Sosok di Balik Sukses si Juki
A
A
A
Ketertarikan pada dunia komik sudah dirasakan Faza Ibnu Ubaydillah alias Faza Meonk sejak usia sekolah dasar. Lewat karakter fiksi yang ia ciptakan, yaitu si Juki, Faza kini dikenal sebagai salah seorang komikus andal Indonesia.
Si Juki yang awalnya populer di media sosial, saat ini sudah menjadi karakter dalam beberapa karya komik. Mengapa Faza tertarik menjadi komikus? Dan, bagaimana cerita awal karakter si Juki tercipta? Berikut kutipan wawancara KORAN SINDO dengan pria kelahiran Bandung, 23 Agustus itu.
Bagaimana awal ketertarikan Anda menjadi komikus?
Sejak kecil, saya dibesarkan oleh orang tua dengan bacaan buku cerita seperti komik. Pengaruh ini membuat saya tertarik menciptakan komik, bahkan hobi itu sudah saya lakukan sejak berada di bangku sekolah dasar. Hingga akhirnya setelah lulus sekolah menengah pertama (SMP), saya berpikir untuk menjalaninya secara serius. Saya mengambil sekolah menengah kejuruan (SMK) jurusan animasi.
Saya pikir itu masih ada hubungannya dengan komik. Kemudian, kuliah juga mengambil jurusan yang sama. Keisengan untuk membuat komik timbul lagi ketika saya menjadi mahasiswa. Komik yang saya buat bercerita tentang kelakuan dan kehidupan mahasiswa di kampus saya, setelah itu karya tersebut saya publikasikan lewat media sosial, yaitu Facebook. Ternyata, teman-teman saya suka dan banyak yang mendukung saya untuk menjadi komikus. Ini seperti mimpi lama saya.
Sejak kapan menjadi komikus profesional dan apa alasannya?
Menjadi seorang komikus profesional saya mulai sejak awal 2011. Alasan kenapa tertarik, karena ada banyak opini dan pemikiran yang ingin saya sampaikan kepada publik. Saya merasa,komik adalah sebuah media yang tepat untuk menyampaikan pesan itu. Melalui komik, pesan tersebut akan mudah dipahami dan lebih menarik audiens. Jadi ada makna pesan yang ingin saya sampaikan di setiap karya atau komik, salah satunya lewat karakter fiksi yang saya ciptakan, yaitu si Juki.
Mengapa Anda menciptakan karakter seperti si Juki?
Sebenarnya karakter Juki sudah tercipta dari awal saya menjadi komikus, tetapi tidak mempunyai nama. Kemudian sejak ditampilkan ke publik dan akhirnya banyak yang suka, saya mulai menggarapnya secara serius dan memberinya nama. Jadi awal 2012 dikembangkan sebagai bisnis, saya mulai fokus mengangkat dan membuat branding karakter Juki.
Karakter ini memang diciptakan sebagai seorang anak laki-laki yang cuek, usil, slengean , tipe yang mau berbeda dengan yang lain, dan memiliki opini tersendiri. Karakter tersebut juga cukup berbeda dan aneh. Itu sengaja saya lakukan untuk menarik perhatian audiens. Setelah karakter ini dapat memancing ketertarikan audiens dengan gayanya yang absurd dan nyeleneh, kemudian kita menyisipkan pesan di dalam ceritanya.
Apa saja pesan yang ingin disampaikan melalui karakter ini?
Pesannya bermacam-macam. Misalnya beberapa waktu lalu si Juki punya campaign ” Bangga jadi Jomblo” . Campaign itu diciptakan untuk memberikan gambaran kepada remaja bahwa banyak hal yang perlu dikhawatirkan selain status jomblo. Jadi, campaign ini bisa dilakukan lewat media sosial dengan cara kreatif. Bisa juga kritikan pada orang-orang yang terlalu fanatik dengan suatu bidang. Jadi banyak mengangkat soal isu sosial yang dekat dengan anak muda. Di era media sosial saat ini, karakter komik seperti memiliki kekuatan untuk berbicara langsung dan beropini. Hal Ini yang saya manfaatkan.
