinsi lain.

Aksi yang mereka gelar ini sekaligus untuk mempersoalkan kebijakan pembatasan kuota sapi impor. Pada triwulan III/2015, kuota impor sapi hanya sebanyak 50.000 ekor, jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang 250.000 ekor. Akibat pembatasan kuota tersebut, harga sapi yang dijual di pasar tradisional kini mencapai sekitar Rp120.000/kg.

”Harga ini kan tergantung supply-demand. Kalau demand tetap, tapi supply kurang, ya (harga) naiklah,” ujar Thomas Sembiring. Dia menuturkan, ada enam provinsi yang menjadi sentra produksi ternak di Indonesia, di antaranya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jika pemerintah mengklaim sapi lokal cukup, seharusnya harga daging sapi di daerah sentra produksi tidak ikut naik.

Namun, kenyataannya, harga daging di kedua provinsi tersebut juga naik hingga di kisaran Rp120.000/kg. ”Kalau di sentra produksi saja harga naik berarti indikasi sapi lokalnya enggak ada,” ujarnya. Thomas menambahkan, saat ini kemungkinan juga banyak peternak yang sengaja menahan ternak jantannya untuk tidak dipotong.

Mereka memilih menggemukkan ternaknya untuk nanti dijual dengan harga lebih tinggi saat Idul Adha bulan September mendatang. Artinya, stok sapi siap potong saat ini kemungkinan menipis. Adapun sapi bakalan impor untuk triwulan III/2015 kemungkinan baru akan masuk akhir bulan ini dan baru siap dipotong pada Oktober atau November mendatang.

”Jadi mau bagaimana solusinya? Enggak ada cara. Kalau mau belilah sapi lokal, dipotongi, habislah sapi kita. Cara cepat dengan impor daging, tapi aturan melarang daging sapi impor masuk pasar umum,” bebernya.

Dari pantauan KORAN SINDO di Pasar Kwitang, Jakarta Pusat, lapak pedagang daging sapi kemarin terlihat kosong. Beberapa pedagang daging yang biasanya berjualan tampak mengobrol santai sambil minum kopi di lapaknya.

Ali, pedagang daging, mengeluhkan harga daging sapi yang terus merangkak sejak sebelum Lebaran hingga saat ini. Menurutnya, harga daging dari pemasok di rumah potong hewan (RPH) terus naik dari kisaran Rp85.000-86.000/kg menjadi Rp91.000-98.000/kg. ”Itu kalau kita bicara harga potongan (daging) per ekor.

Akibat kebijakan harga potongan mahal, berarti ke bawahnya kita sebagai pengecer daging enggak bisa lagi mengendalikan harga karena konsumen juga enggak mau harga tinggi,” ungkapnya.

Menurut Ali, harga eceran dagingsaat iniberkisar Rp130.000/ kg, nyaris tidak ada penurunan dibandingkan sebelum Lebaran, bahkan cenderung lebih tinggi. Normalnya, kata dia, harga daging sebelum Lebaran naik sekitar 25-30%, tetapi setelah Lebaran akan turun lagi.

Namun hal itu tidak terjadi pasca-Lebaran kali ini. Pembeli pun mengurangi pembeliansehinggaomzetpedagang menurun. Jika pemerintah dan pemangku usaha terkait tidak bergerak cepat mengatasi masalah ini, kata dia, bukan mustahil harga eceran daging sapi lokal akan menembus Rp150.000/kg.

”Kalau dalam empat hari ini tidak ada perubahan, kami akan berdemo turun ke jalan,” cetusnya. Taufik, pedagang daging di Pasar Kemiri Muka, Depok, juga mengaku kebingungan dengan pergerakan harga daging sapi pasca-Lebaran. ”Bingung, habis Lebaran bukannya turun lagi malah tambah naik harganya.

Mana ada yang mau beli kalau harganya Rp130.000/kg? Konsumen paling nawar Rp110.000/kg,” tuturnya. Terpisah, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, secara umum tiga hal yang penting bagi konsumen adalah ketersediaan barang, barang tersebut memenuhi syarat dikonsumsi, dan harganya terjangkau.

”Kalau dari sisi konsumen, tentu mereka menghendaki harga stabil,” ujarnya. Dirjen Peternakan dan KesehatanHewanKementerianPertanian (Kementan) Muladno kemarin belum mau berkomentar banyak mengenai aksi mogok pedagang daging. Menurutnya, pihaknya akanmelakukanrapatterlebih dulu dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag). ”Saya mau rapat dulu sore ini (kemarin) dengan Kemendag,” ujarnya.

Operasi Pasar

Di Jawa Barat, aksi mogok para penjual daging sapi di sejumlah pasar tradisional masih berlangsung hingga kemarin. Di pasar tradisional Kota Bandung dan Cimahi, sebagian pedagang masih menutup kiosnya. ”Mungkin dengan menutup kios seperti ini sebagai ungkapan kekecewaan pedagang atas mahalnya harga daging sapi selama ini,” kata pengelola Pasar Cimindi Agus Pendi kemarin.

Dia mengatakan, aksi tutup kios daging itu sudah terjadi sejak Jumat (7/8), kemudian mulai terlihat serentak menutup kiosnya pada Minggu (9/8). Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat Ferry Sofwan Arief mengaku prihatin dengan aksi para pedagang daging sapi yang melakukan mogok.

Namun, dia berharap, aksi mogok ini tidak berlangsung lama. ”Terus terang, kami prihatin dengan kondisi mahalnya daging sapi yang ratarata Rp120.000/kg,” kata dia. Dia mengungkapkan, Pemprov Jawa Barat segera melakukan operasi pasar (OP) di sejumlah pasar tradisional seperti Pasar Kosambi, Pasar Sederhana, dan Pasar Cihaurgeulis.

Perum Bulog, Disperindag, serta pihak terkait lainnya mendorong operasi pasar agar harga daging sapi bisa kembali normal di bawah Rp100.000/kg. Operasipasardagingsapiinidilakukanditigakota besar, yaitu Bandung, Jakarta, dan Serang.

Direktur Perum Bulog Wahyu menyebutkan, pelaksanaan operasi pasar merupakan instruksi pemerintah karena didasari kebutuhan daging sapi yang tetap tinggi. Dalam operasi pasar ini masyarakat bisa membeli daging sapi dengan harga Rp90.000/kg. ”Secara total, kami menyiapkan 250 ton daging sapi.

Tiap pasar alokasinya 2-2,5 ton,” katanya. Di Sleman Yogyakarta, beberapa pedagang daging di pasar darurat Prambanan, Sleman, juga memilih tidak berjualan. Mereka beralasan dengan harga sekarang, banyak masyarakat yang tidak membeli daging sapi.

Inda Susanti/ Fauzan/Dian Rosadi/ Yugi Prasetyo/ Priyo Setyawan
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0808 seconds (0.1#10.140)