Apa keyakinan Anda untuk menjadikannya sebuah bisnis?
Bisnis ini dikenal dengan nama Intellectual Property (IP), sebuah bisnis di mana kreator punya hak atas aset-aset yang dimilikinya, dalam hal ini karakter. Misalnya ada karakter yang tidak hanya jadi komik, tetapi bisa juga menjadi animasi, game, dan lain-lain. Kalau di luar negeri, bisnis IP sudah sangat menghasilkan.
Contohnya Doraemon yang tidak hanya menjadi karakter komik, namun juga terdapat pada permainan dan film. Jadi ada kesadaran untuk mengembangkan IP karena memiliki potensi. Saat ini di Indonesia belum banyak orang yang melirik bisnis IP. Tetapi, bisnis ini akan terus berkembang. Apalagi bisnis ini investasinya panjang, misalnya ada royaltiyang akan diterima meskipun pencipta karakternya sudah tiada.
Apa kendala yang dilalui pada bisnis IP?
Kendalanya sebenarnya dukungan pemerintah lewat regulasi. Misalkan Badan Ekonomi Kreatif diharapkan bisa memfasilitasi para kreator agar karyanya terlindung dari pembajakan. Masalah lain soal dana. Bisnis IP butuh investasi yang banyak. Tapi, kalau ada strategi khusus seperti yang saya lakukan, sebenarnya cukup sebagai kekuatan untuk memulai bisnis tersebut. Kendala lain adalah model bisnisnya masih abu-abu di Indonesia, masih dipelajari dan dibangun iklim bisnisnya bersama. Sebab, pasar di sini tergolong anomali, namun potensial.
Strategi apa yang Anda lakukan?
Bisa dibilang bisnis yang saya buat hanya modal dengkul. Maksudnya, strategi ini hanya perlu investasi waktu, tenaga, pikiran, dan kreativitas dalam waktu setahun. Kemudian, saya sebarkan konten secara gratis lewat media sosial. Hingga akhirnya banyak yang suka, terkenal, dan mereka butuh.
Ketika karakter ini sudah memiliki banyak fans atau penggemar, maka apa saja bisa saya jual. Namun, memang tidak semua genre bisa berhasil dengan metode ini.
Dina angelina
Si Juki yang awalnya populer di media sosial, saat ini sudah menjadi karakter dalam beberapa karya komik. Mengapa Faza tertarik menjadi komikus? Dan, bagaimana cerita awal karakter si Juki tercipta? Berikut kutipan wawancara KORAN SINDO dengan pria kelahiran Bandung, 23 Agustus itu.
Bagaimana awal ketertarikan Anda menjadi komikus?
Sejak kecil, saya dibesarkan oleh orang tua dengan bacaan buku cerita seperti komik. Pengaruh ini membuat saya tertarik menciptakan komik, bahkan hobi itu sudah saya lakukan sejak berada di bangku sekolah dasar. Hingga akhirnya setelah lulus sekolah menengah pertama (SMP), saya berpikir untuk menjalaninya secara serius. Saya mengambil sekolah menengah kejuruan (SMK) jurusan animasi.
Saya pikir itu masih ada hubungannya dengan komik. Kemudian, kuliah juga mengambil jurusan yang sama. Keisengan untuk membuat komik timbul lagi ketika saya menjadi mahasiswa. Komik yang saya buat bercerita tentang kelakuan dan kehidupan mahasiswa di kampus saya, setelah itu karya tersebut saya publikasikan lewat media sosial, yaitu Facebook. Ternyata, teman-teman saya suka dan banyak yang mendukung saya untuk menjadi komikus. Ini seperti mimpi lama saya.
Sejak kapan menjadi komikus profesional dan apa alasannya?
Menjadi seorang komikus profesional saya mulai sejak awal 2011. Alasan kenapa tertarik, karena ada banyak opini dan pemikiran yang ingin saya sampaikan kepada publik. Saya merasa,komik adalah sebuah media yang tepat untuk menyampaikan pesan itu. Melalui komik, pesan tersebut akan mudah dipahami dan lebih menarik audiens. Jadi ada makna pesan yang ingin saya sampaikan di setiap karya atau komik, salah satunya lewat karakter fiksi yang saya ciptakan, yaitu si Juki.
Mengapa Anda menciptakan karakter seperti si Juki?
Sebenarnya karakter Juki sudah tercipta dari awal saya menjadi komikus, tetapi tidak mempunyai nama. Kemudian sejak ditampilkan ke publik dan akhirnya banyak yang suka, saya mulai menggarapnya secara serius dan memberinya nama. Jadi awal 2012 dikembangkan sebagai bisnis, saya mulai fokus mengangkat dan membuat branding karakter Juki.
Karakter ini memang diciptakan sebagai seorang anak laki-laki yang cuek, usil, slengean , tipe yang mau berbeda dengan yang lain, dan memiliki opini tersendiri. Karakter tersebut juga cukup berbeda dan aneh. Itu sengaja saya lakukan untuk menarik perhatian audiens. Setelah karakter ini dapat memancing ketertarikan audiens dengan gayanya yang absurd dan nyeleneh, kemudian kita menyisipkan pesan di dalam ceritanya.
Apa saja pesan yang ingin disampaikan melalui karakter ini?
Pesannya bermacam-macam. Misalnya beberapa waktu lalu si Juki punya campaign ” Bangga jadi Jomblo” . Campaign itu diciptakan untuk memberikan gambaran kepada remaja bahwa banyak hal yang perlu dikhawatirkan selain status jomblo. Jadi, campaign ini bisa dilakukan lewat media sosial dengan cara kreatif. Bisa juga kritikan pada orang-orang yang terlalu fanatik dengan suatu bidang. Jadi banyak mengangkat soal isu sosial yang dekat dengan anak muda. Di era media sosial saat ini, karakter komik seperti memiliki kekuatan untuk berbicara langsung dan beropini. Hal Ini yang saya manfaatkan.
Apa keyakinan Anda untuk menjadikannya sebuah bisnis?
Bisnis ini dikenal dengan nama Intellectual Property (IP), sebuah bisnis di mana kreator punya hak atas aset-aset yang dimilikinya, dalam hal ini karakter. Misalnya ada karakter yang tidak hanya jadi komik, tetapi bisa juga menjadi animasi, game, dan lain-lain. Kalau di luar negeri, bisnis IP sudah sangat menghasilkan.
Contohnya Doraemon yang tidak hanya menjadi karakter komik, namun juga terdapat pada permainan dan film. Jadi ada kesadaran untuk mengembangkan IP karena memiliki potensi. Saat ini di Indonesia belum banyak orang yang melirik bisnis IP. Tetapi, bisnis ini akan terus berkembang. Apalagi bisnis ini investasinya panjang, misalnya ada royaltiyang akan diterima meskipun pencipta karakternya sudah tiada.
Apa kendala yang dilalui pada bisnis IP?
Kendalanya sebenarnya dukungan pemerintah lewat regulasi. Misalkan Badan Ekonomi Kreatif diharapkan bisa memfasilitasi para kreator agar karyanya terlindung dari pembajakan. Masalah lain soal dana. Bisnis IP butuh investasi yang banyak. Tapi, kalau ada strategi khusus seperti yang saya lakukan, sebenarnya cukup sebagai kekuatan untuk memulai bisnis tersebut. Kendala lain adalah model bisnisnya masih abu-abu di Indonesia, masih dipelajari dan dibangun iklim bisnisnya bersama. Sebab, pasar di sini tergolong anomali, namun potensial.
Strategi apa yang Anda lakukan?
Bisa dibilang bisnis yang saya buat hanya modal dengkul. Maksudnya, strategi ini hanya perlu investasi waktu, tenaga, pikiran, dan kreativitas dalam waktu setahun. Kemudian, saya sebarkan konten secara gratis lewat media sosial. Hingga akhirnya banyak yang suka, terkenal, dan mereka butuh.
Ketika karakter ini sudah memiliki banyak fans atau penggemar, maka apa saja bisa saya jual. Namun, memang tidak semua genre bisa berhasil dengan metode ini.
Dina angelina
(ars)